Pembaca berikut ini saya kutipkan diskusi antara rekan Pieter Latumeten dan rekan Patrick di salah satu forum komunikasi Notaris-PPAT di FB.
Pak Piet menyatakan sebagai berikut :
HAI REKAN REKAN NOTARIS, BANYAK DIJUMPAI NOTARIS DALAM MEMBUAT AKTA WASIAT, TIDAK MEMBUBUHKAN PARAF DISETIAP LEMBAR AKTA WASIAT. KITA KETAHUI WASIAT BERLAKU SETELAH SI PEMBUAT WASIAT MENINGGAL DUNIA, OLEH KARENA ITU UU MENENTUKAN SYARAT SYARAT YNG KETAT DALAM PEMBUATAN WASIAT UNTUK MENGHINDARI PEMALSUAN. WAIAT YG TIDAK DIPARAF OLEH PEMBUAT WASIAT, SAKSI SAKSI DAN NOTARIS DISETIAP LEMBAR MERUPAKAN PELANGGARAN BENTUK AKTA WASIAT YG MENGAKIBATKAN AKTA WASIAT MENJADI NON EXSISTENT (TIDAK ADA) ATAU DALAM PRAKTIK MENJAI BATAL DEMI HUKUM. WASIAT TANPA DIPARAF MENJADI KASUS, DIMANA KAMI DIMINTA JUGA MENJADI SAKSI AHLINYA. PIETER L SH,MH
Saya mengkomentarinya sbb :
Aturan dari mana tuh Pak tiap lembar akta wasiat harus diparaf agar sah? Semoga aja yang ahli-ahli tidak keblinger...
Selanjutnya komentar-komentar Pak Piet sbb:
- baca uu jabatan notaris, mas yusuf. ini kasus batal saya saksi ahli di tegal.
- hakim mendasarkan pada pasal 16 ayat 9 UUJN. kita boleh beda pendapat, tapi hakim berpendapat lain mas yusuf. lihat pasal 16 ayat 9 jo ayat 7 ayat 8 UUJN itu dasarnya.
- bagaimana memahami penegak hukum, bahwa pasal 16 ayat 9 itu hanya untuk pembacaan akta tapi mereka berpendapat tidak berlaku bagi wasiat, jadi tetap harus diparaf ps 16 ayat 9 jo ayat 7 uUJN
- ps 16 ayat 9 memang sebagian menganggap jika akta wasiat dibacakan sendiri oleh penghadap itu tidak berlaku alias notaris tetap membacanya tapi dalam praktik tetap tanpa paraf wasiat dianggap batal dan hal itu dianggap melanggar bentuk yg diatur dalam UUJN sebagai lex spesialis dai kuhperdata. BW berlaku untuk golongoan eropah dan keutiurnan cina tapi jika tidak menyangkut substansinya bagi golongan lain dapat menundukkan diri secara sukarela. ini kasus sudah berjalan.
Nah rekan-rekan milis bagaimana anda menanggapi kasus ini dan pandangan hakim terhadap kasus tersebut ?
Saya pribadi berpendapat sebagai berikut :
Setiap notaris harus paham betul bahwa kandungan pasal 16 adalah kewajiban Notaris secara umum dalam melakukan jabatannya salah satunya adalah membacakan setiap akta yang dibuat dihadapan atau olehnya ( huruf l ). Dan sebelum jaman UUJN ketentuan ini tidak dapat ditawar2, namun dalam UU JN -mungkin atas saran dari notaris yang ribuan aktanya tiap bulan- maka ketentuan untuk tidak membacakan isi akta tersebut dapat dikecualikan, asalkan hal itu dinyatakan dalam akhir akta dan tiap halaman minuta dibubuhi paraf oleh (para) penghadap, (para) saksi dan notaris (sesuai pasal 16 ayat 7).
Namun ketentuan pengecualian pembacaan akta tersebut tidak berlaku bagi akta wasiat ( Jadi setiap akta wasiat harus dibacakan dan tidak boleh hanya dibaca sendiri oleh penghadap dan selanjutnya di paraf oleh penghadap, saksi dan notaris disetiap halamannya ).
