Sabtu, 24 Agustus 2013

TUGAS, KEWAJIBAN, WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB PROFESI JABATAN NOTARIS



T

(Menurut UUJN No 30/2004 dan Kode Etik Notaris)
Disampaikan oleh :
Notaris/PPAT Herman Adriansyah, SH, SpN, MH.


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara yang meletakkan hukum sebagai kekuatan tertinggi berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 telah memberikan jaminan bagi seluruh warga negaranya untuk mendapatkan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan pada kebenaran dan keadilan. Jaminan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum tersebut tentunya membutuhkan upaya konkret agar terselenggara dengan seksama sebagai bentuk pertanggung jawaban negara bagi kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Pembuatan akta otentik ada yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. Selain akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan.

Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Dalam berbagai hubungan bisnis, kegiatan di bidang perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, dan lain-lain, kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta otentik makin meningkat sejalan dengan berkembangnya tuntutan akan kepastian hukum dalam berbagai hubungan ekonomi dan sosial, baik pada tingkat nasional, regional, maupun global. Melalui akta otentik yang menentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin kepastian hukum, dan sekaligus diharapkan pula dapat dihindari terjadinya sengketa. Walaupun sengketa tersebut tidak dapat dihindari, dalam proses penyelesaian sengketa tersebut, akta otentik yang merupakan alat bukti tertulis terkuat dan terpenuh memberi sumbangan nyata bagi penyelesaian perkara secara murah dan cepat.

Akta otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak kepada Notaris. Namun, Notaris mempunyai kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam Akta Notaris sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak, yaitu dengan cara membacakannya sehingga menjadi jelas isi Akta Notaris, serta memberikan akses terhadap informasi, termasuk akses terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait bagi para pihak penandatangan akta. Dengan demikian, para pihak dapat menentukan dengan bebas untuk menyetujui atau tidak menyetujui isi Akta Notaris yang akan ditandatanganinya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaturan Notaris dalam Undang-Undang Jabatan Notaris?
2. Bagaimana tinjauan tentang profesi dan kode etik Notaris?
3. Bagaimana pelanggaran yang dilakukan Notaris atas Kode Etik Notaris?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaturan Notaris dalam Undang-Undang Jabatan Notaris.
2. Untuk mengetahui tinjauan tentang profesi dan kode etik Notaris.
3. Untuk memahami pelanggaran yang dilakukan Notaris atas Kode Etik Notaris.

D. Metodologi
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode/cara pengumpulan data atau informasi melalui :
• Penelitian kepustakaan (Library Research); yaitu penelitian yang dilakukan melalui studi literature, undang-undang, dan sebagainya yang sesuai atau yang ada relevansinya (berkaitan) dengan masalah yang dibahas.
Browsing; yaitu mencari data dan informasi melalui media internet.

E. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang penulisan ini, maka terlebih dahulu penulis akan menguraikan sistematika penulisannya agar lebih mudah dipahami dalam memecahkan masalah yang ada, di dalam penulisan ini dibagi dalam 3 (tiga) bab yang terdiri dari:

Bab I : Bab ini merupakan bab pendahuluan yang memuat latar belakang, rumusan masalah, tujuan, metodologi, dan sistimatika penulisan.

Bab II : Bab ini merupakan bab yang berisi tentang pembahasan mengenai kode etik profesi Notaris.

