A. PENDAHULUAN
Dalam Pasal 1 ayat (1) UUPT menegaskan bahwa Perseroan merupakan badan hukum yang terjadi karena undang-undang. Hal ini berbeda dengan KUHD yang tidak tegas menyebutkan suatu Perseroan merupakan badan hukum. Dimana suatu badan hukum mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1 (1). Adanya harta kekayaan yang terpisah;
(2). Mempunyai tujuan tertentu;
(3). Mempunyai kepentingan sendiri; dan
(4). Ada organisasi yang teratur.
Ciri yang pertama dari Perseroan adalah adanya kekayaan yang terpisah, hal ini mengandung pengertian bahwa Perseroan mempunyai harta kekayaan yang terpisah dari harta para pemegang sahamnya. Dan didapat dari pemasukan para pemegang saham yang berupa modal dasar, modal yang ditempatkan dan modal yang disetor. Kekayaan yang terpisah itu membawa akibat sebagai berikut:2 (1). Kreditur pribadi dari para persero dan atau para pengurusnya tidak mempunyai hak untuk menuntut harta kekayaan badan hukum itu;
(2). Para persero dan juga para pengurusnya secara pribadi tidak dapat menagih piutang badan hukum dari pihak ketiga;
(3). Kompensasi antara hutang pribadi dan hutang badan hukum tidak diperkenankan;
(4). Hubungan hukum, baik perikatan maupun proses-proses antara para persero dan atau para pengurusnya dengan badan hukum dapat saja terjadi seperti halnya antara badan hukum dengan pihak ketiga; dan
(5). Pada kepailitan, hanya para kreditur badan hukum itu saja yang dapat menuntut harta kekayaan yang terpisah itu.
Ciri yang kedua dari Perseroan adalah mempunyai tujuan tertentu. Tujuan tertentu dari suatu Perseroan dapat diketahui dalm anggaran dasarnya sebagaimana dalam Pasal 12 huruf b UUPT menyebutkan bahwa Anggaran Dasar memuat sekurang-kurangnya maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ciri yang ketiga dari Perseroan adalah mempunyai kepentingan tersendiri, adalah hak-hak subyektif sebagai akibat dari peristiwa hukum yang dialami yang merupakan kepentingan yang dilindungi hukum dan dapat menuntut serta mempertahankan kepentingannya terhadap pihak ketiga.
Ciri yang keempat dari Perseroan adalah badan hukum mempunyai organisasi yang teratur, demikian pula dengan Perseroan mempunyai anggaran dasar yang terdapat dalam akta pendiriannya yang menandakan adanya organisasi yang teratur.
Terdapat beberapa teori mengenai badan hukum diantaranya yaitu teori fictie, teori harta kekayaan bertujuan, teori organ, teori propriete collective, teori kenyataan yuridis, teori dari Leon Duguit, teori hukum kodrat tentang hak milik pribadi dan Leer van het ambtelijk vermogen. Menurut teori Teori Fictie dari Von Savigny, badan hukum itu semata-mata buatan negara saja. Badan hukum itu hanyalah fiksi, yakni sesuatu yang sesungguhnya tidak ada, tetapi orang menghidupkannya dalam bayangan sebagai subyek hukum yang dapat melakukan perbuatan hukum seperti manusia3. Menurut Teori Harta Kekayaan Bertujuan dari Brinz, yang menyatakan bahwa terdapat kekayaan yang tidak ada pemiliknya tetapi terikat pada tujuan tertentu kemudian diberi nama badan hukum. Menurut Teori Organ dari Otto van Gierke, menyatakan bahwa badan hukum itu adalah suatu realitas sesungguhnya sama seperti sifat kepribadian alam manusia ada di dalam pergaulan hukum4. Dimana badan hukum itu mempunyai kehendak dan kemauan sendiri yang dibentuk melalui alat-alat perlengkapannya yaitu pengurus dan anggota-anggotanya. Kemudian Teori Kekayaan Bersama dari Planiol menyatakan bahwa hak dan kewajiban badan hukum pada hakikatnya adalah hak dan kewajiban para anggotanya bersama-sama, dengan demikian badan hukum hanya merupakan kontruksi yuridis saja. Teori Kenyataan Yuridis yang menyatakan bahwa badan hukum merupakan suatu realita yang kongkrit dan riil meskipun tidak bisa diraba tetapi merupakan kenyataan yuridis. Maijers menyebut teori tersebut, teori kenyataan yang sederhana, sederhana karena menekankan bahwa hendaknya dalam mempersamakan badan hukum dengan manusia itu terbatas sampai pada bidang hukum saja5. Teori yang keenam yaitu teori dari Leon Duguit. Menurut Duguit, tidak ada persoon-persoon lainnya daripada manusia-manusia individual. Akan tetapi manusiapun sebagaimana perhimpunan dan yayasan tidak dapat menjadi pendukung dari hak subjektif.
Teori yang ketujuh adalah Teori Hukum Kodrat tentang hak milik pribadi yang menyatakan bahwa menurut Thomas Aquino, hak milik pribadi terdiri dari hak atas barang milik, hak atas pendapatan dan hak untuk mengelola, melepaskan dan menggunakan barang milik pribadi.
John Locke serta Pufendorf beranggapan, bahwa hak milik pribadi adalah hak alamiah yang digariskan oleh hukum kodrat. Hukum kodrat mempunyai prinsip moral keadilan yang menghargai kehidupan manusia dan hak-hak yang melekat padanya, demikian pendapat Aristoteles.
John Locke seorang ahli pikir besar dari Inggris menganut ajaran hukum kodrat. John Locke mengakui manusia mempunyai hak alami, yaitu hak-hak yang dimiliki secara pribadi (hak asasi), hak untuk hidup, hak kebebasan atau kemerdekaan, hak milik dan hak untuk memiliki sesuatu.6 Hukum kodrat mengajarkan kepada manusia, bahwa semua mahluk yang sederajat dan mandiri tidak boleh merugikan yang lain dalam hak hidup, kesehatan, kebebasan atau miliknya7. Pufendorf yang menganut hukum kodrat menyatakan, bahwa hak milik pribadi adalah hak atas sesuatu barang yang telah dimiliki melalui ketentuan khusus dan telah diperolehnya dengan cara perolehan sendiri, sehingga barang tersebut tidak dapat dimiliki oleh orang lain8. Hak milik pribadi berupa saham yang merupakan bukti penyertaan modal dalam Perseroan terbatas9, bila didasarkan pada teori hak milik pribadi adalah hak asasi manusia yang dapat dipertahankan berdasarkan hak perseorangan maupun hak kebendaan. Hukum perdata Indonesia menerima dan mengenal hak milik, dalam KUH Perdata, hak milik dijelaskan sebagai hak untuk menikmati suatu barang secara leluasa dan bebas sepenuhnya untuk berbuat terhadap barang tersebut, asal tidak bertentangan dengan UU atau peraturan umum dan tidak mengganggu hak-hak orang lain.