Ayat 8 harus ditafsirkan bahwa ketentuan ayat 1 huruf l dan ayat 7 berlaku bagi akta-akta umum.
Peringatan bagi para notaris apabila tidak memenuhi prosedure pembuatan akta wasiat umum seperti dalam pasal 939 KUHPdt, maka aktanya batal demi hukum sesuai pasal 953 KUHPdt.
Bagaimana prosedure yang wajib dilakukan oleh setiap notaris dalam membuat akta wasiat umum adalah sebagai berikut :
1. Penghadap memberitahukan kehendaknya dihadapan notaris ( tanpa dihadiri saksi);
2. Notaris menyiapkan naskahnya;
3. Penghadap memberitahukan kehendaknya dihadapan saksi;
4. Naskah (minuta akta wasiat) dibacakan dihadapan penghadap dan para saksi;
5. Ditanyakan kepada penghadap apakah yang dibaca tersebut adalah sudah sesuai dengan kehendaknya ( tanya jawab juga dilakukan dihadpaan para saksi)
6. Penanda tanganan minuta akta oleh penghadap, notaris dan para saksi (perhatikan urutannya ! berbeda dengan akta pada umumnya ! ) Tidak ada kewajiban untuk memberikan paraf di setiap halaman minuta akta wasiat .
Berbahaya sekali kalau kita membubuhkan paraf disetiap halaman minuta karena justru dengan demikian dapat dianggap kita tidak memenuhi prosedure yang tertera dalamn pasal 939 KUHPdt; yang berakibat pada batalnya akta tersebut ( pasal 953 KUHPdt ).
Tiap notaris harus jeli dalam menerapkan prinsip/asas Lex specialis derogat lex generealis; ketentuan pasal 16 ayat 1 huruf l dan ayat 7 hanya berlaku bagi akta-akta umum dengan diancam akta hanya berlaku sebagai akta dibawah tangan apabila tidak dilakukan salah satu ketentuan 9 ayat 1 huruf l atau ayat 7- hal ini ditegaskan dalam ayat 8); sedangkan khusus akta wasiat tidak berlaku ketentuan dalam pasal 16 ayat 7 sebagaimana ditegaskan dalam ayat 9 UU JN; ayat 8 tidak bermakna apapun dalam hal ini.
Demikianlah argumentasi hukum yang dapat dipertanggung jawabkan kepada pihak manapun terlepas dari apakah keputusan hakim atas hal tersebut telah memiliki kekuatan hukum yang tetap ataukah belum.
Selanjutnya pak Piet meminta kepada kita semua :
BULAN DEPAN (MARET 2010) SAYA AKAN MENULIS LENGKAP DENGAN ARGUMENTASI DAN DASAR HUKUM TENTANG KEWAJIBAN SETIAP AKTA WASIAT WAJIB DIPARAF, DAN REKAN REKAN BISA MENANGGAPINYA DI MAJALAH RENVOI (MAJALAH NOTARIS). DIHARAPKAN BISA ADA BANTAHAN ATAU ARGUMENTASI HUKUM TENTANG INI, SEBAGAI MASUKAN BAGI PENEGAK HUKUM. PIETER
Kepada Pak Piet saya telah mengajukan bantahan sekaligus argumentasi hukum sesuai uraian di atas bahwa Minuta Akta Wasiat sama sekali tidak boleh diparaf di setiap halamannya oleh penghadap, saksi-saksi dan notaris, karena jika dilakukan hal demikian tersebut, maka dapat dianggap bahwa telah terjadi pelanggaran terhadap prosedure pembuatan akta wasiat (yang harus dilakukan sesuai prosedure pasal 939 KUHPdt) dan sesuai ancaman pasal 953 KUHPdt, jika tidak dilakukan sesuai prosedure dalam pasal 939 maka akta wasiat tersebut batal demi hukum.
Mohon maaf kalau ada kata-kata yang kurang berkenan di hati pak Piet dan juga saya berharap perbedaan ini dapat memperkaya khasanah pengetahuan kita.