Bab III : Bab ini merupakan bab penutup yang memuat kesimpulan dan saran.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Notaris dalam Undang-Undang Jabatan Notaris

1.1. Sejarah Perkembangan Notaris

Lembaga notaris di Indonesia berasal dari zaman Belanda, Karena Peraturan Jabatan Notaris Indonesia berasal dari Notaris Reglement (Stbl.1660-3) bahkan jauh sebelumnya yakni dalam tahun 1620, Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen mengangkat Notarium Publicum. Notaris pertama di Hindia Belanda ialah Melchior Kerchem dan tugasnya adalah melayani semua surat, surat wasiat di bawah tangan (codicil), persiapan penerangan, akta kontrak perdagangan, perjanjian kawin, surat wasiat (testament), dan akta-akta lainnya dan ketentuan-ketentuan yang perlu dari kota praja dan sebagainya. Melchior Kerchem pada waktu itu menjabat sebagai sekretaris college Van Schepenen di Jakarta sehingga beliau merangkap jabatan sebagai secretaries van den gereclite dan notaries publiek. Baru lima tahun kemudian jabatan-jabatan tersebut dipisahkan dan jumlah notaries pada waktu itu bagi kandidat-kandidat yang telah pernah menjalani masa magang pada seorang Notaris.

Pada tanggal 26 januari 1860, diterbitkannya peraturan Notaris Reglement yang selanjutnya dikenal sebagai Peraturan Jabatan Notaris. Reglement atau ketentuan ini bisa dibilang adalah kopian dari Notariswet yang berlaku di Belanda. Peraturan jabatan notaris terdiri dari 66 pasal. Peraturan jabatan notaris ini masih berlaku sampai dengan diundangkannya undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan Notaris.

Setelah Indonesia merdeka pada tanggal 17 agustus 1945, terjadi kekosongan pejabat notaris dikarenakan mereka memilih untuk pulang ke negeri Belanda. Untuk mengisi kekosongan ini, pemerintah menyelenggarakan kursus-kursus bagi warga negara Indonesia yang memiliki pengalaman di bidang hukum (biasanya wakil Notaris). Jadi, walaupun tidak berpredikat sarjana hukum saat itu, mereka mengisi kekosongan pejabat Notaris di Indonesia.

Selanjutnya pada tahun 1954, diadakan kursus-kursus independen di universitas Indonesia. Dilanjutkan dengan kursus notariat dengan menempel di fakultas hukum, sampai tahun 1970 diadakan program studi spesialis notariat, sebuah program yang mengajarkan keterampilan (membuat perjanjian, kontrak dll) yang memberikan gelar sarjana hukum (bukan CN – candidate notaris/calon notaris) pada lulusannya.

Pada tahun 2000, dikeluarkan sebuah Peraturan Pemerintah nomor 60 yang membolehkan penyelenggaraan spesialis notariat. PP ini mengubah program studi spesialis notarist menjadi program magister yang bersifat keilmuan, dengan gelar akhir Magister Kenotariatan.(disingkat MKn).

Yang mengkhendaki profesi notaris di Indonesia adalah pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi: “Suatu akta otentik ialah suatu akta di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, yang dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya.”

Sebagai pelaksanaan pasal tersebut, diundangkanlah undang-undang nomor 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (sebagai pengganti Statblaad 1860 nomor 30).

Perjalanan Notaris Indonesia mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan Negara dan Bangsa Indonesia. Hal ini ditandai dengan berhasilnya pemerintahan orde Reformasi mengundangkan UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. UU Nomor 30 Tahun 2004 ini merupakan pengganti Peraturan jabatan Notariat (Stbl. 1860-3) dan Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesie (Stbl. 1860:3) yang merupakan Peraturan Pemerintah Kolonial Belanda.

Dalam diktum Penjelasan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 dinyatakan bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum. Prinsip Negara Hukum menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum menunttut antara lain, bahwa lalu lintas hukum dalam kehidupan masyarakat memerlukan adanya alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat.

Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan penuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Dalam berbagai hubungan bisnis, kegiatan di bidang perbankan, pertanahan, kegiatan social, dan lain-lain, kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta otentik makin meningkat sejalan dengan berkembangnya tuntutan akan kepastian hukum dalam berbagai hubungan ekonomi dan sosial, baik pada tingkat nasional, regional, maupun global. Melalui akta autentik yang menentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin kepastian hukum, dan sekaligus diharapkan pula dapat dihindari terjadinya sengketa. Walaupun sengketa tersebut dapat dihindari, dalam proses penyelesaian sengketa tersebut, akta autentik yang merupakan alat bukti tertulis dan terpenuh memberi sumbangan nyata bagi penyelesaian perkara secara murah dan cepat.