Teori yang kedelapan yaitu Leer van het ambtelijk vermogen atau ajaran tentang harta kekayaan yang dimiliki seseorang dalam jabatannya yang dipelopori oleh Holder dan Bilder. Penganut ajaran ini menyatakan: tidak mungkin mempunyai hak jika tidak dapat melakukan hak itu. Dengan lain perkataan, tanpa daya berkehendak (wilsvermogen) tidak ada kedudukan sebagai subjek hukum. Untuk badan hukum yang berkehendak ialah para pengurus, maka pada badan hukum semua hak itu diliputi oleh pengurus. Dalam kapasitasnya sebagai pengurus mereka adalah berhak, maka disebut ambtelijk vermogen.
Dengan demikian dari berbagai teori itu dapat dibagi menjadi dua kelompok teori yaitu sebagai berikut : 10 (1). Mereka yang menganggap bahwa badan hukum itu sebagai wujud yang nyata, dianggap mempunyai “panca indera” sendiri seperti manusia, akibatnya badan hukum itu disamakan dengan orang atau manusia;
(2). Mereka yang menganggap badan hukum itu tidak sebagai wujud yang nyata. Di belakang badan hukum itu sebenarnya berdiri manusia. Akibatnya, kalau badan hukum itu membuat kesalahan maka kesalahan itu adalah kesalahan manusia yang berdiri di belakang badan hukum itu secara bersama-sama.
Menurut Maijers badan hukum itu seperti organisme biasa seperti pada manusia, tetapi mekanisme dalam badan hukum tidak ada, misalnya jika manusia merasa susah itu terlihat dan dapat dirasakan, tetapi pada badan hukum hal itu tidak mungkin, hanya pada orang-orang atau pengurusnya.
Perkumpulan manusia yang mempunyai kepentingan bersama dan terbentuk dalam organisasi merupakan suatu kesatuan yang mempunyai hak-hak tersendiri, terpisah dari hak-hak para anggotanya dan mempunyai kewajiban sendiri yang terpisah dari kewajiban para anggotanya dan dapat melakukan perbuatan hukum sendiri di dalam maupun di luar hukum, subyek hukum yang baru dan berdiri sendiri inilah yang dimaksudkan dengan badan hukum.
Berdasarkan UUPT bahwa badan usaha yang berbentuk Perseroan merupakan badan hukum. Namun bukan berarti setiap badan hukum adalah Perseroan. Di sini UUPT secara tegas menyatakan bahwa Perseroan terbatas merupakan suatu badan hukum , yaitu suatu badan yang dapat bertindak dalam lalulintas hukum sebagai subjek hukum dan memiliki kekayaan yang dipisahkan dari kekayaan pribadi pengurusnya. Karena itu, Perseroan juga merupakan subjek hukum, yaitu subjek hukum mandiri atau personastandi in judicio11. Dia bisa mempunyai hak dan kewajiban dalam hubungan hukum sama seperti manusia biasa atau natural person atau natuurlijke persoon, dia bisa menggugat ataupun digugat, bisa membuat keputusan dan bisa mempunyai hak dan kewajiban, utang-piutang, mempunyai kekayaan seperti layaknya manusia.
B. Kedudukan Hukum Perseroan
Berdasarkan kepada UUPT bahwa status badan hukum suatu Perseroan baru diperoleh setelah akta pendiriannya disahkan oleh Menhum dan HAM RI. Pengesahan dari Menhum dan HAM ini merupakan satu-satunya syarat memperoleh status badan hukum bagi Perseroan.
Selama status Perseroan sebagai badan hukum belum diperoleh, Perseroan yang bersangkutan tidak berbeda dengan firma, persekutuan komanditer atau persekutuan perdata, karena para pemegang saham bertanggung jawab secara pribadi terhadap segala perikatan yang dilakukan oleh Perseroan tersebut.
Dalam Pasal 7 Ayat (6) UUPT ditentukan bahwa Perseroan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian disahkan oleh Menhum dan HAM RI, selanjutnya dalam Pasal 3 Ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995, sebelum Perseroan memperoleh pengesahan dari Menhum dan HAM RI atau tidak dipenuhinya persyaratan Perseroan sebagai badan hukum, tanggung jawab para pemegang saham, Direksi dan Komisaris berubah menjadi tidak terbatas. Artinya, para pemegang saham, Direksi dan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi bila Perseroan mengalami kerugian sepanjang belum memperoleh status sebagai badan hukum.
Setelah Perseroan memperoleh status sebagai badan hukum atau telah disahkan oleh Menhum dan HAM RI sebagai badan hukum, tanggung jawab pemegang saham dan Komisaris menjadi terbatas, sedangkan tanggung jawab Direksi masih tidak terbatas.
Selanjutnya dalam Pasal 23 UUPT ditentukan bahwa selama pendaftaran dan pengumuman sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 21 dan Pasal 22 UUPT belum dilakukan, Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas segala perbuatan hukum yang dilakukan. Selanjutnya dalam Penjelasan Pasal 23 UUPT dinyatakan bahwa selain sanksi pidana yang diatur dalam Undang-Undang tentang Wajib Daftar Perusahaan, Pasal ini juga mengatur mengenai sanksi perdata dala hal apabila kewajiban yang dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 22 tidak dipenuhi.
Sejak dimulainya persiapan-persiapan untuk mendirikan suatu Perseroan sampai dengan mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum kedudukan dan tanggung jawab para pendiri atau para pemegang saham senantiasa berubah. Pada tahap persiapan, para pendiri Perseroan belum mempunyai kedudukan apapun karena Perseroan belum berdiri, para pendiri bertanggung jawab secara pribadi atas segala perbuatan hukum yang telah dilakukan dalam rangka pendirian Perseroan tersebut. Tanggung jawab atas akibat perbuatan hukum yang telah dilakukan ini, yaitu perbuatan hukum yang berkaitan dengan susunan dan penyertaan modal serta susunan saham Perseroan akan menjadi tanggung jawab pribadi dari para pendiri Perseroan, kecuali sebagaimana yang diatur dalam Pasal 10 Ayat (1) dan (2) UUPT perbuatan hukum tersebut dicantumkan dalam akta pendirian Perseroan tersebut, maka Perseroan akan terikat pada hak dan kewajiban yang timbuk akibat dari perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pendiri Perseroan, tetapi apabila hal ini tidak dilakukan maka perbuatan hukum dari para pendiri Perseroan tersebut tidak menimbulkan hak dan kewajiban bagi Perseroan sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Ayat (3) UUPT.