Salam sejahtera.
Pak Piet menyatakan sebagai berikut :
HAI REKAN REKAN NOTARIS, BANYAK DIJUMPAI NOTARIS DALAM MEMBUAT AKTA WASIAT, TIDAK MEMBUBUHKAN PARAF DISETIAP LEMBAR AKTA WASIAT. KITA KETAHUI WASIAT BERLAKU SETELAH SI PEMBUAT WASIAT MENINGGAL DUNIA, OLEH KARENA ITU UU MENENTUKAN SYARAT SYARAT YNG KETAT DALAM PEMBUATAN WASIAT UNTUK MENGHINDARI PEMALSUAN. WAIAT YG TIDAK DIPARAF OLEH PEMBUAT WASIAT, SAKSI SAKSI DAN NOTARIS DISETIAP LEMBAR MERUPAKAN PELANGGARAN BENTUK AKTA WASIAT YG MENGAKIBATKAN AKTA WASIAT MENJADI NON EXSISTENT (TIDAK ADA) ATAU DALAM PRAKTIK MENJAI BATAL DEMI HUKUM. WASIAT TANPA DIPARAF MENJADI KASUS, DIMANA KAMI DIMINTA JUGA MENJADI SAKSI AHLINYA. PIETER L SH,MH
Saya mengkomentarinya sbb :
Aturan dari mana tuh Pak tiap lembar akta wasiat harus diparaf agar sah? Semoga aja yang ahli-ahli tidak keblinger...
Selanjutnya komentar-komentar Pak Piet sbb:
- baca uu jabatan notaris, mas yusuf. ini kasus batal saya saksi ahli di tegal.
- hakim mendasarkan pada pasal 16 ayat 9 UUJN. kita boleh beda pendapat, tapi hakim berpendapat lain mas yusuf. lihat pasal 16 ayat 9 jo ayat 7 ayat 8 UUJN itu dasarnya.
- bagaimana memahami penegak hukum, bahwa pasal 16 ayat 9 itu hanya untuk pembacaan akta tapi mereka berpendapat tidak berlaku bagi wasiat, jadi tetap harus diparaf ps 16 ayat 9 jo ayat 7 uUJN
- ps 16 ayat 9 memang sebagian menganggap jika akta wasiat dibacakan sendiri oleh penghadap itu tidak berlaku alias notaris tetap membacanya tapi dalam praktik tetap tanpa paraf wasiat dianggap batal dan hal itu dianggap melanggar bentuk yg diatur dalam UUJN sebagai lex spesialis dai kuhperdata. BW berlaku untuk golongoan eropah dan keutiurnan cina tapi jika tidak menyangkut substansinya bagi golongan lain dapat menundukkan diri secara sukarela. ini kasus sudah berjalan.
Nah rekan-rekan milis bagaimana anda menanggapi kasus ini dan pandangan hakim terhadap kasus tersebut ?
Saya pribadi berpendapat sebagai berikut :
Setiap notaris harus paham betul bahwa kandungan pasal 16 adalah kewajiban Notaris secara umum dalam melakukan jabatannya salah satunya adalah membacakan setiap akta yang dibuat dihadapan atau olehnya ( huruf l ). Dan sebelum jaman UUJN ketentuan ini tidak dapat ditawar2, namun dalam UU JN -mungkin atas saran dari notaris yang ribuan aktanya tiap bulan- maka ketentuan untuk tidak membacakan isi akta tersebut dapat dikecualikan, asalkan hal itu dinyatakan dalam akhir akta dan tiap halaman minuta dibubuhi paraf oleh (para) penghadap, (para) saksi dan notaris (sesuai pasal 16 ayat 7).
Namun ketentuan pengecualian pembacaan akta tersebut tidak berlaku bagi akta wasiat ( Jadi setiap akta wasiat harus dibacakan dan tidak boleh hanya dibaca sendiri oleh penghadap dan selanjutnya di paraf oleh penghadap, saksi dan notaris disetiap halamannya ).