Berdasarkan uraian di atas, maka Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Pembuatan akta otentik tertentu tidak ada yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. Selain autentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan.

Menurut pengertian undang undang no 30 tahun 2004 dalam pasal 1 disebutkan definisi Notaris, yaitu: “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana maksud dalam undang-undang ini.” Pejabat umum adalah orang yang menjalankan sebagian fungsi publik dari negara, khususnya di bidang hukum perdata.

Sebagai pejabat umum Notaris adalah:
1. Berjiwa pancasila;
2. Taat kepada hukum, sumpah jabatan, kode etik notaris;
3. Berbahasa Indonesia yang baik;

Sebagai profesional notaris:
1. Memiliki perilaku notaris;
2. Ikut serta pembangunan nasional di bidang hukum;
3. Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat.

Notaris menertibkan diri sesuai dengan fungsi, kewenangan dan kewajiban sebagaimana ditentukan di dalam undang-undang jabatan notaris.

1.2. Pengangkatan dan Pemberhentian Notaris
Notaris sebagai pejabat umum merupakan sebuah profesi hukum yang memiliki posisi yang sangat strategis dalam pembangunan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, untuk dapat diangkat menjadi notaries maka harus memenuhi persyaratan tertentu. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 3 UU Nomor 30 Tahun 2004.

Dinyatakan bahwa syarat untuk dapat diangkat menjadi notaries sebagaimana dimaksud Pasal 3 adalah:
a)      Warga Negara Indonesia;
b)      Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c)      Berumur paling sedikit 27 tahun;
d)      Sehat jasmani dan rohani;
e)      Berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan;
f)        Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris dalam waktu 12 bulan berturut-turut pada kantor notaries atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan;
g)      Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat Negara, advokat, atau tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh Undang-undag dilarang untuk dirangkap dengan jabatan notaries.

Sejalan dengan ketentuan pasal 3 diatas, maka notaries sebagai pejabat umum dan sebagai organisasi profesi dalam menjalankan tugasnya wajib mengangkat sumpah. Sumpah merupakan persyaratan formal yang harus dijalani sebelum memulai menjalankan tugasnya. Dalam pasal 4 ayat (1) dan (2) UU Nomor 30 Tahun 2004 dinyatakan bahwa:

“Sebelum menjalankan jabatannya, notaries wajib mengucapkan sumpah/janji menurut agamanya di hadapan menteri atau pejabat yang ditunjuk. Sumpah janji berbunyi sebagai berikut:

“Saya bersumpah/berjanji:
-Bahwa saya akan patuh dan setia kepada Negara Republik Indonesia, Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia sesuai peraturan perundang-undangan lainnya.
-Bahwa saya akan menjalankan jabatan saya dengan amanah, jujur, saksama, mandiri, dan tidak berpihak.
-Bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya, dan akan menjalankan kewajiaban saya sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai Notaris.
-Bahwa saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya.
-Bahwa saya untuk dapat diangkat dalam jabatan ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan nama atau dalih apapun, tidak pernah dan tidak akan memberikan atau menjanjiakan sesuatu kepada siapa pun.”

Berkaitan dengan ketentuan dalam pasal 4 di atas, maka pengucapan sumpah/janji ini merupakan hal yang sangat prinsipil bagi notaries, sebab jika tidak sempat mengangkat sumpah/janji setelah diangkat dalam jangka waktu dua bulan, pengangkatannya sebagai Notaris dapat dibatalkan oleh Menteri (Pasal 5 dan Pasal 6). Dengan demikian dalam jangka waktu 30 hari setelah disumpah/janji sebagai Notaris wajib menjalankan tugasnya.