Pada tahap setelah Perseroan berdiri yaitu ketika akta pendirian telah dibuat oleh Notaris namun belum belum disahkan sebagai badan hukum, kedudukan para pendiri Perseroan adalah sebagai pemegang saham sebagaimana disebutkan dalam Pasal 7 Ayat (2) UUPT yang menyatakan bahwa setiap pendiri wajib mengambil bagian saham pada saat Perseroan didirikan. Jadi, pada saat pendirian para pendiri adalah pemegang saham pada Perseroan yang didirikannya itu, namun belum dapat diberlakukan ketentuan dalam Pasal 3 Ayat (1) UUPT yang menyatakan bahwa pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan yang dibuat oleh Perseroan, karena Perseroan belum berbadan hukum. Dengan demikian para pendiri Perseroan pada tahap ini masih harus bertanggung jawab secara pribadi terhadap perbuatan hukum yang telah dilakukannya walaupun perbuatan hukum itu dilakukan untuk kepentingan Perseroan. Tanggung jawab para pendiri Perseroan menurut Pasal 11 Ayat (1) UUPT dapat dialihkan pada Perseroan dengan syarat bahwa Perseroan harus terlebih dahulu mendapat pengesahan sebagai badan hukum dari Menhum dan HAM RI dan Perseroan melakukan tindakan secara tegas untuk menerima semua perjanjian yang dibuat oleh para pendiri Perseroan, mengambil alih semua hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian yang dibuat oleh para pendiri Perseroan. Apabila Perseroan tidak melakukan hal-hal tersebut, maka masing-masing pendiri Perseroan yang melakukan perbuatan hukum tersebut bertanggung jawab secara pribadi atau segala akibat yang timbul.
Pada tahap berikutnya, yaitu pada saat Perseroan telah disahkan sebagai badan hukum, para pendiri Perseroan berkedudukan sebagai pemegang saham dengan menyetor penuh saham yang menjadi bagiannya karena berdasarkan Pasal 26 Ayat (3) UUPT pada saat pengesahan seluruh saham yang dikeluarkan harus sudah disetor penuh pada saat pengesahan Perseroan dengan bukti penyetoran yang sah. Pada tahap ini kedudukan para pendiri Perseroan adalah pemegang saham dan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi nilai saham yang diambilnya sebagaimana ditentuka dalam Pasal 3 Ayat (1) UUPT.
C. Mekanisme Pengesahan Perseroan
Hadirnya masyarakat informasi (information society) yang diyakini sebagai salah satu agenda penting masyarakat dunia pada era globalisasi antara lain ditandai dengan pemanfaatan internet yang semakin marak dalam berbagai aktivitas kehidupan manusia, bukan saja di negara-negara maju tetapi juga di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia. Internet merupakan jaringan besar yang dibentuk oleh interkoneksi jaringan komputer dan komputer tunggal diseluruh dunia, melalui saluran telepon, satelit dan sistem telekomunikasi lainnya.
Terlepas dari manfaatnya, kehadiran internet juga akan mempengaruhi tugas dan kewajiban Notaris. Notaris adalah satu-satunya pejabat umum yang berwenang membuat akta autentik berbagai perbuatan, perjanjian dan penetapan termasuk akta autentik pendirian suatu Perseroan. Dimana dalam proses pengesahan suatu Perseroan menjadi badan hukum oleh Notaris di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dapat dilakukan secara online melalui Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum).
Sisminbakum merupakan situs resmi yang merupakan sistem komputerisasi dalam proses pengesahan pendirian suatu badan hukum yang dimiliki Direktorat Jenderal Administrasi Badan Hukum Umum (Ditjen AHU) Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia yang dapat diakses pada alamat http://www.sisminbakum.com. Sistem ini diresmikan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia yang pada saat itu dijabat oleh Megawati Soekarnoputri pada tanggal 31 januari 2001, yang pelaksanaanya dimulai pada tanggal 1 Maret 2001. sistem ini merupakan bentuk pelayanan pemerintah dalam bidang jasa hukum yaitu terutama dalam hal pengesahan badan hukum. Sisminbakum dibuat berdasarkan kebutuhan masyarakat dan dunia usaha yang semakin berkembang sehingga membutuhkan pelayanan terutama dalam pengesahan suatu badan hukum yang cepat dan akurat. Sebelumnya proses pengesahan Perseroan sebagai badan hukum dilakukan secara manual yang tentunya memerlukan waktu relatif lama dimana untuk sebuah Surat Keputusan (SK) pengesahan Perseroan menjadi badan hukum dibutuhkan waktu sekitar 4 (empat) sampai 6 (enam) bulan atau bahkan lebih.
Pada sistem manual atau sistem lama, seluruh pekerjaan dilakukan secara manual, mulai dari penerimaan berkas dari pihak Notaris yang meliputi pengecekan kelengkapan dan nama, pembayaran dan pembuatan kartu kendali. Dokumen-dokumen pada proses manual ini seluruhnya masih berbentuk kertas laporan, baik pendirian, persetujuan maupun laporannya.
Selanjutnya Korektor yang bertugas memeriksa kelengkapan dokumen-dokumen tersebut yang merupakan surat permohonan pengesahan Perseroan beserta kelengkapan dokumen lainnya yang disampaikan oleh para pendiri atau kuasanya dalam hal ini adalah Notaris12. Selanjutnya dokumen-dokumen tersebut akan kembali diperiksa oleh Kepala seksi (Kasi) teknis, dan Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Badan Hukum yang nantinya akan diklarifikasi lagi oleh Direktur perdata, dimana Tata Usaha merupakan bagian akhir dari proses ini, pembuatan draft Surat Keputusan (SK) Perseroan dan laporan, klarifikasifinal surat Direktur Perdata yang dilanjutkan ke pencetakan SK yang akan ditandatangani oleh Ditjen, terakhir Notaris akan mengambil SK Perseroan dan akta Notaris akan didokumentasikan di bagian Tata Usaha.
Cara kerja manual pada sistem lama, sering menimbulkan masalah keterlambatan. Hal ini dapat terjadi karena para petugas harus memeriksa satu-persatu permohonan yang masuk, sedangkan jumlah jumlah permohonan yang masuk jauh lebih banyak dari jumlah petugas yang ada. Dalam hal ini seringkali human error tidak dapat dihindari sehingga dapat terjadi data yang ada tidak akurat. Selain itu juga pelaksanaan cara kerja manual juga dapat menimbulkan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di kalangan pegawai Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia terutama bila pihak Notaris membutuhkan secepatnya pengesahan atas badan hukum yang sedang diurusnya13. Dari sisi Notaris sistem manual akan membuat proses menjadi tidak efisien, dimana Notaris harus memeriksa hasil dari pembuatan dan pengesahan SK Perseroan yang mereka ajukan langsung ke Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indoneisa di Jakarta. Hal ini terjadi karena seluruh proses hanya akan dapat dilakukan di Jakarta. Hal ini tentu saja menyulitkan bagi para Notaris yang berada dan berkedudukan di luar Jakarta. Sedangkan dari sisi pegawai Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indoneisa dapat menimbulkan banyaknya permohonan yang tertunda penyelesaiannya karena sejak pemeriksaan nama hingga pemeriksaan dokumen menbutuhkan waktu dan kecermatan yang tinggi sedangkan dokumen yang masuk tidak sebanding dengan jumlah pegawai yang ada.