Ayat 8 harus ditafsirkan bahwa ketentuan ayat 1 huruf l dan ayat 7 berlaku bagi akta-akta umum.
Peringatan bagi para notaris apabila tidak memenuhi prosedure pembuatan akta wasiat umum seperti dalam pasal 939 KUHPdt, maka aktanya batal demi hukum sesuai pasal 953 KUHPdt.
Bagaimana prosedure yang wajib dilakukan oleh setiap notaris dalam membuat akta wasiat umum adalah sebagai berikut :
1. Penghadap memberitahukan kehendaknya dihadapan notaris ( tanpa dihadiri saksi);
2. Notaris menyiapkan naskahnya;
3. Penghadap memberitahukan kehendaknya dihadapan saksi;
4. Naskah (minuta akta wasiat) dibacakan dihadapan penghadap dan para saksi;
5. Ditanyakan kepada penghadap apakah yang dibaca tersebut adalah sudah sesuai dengan kehendaknya ( tanya jawab juga dilakukan dihadpaan para saksi)
6. Penanda tanganan minuta akta oleh penghadap, notaris dan para saksi (perhatikan urutannya ! berbeda dengan akta pada umumnya ! ) Tidak ada kewajiban untuk memberikan paraf di setiap halaman minuta akta wasiat .
Berbahaya sekali kalau kita membubuhkan paraf disetiap halaman minuta karena justru dengan demikian dapat dianggap kita tidak memenuhi prosedure yang tertera dalamn pasal 939 KUHPdt; yang berakibat pada batalnya akta tersebut ( pasal 953 KUHPdt ).
Tiap notaris harus jeli dalam menerapkan prinsip/asas Lex specialis derogat lex generealis; ketentuan pasal 16 ayat 1 huruf l dan ayat 7 hanya berlaku bagi akta-akta umum dengan diancam akta hanya berlaku sebagai akta dibawah tangan apabila tidak dilakukan salah satu ketentuan 9 ayat 1 huruf l atau ayat 7- hal ini ditegaskan dalam ayat 8); sedangkan khusus akta wasiat tidak berlaku ketentuan dalam pasal 16 ayat 7 sebagaimana ditegaskan dalam ayat 9 UU JN; ayat 8 tidak bermakna apapun dalam hal ini.
Demikianlah argumentasi hukum yang dapat dipertanggung jawabkan kepada pihak manapun terlepas dari apakah keputusan hakim atas hal tersebut telah memiliki kekuatan hukum yang tetap ataukah belum.
Selanjutnya pak Piet meminta kepada kita semua :
BULAN DEPAN (MARET 2010) SAYA AKAN MENULIS LENGKAP DENGAN ARGUMENTASI DAN DASAR HUKUM TENTANG KEWAJIBAN SETIAP AKTA WASIAT WAJIB DIPARAF, DAN REKAN REKAN BISA MENANGGAPINYA DI MAJALAH RENVOI (MAJALAH NOTARIS). DIHARAPKAN BISA ADA BANTAHAN ATAU ARGUMENTASI HUKUM TENTANG INI, SEBAGAI MASUKAN BAGI PENEGAK HUKUM. PIETER
Kepada Pak Piet saya telah mengajukan bantahan sekaligus argumentasi hukum sesuai uraian di atas bahwa Minuta Akta Wasiat sama sekali tidak boleh diparaf di setiap halamannya oleh penghadap, saksi-saksi dan notaris, karena jika dilakukan hal demikian tersebut, maka dapat dianggap bahwa telah terjadi pelanggaran terhadap prosedure pembuatan akta wasiat (yang harus dilakukan sesuai prosedure pasal 939 KUHPdt) dan sesuai ancaman pasal 953 KUHPdt, jika tidak dilakukan sesuai prosedure dalam pasal 939 maka akta wasiat tersebut batal demi hukum.
Mohon maaf kalau ada kata-kata yang kurang berkenan di hati pak Piet dan juga saya berharap perbedaan ini dapat memperkaya khasanah pengetahuan kita.
Salam sejahtera.