Hal ini sesuai ketentuan dalam pasal 7 UU Nomor 30 tahun 2004, dinyatakan bahwa dalam jangka waktu 30 haru terhitung sejak tanggal pengambilan sumpah/janji jabatan notaries, yang bersangkutan wajib:
a)      Menjalankan jabatannya dengan nyata;
b)      Menyampaikan berita acara sumpah/janji jabatan Notaris kepada Menteri, Organisasi Notaris, dan Majelis Pengawas Daerah;
c)      Menyampaikan alamat kantor, contoh tanda tangan, dan paraf, serta teraan cap/stempel jabatan Notaris berwarna merah kepada Menteri dan pejabat lain yang bertanggung jawab di bidang agrarian/pertanahan, Organisasi Notaris, Ketua Pengadilan Negeri, Majelis Pengawas Daerah, serta Bupati atau Walikota di tempat Notaris diangkat.

Sehubungan dengan ketentuan dalam pasal 7 UU Nomor 30 Tahun 2004 di atas, maka Notaris sebagai pejabat umum atau organisasi profesi dalam menjalankan tugasnya dapat berhenti atau diberhentikan karena alasan-alasan tertentu.

Dalam pasal 8 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2004 dinyatakan bahwa Notaris berhenti atau diberhentikan dari jabatannya dengan hormat karena:
a)      Meninggal dunia;
b)      Telah berumur 65 tahun;
c)      Permintaan sendiri;
d)      Tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk melaksanakan tugas jabatan Notaris secara terus-menerus lebih dari 3 tahun, atau
e)      Merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g.

Sementara itu, dalam kaitannya dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) di atas, maka Notaris dapat diberhentikan sementara dari jabatannya karena:
a)      Dalam proses pailit atau penundaan kewajiban pembayaran utang;
b)      Berada di bawah pengampuan;
c)      Melakukan perbuatan tercela; dan
d)      Melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan jabatan.

Sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 7 dan Pasal 8 di atas, maka Notaris dapat diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya oleh menteri atas usul Majelis Pengawas Pusat apabila:
a)      Dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
b)      Berada di bawah pengampuan secara terus menerus lebih dari tiga tahun;
c)      Melakukan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat Notaris; atau
d)      Melakukan pelanggaran berat terhadap kewajiban dan larangan jabatan.

1.3. Kewenangan, Kewajiban, dan Larangan

1.3.1. Kewenangan notaris menurut UUJN (pasal 15)
Kewenangan seorang notaris adalah sebagai berikut:
a.       Membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundangan dan/atau yag dikhendaki oleh yang berkepentingan, untuk dinyatakan dalam akta otentik, menajmin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya sepanjang pembuatan akta tersebut tidak ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

b.      Mengesahkan tanda tangan dan menetapakan kepastian tanggal pembuatan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus (legalisasi).
Legalisasi adalah tindakan mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat dibawah tangan yang dibuat sendiri oleh orang perseorangan atau oleh para pihak diatas kertas yang bermaterai cukup yang di tanda tangani di hadapan notaris dan didaftarkan dalam buku khusus yang disediakan oleh notaris.

c.       Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus (waarmerking).

d.      Membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan.

e.       Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya (legalisir).

f.        Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta.

g.       Membuat akta yang berhubungan dengan pertanahan.

h.       Membuat akta risalah lelang.

i.         Membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan ketik yang terdapat pada minuta akta yang telah di tanda tangan, dengan membuat berita acara (BA) dan memberikan catatan tentang hal tersebut padaminuta akta asli yang menyebutkan tanggal dan nomor BA pembetulan, dan salinan tersebut dikirimkan ke para pihak (pasal 51 UUJN).