Untuk menghadapi kendala tersebut, maka dengan memanfaatkan teknologi yang semakin berkembang dibuatlah sistem online yang dapat diakses oleh Notaris di seluruh Indonesia yaitu melalui Sisminbakum.
Melalui Sisminbakum seluruh proses pembuatan dilakukan secara online melalui jaringan internet yang dapat diakses oleh setiap Notaris yang mengikuti Sisminbakum dari seluruh wilayah Indonesia. Masing-masing Notaris yang terdaftar pada Sisminbakum akan diberikan user id dan password untuk menjaga keamanan selama pemrosesan14 Notaris dapat melakukan pengawasan langsung melalui jaringan internet 24 jam sehingga dapat mengetahui kemajuan dari pemrosesan dan jika ada kesalahan dapat dilakukan perbaikan secara langsung serta komunikasi antara Ditjen AHU dan Notaris dapat dilakukan melalui e-mail.
Pembayaran biaya dilakukan melalui Bank yang ditunjuk sehingga terjadinya pungutan liar dapat diminimalkan.
Dengan dilaksanakannya Sisminbakum ini terdapat beberapa kemudahan yaitu dari sisi Notaris, dengan sistem ini maka Notaris di seluruh indonesia dapat mengakses langsung dari tempat kedudukannya masing-masing dimana dalam hal ini tentu saja dapat mempersingkat waktu serta jarak yang harus ditempuh dan data-data Perseroan yang dimasukkan pun tersimpan dengan baik dan akurat dalam database Sisminbakum sehingga terjadinya human error dapat dihindarkan, sedangkan dari sisi pegawai Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, dengan Sisminbakum ini dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang ada yaitu sumber daya manusia yang sadar teknologi, selain dapat membentuk sikap dan perilaku kerja yang efisien dan efektif dan juga dengan sisminbakum ini maka praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dapat dihindari karena semuanya diatur melalui sebuah sistem.
Terdapat beberapa keuntungan yang dihasilkan dari penggunaan Sisminbakum ini yang antara lain yaitu adanya peningkatan pelayanan terhadap masyarakat. Pembuatan dan pengesahan SK badan hukum Perseroan yang awalnya menbutuhkan waktu sampai 60 (enam puluh) hari atau lebih menujadi paling lama 1 (satu) minggu dan paling cepat 3 (tiga) hari.
Kualitas sumber daya manusia di lingkungan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia khususnya Ditjen AHU semakin meningkat. Dengan terjadinya perubahan sikap dan perilaku kerja dapat mendorong pegawai menjadi penyedia jasa yang profesional.
Dengan diberlakukannya Sisminbakum ini memungkinkan akses publik baik dari dalam negeri maupun di luar negeri ke dalam situs Ditjen AHU, sehingga dapat memasuki era transparansi dalam usaha yang dapat memberikan keuntungan timbal balik antara stakeholder dengan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Selain itu dengan diberlakukannya Sisminbakum ini fungsi kontrol dan kendali dapat dilaksanakan tanpa memerlukan banyak tenaga melainkan cukup dengan sistem yang terkendali dan juga dengan Sisminbakum ini dapat mencegah dan meminimalisasi korupsi kolusi dan Nepotisme (KKN) dan praktek suap dan pungutan liar
Pada masa sekarang yang dapat menjadi anggota sisminbakum hanyalah Notaris yaitu sebagai pihak yang akan memproses pengesahan Perseroan sebagai badan hukum. Pada tahap awal Notaris melakukan pendaftaran di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Pendaftaran ini tidak dipungut biaya, Notaris hanya mengisi formulir pendaftaran yang disediakan oleh Sisminbakum dan untuk selanjutnya setelah formulir diproses Notaris akan mendapatkan user id serta password untuk dapat mengakses ke alamat sisminbakum di http://www.sisminbakum.com. Sisminbakum merupakan sebuah aplikasi khusus yang diperuntukkan bagi Notaris, untuk itu diperlukan suatu pengamanan berupa password untuk dapat mengakses Sisminbakum. Maka dari itu untuk memulai proses pendirian suatu Perseroan Notaris diharuskan mengisi user id dan password yang bersangkutan pada menu login. User id dan password diberikan hanya kepada Notaris yang telahmengajukan permohonan serta telah mengisi formulir yang disediakan oleh Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Setelah login pada aplikasi Sisminbakum maka hal yang pertama kali harus dilakukan yaitu cek nama Perseroan yang akan didaftarkan. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1998 Tentang Pemakaian Nama Perseroan Terbatas yang pada dasarnya dibuat untuk mengatur tata cara pengajuan permohonan persetujuan pemakaian nama Perseroan serta pedoman pedoman penolakan permohonan persetujuan pemakaiana nama Perseroan, maka setiap pemakaian nama Perseroan harus mendapat persetujuan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI.
Bila nama Perseroan yang diajukan tersebut belum terdaftar, maka yang harus dilakukan adalah melakukan pemesanan nama Perseroan yang akan didaftarkan tersebut. Secara otomatis oleh sistem maka pemesanan nama Perseroan tersebut dikenakan biaya akses fee.
Setelah anda memilih pemesanan nama Perseroan untuk pendirian Perseroan maka selanjutnya adalah mengisikan data-data seperti jenis Perseroan dan tempat kedudukan Perseroan serta singkatan dari Perseroan tetapi bila tidak ada dapat diabaikan. Bila data-data tersebut telah selesai dimasukkan maka selanjutnya adalah memonitoring proses pemeriksaan nama Perseroan tersebut, oleh pihak Dephum dan HAM RI mulai dari tahap pemeriksaan Korektor, Kepala Seksi serta Kasubdit Badan Hukum beserta tanggal, jam pemeriksaannya dan keterangan proses tersebut.
Bila pemesanan nama diterima maka langkah selanjutnya adalah pengajuan nama. Apabila nama yang dipesan tidak diterima oleh Dephum dan HAM RI, maka pada halaman pemesanan nama Perseroan diharuskan memilih point No. 4 yaitu Penggantian Pemesanan Nama Perseroan Karena Ditolak agar nomor kendali sama dan Billing atas nama Perseroan tidak ditagih lagi. Pilihlah nama Perseroan yang akan digantikan nama Perseroannya dengan cara memilih nama Perseroan yang dimaksud, selanjutnya periksa kembali jenis Perseroan, tempat kedudukan apakah telah sesuai dengan data yang tertera diakta Perseroan tersebut. Sama seperti proses diawal, langkah selanjutnya adalah memonitoring proses penggantian nama yang telah dilakukan, apakah nama Perseroan tersebut dapat diterima atau ditolak oleh Dephum dan HAM RI. Bila nama Perseroan yang dipesan diterima maka langkah selanjutnya adalah pengajuan nama Perseroan.
Pengajuan nama Perseroan adalah tahapan yang harus dilakukan untuk melanjutkan proses pemesanan nama Perseroan yang telah diterima sebelum batas waktu 60 (enam puluh) hari sejak nama Perseroan tersebut diterima. Nama Perseroan akan terhapus dengan sendirinya oleh sistem apabila telah melewati masa berlakunya.
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam pengajuan nama Perseroan yaitu pertama-tama memilih menu cek nama kemudian pilih Pengajuan Nama Perseroan setelah itu masukkan nama Perseroan yang akan diajukan prosesnya. Untuk mengajukan nama Perseroan terlebih dahulu harus sudah membayarkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dengan mengisikan tanggal pembayaran PNBP pada kolom yang telah disediakan. Setelah data-data tersebut selesai dimasukkan maka selanjutnya adalah melangkah pada proses selajutnya yaitu Pra Fian 1.
Pra Fian 1 (Prasyarat Fian 1) adalah proses lanjutan yang harus dilalui setelah pengajuan nama Perseroan dan sebelum tahap Fian 1. Pada tahap ini diharuskan mengisikan tanda “Ya” pada dokumen-dokumen yang harus diserahkan ketika memasukkan dokumen fisik. Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam untuk pengisian Pra Fian 1 yaitu pertama-tama pilih menu Pra Fian 1 kemudian pilih nama Perseroan yang akan diajukan dalam proses Fian 1, dalam tahap ini data-data yang harus dilengkapi diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu Prasyarat Kondisional, Prasyarat Wajib dan Prasyarat Opsional.
Prasyarat Kondisional terdiri dari bukti setor modal dari bank, neraca akhir perusahaan, penyetoran modal dan saham dalam bentuk barang, appraisal dan pengumuman dalam dua media massa, Prasyarat Wajib terdiri dari Nomor Pajak Wajib Pajak (NPWP) atas nama Perseroan, bukti pembayaran Tambahan Berita Negara (TBN) dari Perum Percetakan Negara RI dan bukti pembayaran PNBP, sedangkan Persyaratan Opsional terdiri dari Surat Rekomendasi Yayasan (apabila salah satu pendiri adalah Yayasan), Rekomendasi Departemen Koperasi, Surat Perjanjian Kompensasi Piutang Pemegang Saham dan Rancangan Penggabungan Usaha (Merger).
Prasyarat Wajib, Prasyarat Kondisional dan Prasyarat Opsional berbeda-beda untuk setiap jenis Perseroan. Untuk jenis Perseroan Non Fasilitasi Umum, Prasyarat Wajib terdiri dari NPWP atas nama Perseroan, bukti pembayaran TBN dan bukti pembayaran PNBP. Untuk Prasyarat Kondisional terdiri dari bukti setor modal dari bank, neraca akhir perusahaan, penyetoran modal dan saham dalam bentuk barang, appraisal dan pengumuman dalam dua media massa. Sedangkan untuk Prasyarat Opsional terdiri dari surat rekomendasi yayasan apabila salah satu pendiri Perseroan adalah yayasan, rekomendasi Departemen Koperasi apabila salah satu pendiri Perseroan adalah koperasi, surat perjanjian kompensasi piutang pemegang saham, dan rancangan penggabungan usaha (Merger).
Untuk jenis Perseroan PMA (Penanaman Modal Asing), Prasyarat Wajib terdiri dari NPWP atas nama Perseroan, bukti pembayaran TBN, bukti pembayaran PNBP dan surat persetujuan PMA dari BKPM/BKPMD/Kawasan Berikat. Untuk Prasyarat Kondisional terdiri dari bukti setor modal dari Bank, Neraca akhir perusahaan, penyetoran modal dan saham dalam bentuk barang, appraisal dan pengumuman dalam dua media massa. Sedangkan untuk Prasyarat Opsional terdiri dari surat rekomendasi yayasan apabila salah satu pendiri Perseroan adalah yayasan, rekomendasi Departemen Koperasi apabila salah satu pendiri Perseroan adalah koperasi, surat perjanjian kompensasi piutang pemegang saham dan rancangan penggabungan usaha (Merger).
Untuk jenis Perseroan PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri), Prasyarat Wajib terdiri dari NPWP atas nama Perseroan, bukti pembayaran TBN, bukti pembayaran PNBP dan surat persetujuan PMDN dari BKPM/BKPMD/Kawasan Berikat. Untuk Prasyarat Kondisional terdiri dari bukti setor modal dari bank, neraca akhir perusahaan, penyetoran modal dan saham dalam bentuk barang, appraisal dan pengumuman dalam dua media massa. Sedangkan untuk Prasyarat Opsional terdiri dari surat rekomendasi Yayasan apabila salah satu pendiri Perseroan adalah Yayasan, rekomendasi Departemen Koperasi apabila salah satu pendiri Perseroan adalah koperasi, surat perjanjian kompensasi piutang pemegang saham dan rancangan penggabungan usaha (Merger).
Untuk jenis Perseroan BUMN (Badan Usaha Milik Negara), Prasyarat Wajib terdiri dari NPWP atas nama Perseroan, bukti pembayaran TBN, bukti pembayaran PNBP, Peraturan Pemerintah yang menjadi dasar pendirian Perseroan, Surat Keputusan Menteri yang membina BUMN mengenai penetapan modal Perseroan dan Surat Keputusan Menteri mengenai pengangkatan anggota Direksi dan Komisaris. Untuk Prasyarat Kondisional terdiri dari bukti setor modal dari bank, neraca akhir perusahaan, penyetoran modal dan saham dalam bentuk barang, appraisal dan pengumuman dalam dua media massa. Sedangkan untuk Prasyarat Opsional terdiri dari surat rekomendasi yayasan apabila salah satu pendiri Perseroan adalah yayasan, rekomendasi Departemen Koperasi apabila salah satu pendiri Perseroan adalah koperasi, surat perjanjian kompensasi piutang pemegang saham dan rancangan penggabungan usaha (Merger).