1.3.2. Kewajiban notaris menurut UUJN (pasal 16)

Kewajiban seorang notaris adalah sebagai berikut:
1.      Bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;
2.      Membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol notaris, dan notaris menjamin kebenarannya; Notaris tidak wajib menyimpan minuta akta apabila akta dibuat dalam bentuk akta originali.
3.      Mengeluarkan grosse akta, salinan akta dan kutipan akta berdasarkan minuta akta;
4.      Wajib memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam UUJN, kecuali ada alasan untuk menolaknya.
5.      Yang dimaksud dengan alasan menolaknya adalah alasan:
• Yang membuat notaris berpihak,
• Yang membuat notaris mendapat keuntungan dari isi akta;
• Notaris memiliki hubungan darah dengan para pihak;
• Akta yang dimintakan para pihak melanggar asusila atau moral.
6.      Merahasiakan segala suatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah\jabatan.
7.      Kewajiban merahasiakan yaitu merahasiakan segala suatu yang berhubungan dengan akta dan surat-surat lainnya adalah untuk melindungi kepentingan semua pihak yang terkait.
8.      Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 bulan menjadi 1 buku/bundel yang memuat tidak lebih dari 50 akta, dan jika jumlahnya lebih maka dapat dijilid dalam buku lainnya, mencatat jumlah minuta akta, bulan dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;Hal ini dimaksudkan bahwa dokumen-dokumen resmi bersifat otentik tersebut memerlukan pengamanan baik terhadap aktanya sendiri maupun terhadap isinya untuk mencegah penyalahgunaan secara tidak bertanggung jawab.
9.      Membuat daftar dan akta protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga;
10.  Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut uraian waktu pembuatan akta setiap bulan dan mengirimkan daftar akta yang dimaksud atau daftar akta nihil ke Daftar Pusat Wasiat Departemen Hukum Dan HAM paling lambat tanggal 5 tiap bulannya dan melaporkan ke majelis pengawas daerah selambat-lambatnya tanggal 15 tiap bulannya;
11.  Mencatat dalam repotrorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada seiap akhir bulan;
12.  Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara republik indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan;
13.  Membacakan akta di hadapan pengahadap dengan dihadiri minimal 2 orang saksi dan ditanda tangani pada saat itu juga oleh para penghadap, notaris dan para saksi;
14.  Menerima magang calon notaris;

Sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b khusus mengatur akta minuta, maka akta minuta tersebut dapat dibatalkan, karena notaris membuat akta originali. Adapun akta originali tersebut adalah akta:
a)      Pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiunan;
b)      Penawaran pembayaran tunai;
c)      Protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga;
d)      Akta kuasa;
e)      Keterangan kepemilikan;
f)        Akta lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.

1.3.3. Larangan jabatan notaris menurut UUJN (pasal 17)
Notaris dilarang:
1.      Menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;
2.      Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah;
3.      Merangkap sebagai pegawai negeri;
4.      Merangkap sebagai pejabat negara;
5.      Merangkap sebagai advokat;
6.      Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai BUMN, BUMD, atau badan usaha swasta;
7.      Merangkap sebagai pejabat pembuat akta tanah di luar wialayah jabatan notaris;
8.      Menjadi notaris pengganti;
9.      Melakukan profesi lain yang bertentangan dengan norma agam, kesusilaan atau kepatutan yang dapat memengaruhi kehoramatan dan martabat jabatan notaris.

1.4. Tempat Kedudukan, Formasi, dan Wilayah Jabatan Notaris
Notaris dalam menajalankan tugas dan fungsinya harus mempunyai wilayah kerja sebagai tempat kedudukan. Tempat kedudukan notaris ini terbatas pada wilayah kabupaten/kota.

Hal ini sesuai dengan ketentuan pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004, yaitu:
Pasal 18:
(1)   Notaris mempunyai tempat kedudukan di daerah kabupaten atau kota.
(2)   Notaris mempunyai wilayah jabatan meliputi seluruh wilayah provinsi dari tempat kedudukannya.

Pasal 19
(1)   Notaris wajib mempunyai hanya satu kantor, yaitu di tempat kedudukannya.
(2)   Notaris tidak berwenang secara teratur menjalankan jabatan di luar tempat kedudukannya.