Untuk jenis Perseroan perbankan, prasyarat wajib terdiri dari NPWP atas nama Perseroan, bukti pembayaran TBN, bukti pembayaran PNBP dan Surat Izin Operasional Bank Indonesia. Untuk Prasyarat Kondisional terdiri dari bukti setor modal dari bank, neraca akhir perusahaan, penyetoran modal dan saham dalam bentuk barang, appraisal dan pengumuman dalam dua media massa. Sedangkan untuk Prasyarat Opsional terdiri dari surat rekomendasi Yayasan apabila salah satu pendiri Perseroan adalah Yayasan, rekomendasi Departemen Koperasi apabila salah satu pendiri Perseroan adalah koperasi, surat perjanjian kompensasi piutang pemegang saham dan rancangan penggabungan usaha (Merger).
Untuk jenis Perseroan Lembaga Keuangan Non Perbankan, prasyarat wajib terdiri dari NPWP atas nama Perseroan, bukti pembayaran TBN dan bukti pembayaran PNBP.. Untuk Prasyarat Kondisional terdiri dari bukti setor modal dari bank, neraca akhir perusahaan, penyetoran modal dan saham dalam bentuk barang, appraisal dan pengumuman dalam dua media massa. Sedangkan untuk Prasyarat Opsional terdiri dari Surat Izin Operasional dari Bank Indonesia apabila kegiatan Perseroan tersebut harus memiliki izin dari Bank Indoenesia atau Lembaga Keuangan yang terkait, surat rekomendasi yayasan apabila salah satu pendiri Perseroan adalah yayasan, rekomendasi Departemen Koperasi apabila salah satu pendiri Perseroan adalah koperasi, surat perjanjian kompensasi piutang pemegang saham dan rancangan penggabungan usaha (Merger).
Terakhir untuk jenis Perseroan Usaha Khusus, Prasyarat Wajib terdiri dari NPWP atas nama Perseroan, bukti pembayaran TBN danbukti pembayaran PNBP. Untuk Prasyarat Kondisional terdiri dari bukti setor modal dari bank, neraca akhir perusahaan, penyetoran modal dan saham dalam bentuk barang, appraisal dan pengumuman dalam dua media massa. Sedangkan untuk Prasyarat Opsional terdiri dari Surat Izin Usaha Khusus apabila kegiatan Perseroan tersebut harus memiliki izin usaha khusus dari instansi atau lembaga yang terkait, surat rekomendasi yayasan apabila salah satu pendiri Perseroan adalah yayasan, rekomendasi Departemen Koperasi apabila salah satu pendiri Perseroan adalah koperasi, surat perjanjian kompensasi piutang pemegang saham dan rancangan penggabungan usaha (Merger).
Setelah selesai pada tahap Pra Fian 1 selanjutnya memasuki proses Fian 1 yang merupakan tahapan terakhir untuk pengisian data-data Perseroan. Bila data-data yang telah diisikan sesuai menurut Ditjen AHU maka hanya tinggal memasukan dokumen fisik atau mengirimkan dokumen fisik Perseroan ke Dephum dan HAM RI dan tinggal menunggu proses klarifikasi data-data yang telah dimasukan dengan dokumen fisik.
Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk pengisian data Fian 1yaitu pertama-tama masuk ke dalam menu Fian 1, pada halaman Fian 1 diharuskan untuk mengisi data-data dari Perseroan seperti data pokok Perseroan, akta Perseroan, modal Perseroan, pendiri Perseroan dan maksud tujuan Perseroan.
Bila data-data yang telah diisikan telah sesuai dengan akta dan semua persyaratannya, maka selanjutnya adalah memilih Fian 1-Selesai. Pada halaman ini diharuskan memilih kata “YA” apabila yakin dengan pengisian data-data Fian 1 dan semua persyaratannya, sehingga data-data tersebut dapat diperiksa oleh Ditjen AHU atau memilih kata “TIDAK” jika belum yakin untuk menyelesaikan pengisian data-data pada Fian 1.
Setelah menyelesaikan tahap Fian 1 maka proses selanjutnya adalah memonitoring atau melihat proses pengesahan Perseroan tersebut. Pada proses monitoring seluruh proses transaksi yang telah dilakukan sejak pemesanan nama Perseroan sampai dengan proses Surat Keputusan (SK) dapat diketahui prosesnya. Transaksi-transaksi yang dilakukan akan tercatat dalam bentuk tanggal dan jam saat transaksi tersebut dilakukan.
Bila data-data yang telah dimasukan mendapat koreksi atau sesuatu yang harus diperbaiki dapat dilihat dengan detail kesalahannya melalui menu monitoring. Apabila data-data yang dimasukan diterima maka pada halaman monitoring telah terdapat tanggal dan jam pada status Fian Tidak Keberatan Menteri dan diharuskan menyerahkan dokumen fisik Perseroan tersebut selambat-lambatnya 30 hari sejak terdapatnya tanggal dan jam Tidak Keberatan Menteri.
Koreksi terjadi apabila dalam halaman monitoring pada tahapan pemeriksaan korektor, klarifikasi Kasi dan Kasubdit terdapat tanggal dan jam disertai kalimat dikoreksi atau permohonan ditolak disertai dengan keterangan tentang kesalahan yang harus diperbaiki.
Tahap Dokumen Fisik merupakan proses terakhir yang harus dipenuhi untuk melengkapi seluruh rangkaian proses pengesahan badan hukum Perseroan sejak pemesanan nama, Pra Fian, pengisian Fian hingga penyerahan dokumen fisik.
Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pernyataan Tidak Keberatan Menteri Hukum dan HAM RI, notaris yang bersangkutan wajib menyampaikan secara fisik surat permohonan pengesahan akta pendirian atau persetujuan beserta dokumen pendukung yang meliputi NPWP atas nama Perseroan, bukti pembayaran TBN, bukti pembayaran PNBP, bukti setor dari Bank, surat persetujuan PMA dari BKPM/BKPMD/Kawasan Berikat untuk jenis Perseroan PMA, surat persetujuan PMDN dari BKPM/BKPMD/Kawasan Berikat untuk jenis Perseroan PMDN, Peraturan Pemerintah yang menjadi dasar pendirian Perseroan untuk jenis Perseroan BUMN, SK Menteri yang membina BUMN mengenai penetapan modal Perseroan untuk jenis Perseroan BUMN, SK Menteri mengenai pengangkatan anggota Direksi dan Komisaris untuk jenis Perseroan BUMN, surat izin operasional Bank Indonesia untuk jenis Perseroan Perbankan, surat izin usaha khusus untuk jenis Perseroan Usaha Khusus, neraca akhir perusahaan, penyetoran modal dan saham, appraisal dan pengumuman dalam dua media massa, surat rekomendasi yayasan apabila salah satu pendiri Perseroan adalah yayasan, rekomendasi Departemen Koperasi apabila salah satu pendiri Perseroan adalah koperasi, surat perjanjian kompensasi piutang pemegang saham dan rancangan penggabungan usaha (Merger).
Dokumen tersebut dikirimkan ke loket Sisminbakum yang beralamat di Gedung Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Lantai 1 Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia atau pada PO BOX 4020 JKTM 12700.
Selanjutnya setelah Perseroan didaftarkan pada Ditjen AHU melalui Sisminbakum, maka kemudian Perseroan tersebut diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UUPT dan untuk selanjutnya maka Perseroan tersebut telah berbadan hukum secara penuh.
D. Permasalahan Hukum Yang Timbul Dalam Pengesahan Melalui Sisminbakum
Proses pengesahan badan hukum Perseroan dalam Sisminbakum melalui sarana internet yang dilakukan oleh Notaris dimana Notaris cukup mengakses program aplikasi Sisminbakum melalui internet dalam rangka melakukan proses pendaftaran Perseroan menjadi badan hukum dapat menimbulkan berbagai masalah hukum. Permasalahan hukum yang dapat timbul dalam proses ini seperti sah atau tidaknya proses sisminbakum ini, persyaratan hukum yang harus dipenuhi dalam proses elektronik, diperlukan atau tidaknya suatu tanda tangan dalam proses secara elektronik dan sah tidaknya tanda tangan elektronik tersebut, serta mencakup juga pmasalah penyelesaian dan perlindungan hukum apabila terjadi perselisihan dalam proses pengesahan badan hukum Perseroan melalui Sisminbakum tersebut.
Perjanjian dinyatakan sah apabila memenuhi 4 (empat) syarat yang datur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, cakap untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Dalam hal syarat sahnya perjanjian cakap untuk membuat suatu perikatan, pada dasarnya semua orang adalah cakap untuk membuat perikatan, kecuali berdasarkan Undang-Undang adalah mereka yang belum dewasa dan mereka yang berada di bawah pengampuan.
Dalam transaksi elektronik seperti halnya dalam Sisminbakum sangat sulit menentukan seseorang yang melakukan transaksi dan menyatakan dirinya sebagai Notaris apakah orang tersebut cakap untuk melakukan suatu perikatan, karena proses aplikasi yang terjadi tidak secara langsung dilakukan tetapi melalui media internet yang tidak dapat dilihat orang yang melakukan transaksi tersebut. Apabila terbukti orang yang melakukan transaksi tersebut tidak cakap hukum untuk melakukan suatu transaksi, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
Dalam sistem hukum, keberadaan suatu arsip adalah sebagai alat bukti yang dapat menerangkan keberadaan suatu informasi tertentu atau dengan kata lain merupakan sebagai pembuktian terhadap telah terjadinya suatu peristiwa hukum yang mempunyai akibat hukum tertentu bagi hak dan kewajiban para pihak yang bersangkutan. Demikian juga dengan keberadaan arsip elektronik, walaupun sebenarnya memiliki beberapa keunggulan tertentu ternyata tidak dapat dengan mudah ditangkap oleh panca indera sehingga kekuatan pembuktiannya menjadi lemah.
Proses transaksi data secara elektronik seperti halnya aplikasi Sisminbakum harus diperhatikan aspek persyaratan hukumnya karena tidak tertutup kemungkinan akan timbul suatu sengketa dalam proses tersebut yang sulit untuk diselesaikan karena persyaratan-persyaratan hukum yang tidak dapat dipenuhi.
Terdapat beberapa persyaratan hukum yang harus dipenuhi dalam melakukan transaksi atau proses secara elektronik, yaitu :15 1. Autentisitas (Authenticity)
Para pihak yang terlibat dalam transaksi elektronik harus percaya bahwa autentisitas dan komunikasinya diterima. Autentisitas dibutuhkan agar dapat dijadikan alat pembuktian di pengadilan.
2. Integritas (Integrity)
Seorang recipient membutuhkan kepercayaan terhadap keutuhan komunikasi sebelum bertindak untuk melakukan transaksi atau yakin bahwa pesan yang disampaikan tidak diubah. Persyaratan ini juga dibutuhkan oleh hukum sebagai alat pembuktian.
3. Tidak Dapat Disangkal (Non Repudation)
Non repudation menjadi persyaratan hukum ketika pengirim pesan tidak dapat menyangkal bahwa pengirim pesan tersebut tidak pernah mengirimkan pesan.
4. Tertulis dan Tanda Tangan
Hukum mensyaratkan bahwa persetujuan harus memuat dua hal, yaitu dokumen tertulis dan ditandatangani. Jika para pihak masuk dalam kontrak online, maka persyaratan tertulis dan ditandatangani harus dapat diterapkan.
5. Kerahasiaan (Confidentiality)
Kerahasiaan diperlukan untuk melindungi hak kekayaan terhadap informasi. Kerahasiaan sangat diperlukan untuk mencegah akses dan penggunaan informasi yang dapat menyebabkan bahaya bagi pemilik informasi, seperti nomor rekening bank.
Dalam transaksi data elektronik seperti halnya Sisminbakum banyak diperdebatkan mengenai dapatkah data elektronik seperti misalnya e-mail dijadikan sebagai alat pembuktian dalam sistem hukum. Dalam Pasal 164 HIR dan Pasal 1866 KUH Perdata diatur mengenai alat bukti yang dapat diajukan dalam proses persidangan, yaitu bukti tulisan, bukti saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan dan sumpah. Berdasarkan kepada pasal tersebut, tidak ada aturan yang secara pasti menegaskan mengenai data elektronik.
Tanda tangan elektronik atau Digital Signature mengandung prinsip yang berkaitan dengan jaminan bahwa seseorang yang melakukan proses melalui Sisminbakum betul-betul pihak yang berhak dan bertanggung jawab untuk itu dalam hal ini adalah Notaris. Permasalahan hukum yang timbul dalam tanda tangan elektronik ini adalah berkaitan dengan fungsi dan kekuatan hukum sebagai persyaratan tertulis dan tanda tangan serta dapatkah dijadikan bukti dalam persidangan apabila terjadi suatu sengketa.
Permasalan hukum yang dapat timbul dalam proses Sisminbakum adalah berkaitan dengan mekanisme penyelesaian sengketa yang kemungkinan timbul dalam proses Sisminbakum ini. Hingga saat ini belum adanya suatu mekanisme yang benar-benar memadai dalam sistem peradilan di Indonesia.
Oleh karena itu, cara yang harus ditempuh dalam menemukan penyelesaian hukum apabila terjadinya suatu sengketa dalam proses Sisminbakum yaitu melalui penemuan hukum oleh hakim hal ini berdasarkan kepada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Kekuasaan Kehakiman bahwa seorang hakim tidak dapat mengadili perkara yang diajukan dengan alasan bahwa peraturan perundang-undangan yang ada ternyata tidak jelas atau tidak lengkap, melainkan hakim harus tetap mengadili perkara yang diajukan tersebut dan juga hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.
E. Keabsahan Pengesahan Perseroan Melalui Sisminbakum
Perseroan dibentuk berdasarkan suatu perjanjian dimana suatu perjanjian harus terdapat minimal 2 (dua) orang atau lebih yang mengikatkan dirinya dan dituangkan dalam suatu akta otentik yang dibuat oleh Notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia.
Maksud adanya dua orang atau lebih dalam pendirian Perseroan adalah karena Perseroan adalah sebuah perjanjian, sehingga tidak mungkin dalam suatu Perseroan hanya dibuat oleh satu orang saja. Dalam hal ini arti “orang” harus diartikan secara luas bukan hanya orang dalam arti sebenarnya atau natural person tetapi juga pada orang atau manusia dalam arti badan hukum atau rchts person16. Kemudian Perseroan tersebut harus dibuat dalam suatu akta otentik atau akta Notaris, jadi segala hal yang dibuat oleh para pihak dalam perjanjian untuk membentuk suatu Perseroan haruslah otentik dan tidak boleh dibuat dibawah tangan, harus dibuat oleh pejabat umum, dan harus dalam bahasa Indonesia tidak dengan bahasa-bahasa negara lain, namun bukan berarti tidak boleh diterjemahkan dalam bahasa lainnya.
Setelah hal-hal tersebut terpenuhi maka langkah selanjutnya adalah pengajuan permohonan pemgesahan sebagai badan hukum kepada Dephum dan HAM RI yang dalam hal ini permohonan ditujukan kepada Menhum dan HAM RI melalui Ditjen AHU yang dilakukan secara online melalui Sisminbakum yang merupakan sistem komputerisasi dalam proses pengesahan pendirian suatu badan hukum oleh Ditjen AHU.
Dalam Pasal 9 Ayat 2 UUPT ditentukan bahwa pengesahan diberikan dalam waktu 60 (enam puluh hari) terhitung sejak permohonan diterima. Maksud dari pernyataan tersebut adalah bahwa permohonan tersebut harus diterima oleh pejabat yang bersangkutan dalam hal ini Menhum dan HAM RI dan sudah memenuhi syarat serta kelengkapan yang diperlukan.
Selanjutnya dalam UUPT tidak dijelaskan mengenai bagaimana tata cara atau prosedur yang harus dilakukan dalam rangka proses pengajuan permohonan pengumuman agar Perseroan berbadan hukum pada Ditjen AHU sebagaimana disebutkan dalam Pasal 22 Ayat 3 UUPT bahwa tata cara pengajuan permohonan pengumuman dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Maka dari pada itu dalam rangka pengajuan permohonan pengumuman dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia mengacu berdasarkan kepada Keputusan Menteri Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No : M-01.Ht.01.01 Tahun 2001 Tentang Pemberlakuan Sisminbakum dan Keputusan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum No. C-01.Ht.01.01.Tahun 2001 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Dan Pengesahan Akta Pendirian Persetujuan Akta Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas Melalui Sisminbakum Dan Sistem Manual Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum.
Dalam proses pengajuan permohonan pengumuman Perseroan melalui Sisminbakum sampai dengan diumumkannya dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia yang berarti Perseroan tersebut telah berbadan hukum secara penuh dapat dikatakan abasah sepanjang proses tersebut berjalan sebagaimana mestinya seperti yang diatur dalam Keputusan Menteri Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No : M-01.Ht.01.01 Tahun 2001 Tentang Pemberlakuan Sisminbakum dan juga Keputusan Direktur, karena proses tersebut telah mendapat legalisasi atau dijamin oleh pihak yang berwenang dalam hal ini Menhun dan HAM RI dan telah mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dari para pihak tersebut.
F. Penutup
1. Para pendiri Perseroan bertanggung jawab secara pribadi terhadap perbuatan hukum yang dilakukan pada waktu Perseroan belum mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia sebagai badan hukum. Pada proses pengesahan Perseroan menjadi badan hukum, Permasalahan hukum yang mungkin timbul dalam proses ini seperti sah atau tidaknya proses sisminbakum ini, persyaratan hukum yang harus dipenuhi dalam proses elektronik, diperlukan atau tidaknya suatu tanda tangan dalam proses secara elektronik dan sah tidaknya tanda tangan elektronik tersebut, serta mencakup juga permasalah penyelesaian dan perlindungan hukum apabila terjadi perselisihan dalam proses pengesahan badan hukum Perseroan melalui Sisminbakum tersebut. Dalam transaksi elektronik seperti halnya dalam Sisminbakum sangat sulit menentukan seseorang yang melakukan transaksi dan menyatakan dirinya sebagai Notaris apakah orang tersebut cakap untuk melakukan suatu perikatan, karena proses aplikasi yang terjadi tidak secara langsung dilakukan tetapi melalui media internet yang tidak dapat dilihat orang yang melakukan transaksi tersebut. Apabila terbukti orang yang melakukan transaksi tersebut tidak cakap hukum untuk melakukan suatu transaksi, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Apabila terjadi pelanggaran terhadap isi perjanjian pendirian suatu Perseroan, maka dapat dilakukan beberapa tindakan hukum. Pelanggaran terhadap syarat kesepakatan karena adanya kekhilafan, paksaan atau penipuan dan syarat kecakapan, maka tindakan hukum yang dapat dilakukan adalah membatalkan perjanjian pendirian Perseroan tersebut, pembatalan ini dilakukan oleh hakim atas permintaan pendiri atau orang yang menurut undang-undang tidak atau belum cakap hukum, atau dapat juga oleh pendiri yang menurut undang-undang dinyatakan cakap hukum dan diperkenankan untuk mengemukakan ketidakcakapan pendiri yang tidak atau belum cakap hukum tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 1331 KUH Perdata. Sedangkan apabila terjadi pelanggaran syarat suatu hal tertentu, serta pelanggaran syarat suatu sebab yang halal, maka perjanjian pendirian Perseroan tersebut batal demi hukum, artinya dari semula dianggap tidak pernah ada perjanjian atau tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian atau perikatan mengenai pendirian Perseroan.
2. Sebagai badan hukum Perseroan merupakan subyek hukum yang bertanggung jawab secara mandiri terhadap segala perbuatan hukum yang dilakukannya terlepas dari para pendiri atau para pemegang sahamnya.Diharapkan pihak yang berwenang untuk segera membentuk serta mengesahkan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Cyber Law khususnya dalam hal perikatan atau perjanjian secara elektronik atau melalui internet untuk kepentingan penanggulangan permasalahan hukum yang mungkin timbul, sehingga dapat terciptanya suatu kepastian hukum. Apabila timbul suatu permasalahan hukum yang terjadi ketika proses pendaftaran dan pengesahan Perseroan melalui sisminbakum, maka berdasarkan kepada Pasal 16 Ayat (1) Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, bahwa pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya, begitu juga dengan hakim yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara di pengadilan, maka berdasarkan kepada Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, bahwa hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.