Pasal 20

(1)   Notaris dapat menjalankan jabatannya dalam bentuk perserikatan perdata dengan tetap memperhatikan kemandirian dan ketidakberpihakan dalam menjalankan jabatannya.
(2)   Bentuk perserikatan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh para Notaris berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dalam menjalankan jabatan Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.

Dalam kaitannya dengan tempat kedudukan Notaris di atas, maka keberadaan Notaris harus disesuaikan pula dengan kondisi wilayah yang ada di tempat kedudukannya. Oleh karena itu, untuk mencukupi jumlah Notaris di suatu tempat, maka tetap mengacu pada misalnya jumlah penduduk yang ada di wilayah kabupaten/kota tersebut. Hal ini sesuai ketentuan yang diatur dalam UU No.30 Tahun 2004, dinyatakan bahwa:

Pasal 21
Menteri berwenang menentukan Formasi Jabatan Notaris pada daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dengan mempertimbangkan usul dari Organisasi Notaris.

Pasal 22
(1)   Formasi Jabatan Notaris ditetapkan berdasarkan:
  1. kegiatan dunia usaha;
  2. jumlah penduduk; dan/atau
  3. rata-rata jumlah akta yang dibuat oleh dan/atau di hadapan Notaris setiap bulan.

(2)   Ketentuan lebih lanjut mengenai Formasi Jabatan Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.

Berkaitan dengan ketentuan dalam Pasal 22 di atas, maka untuk mencari suasana yang lebih baik, UU Nomor 30 Tahun 2004 ini memberikan kesempatan kepada Notaris untuk pindah tempat wilayah kerja.

Pasal 23
(1)     Notaris dapat mengajukan permohonan pindah wilayah jabatan Notaris secara tertulis kepada Menteri.
(2)     Syarat pindah wilayah jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah setelah 3 (tiga) tahun berturut-turut melaksanakan tugas jabatan pada daerah kabupaten atau kota tertentu tempat kedudukan Notaris.
(3)     Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan setelah mendapat rekomendasi dari Organisasi Notaris.
(4)     Waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak termasuk cuti yang telah dijalankan oleh Notaris yang bersangkutan.
(5)     Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan pindah wilayah jabatan Notaris diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 24
Dalam keadaan tertentu atas permohonan Notaris yang bersangkutan, Menteri dapat memindahkan seorang Notaris dari satu wilayah jabatan ke wilayah jabatan lain.

B. Profesi dan Kode Etik Notaris

2.1. Notaris Sebagai Profesi

Notaris merupakan suatu pekerjaan yang memiliki keahlian khusus yang menuntut pengetahuan luas, serta tanggung jawab yang berat untuk melayani kepentingan umum dan inti tugas notaris adalah mengatur secara tertulis dan autentik hubungan-hubungan hukum antara para pihak yang secara mufakat meminta jasa Notaris.

Menurut Ismail Saleh, Notaris perlu memperhatikan apa yang disebut sebagai perilaku profesi yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
1.      Mempunyai integritas moral yang mantap
2.      Harus jujur terhadap klien maupun diri sendiri (kejujuran intelektual)
3.      Sadar akan batas-batas kewenangannya
4.      Tidak semata-mata berdasarkan uang.

Lebih jauh Ismail Saleh mengatakan bahwa empat pokok yang harus diperhatikan para Notaris adalah sebagai berikut:
1.      Dalam menjalankan tugas profesinya, seorang notaris harus mempunyai integritas moral yang mantap. Dalam hal ini, segala pertimbangan moral harus melandasi pelaksanaan tugas profesinya. Walaupun akan memperoleh imbalan jasa yang tinggi, namun sesuatu yang bertentangan dengan moral yang baik harus dihindarkan.
2.      Seorang Notaris harus jujur, tidak hanya pada kliennya, juga pada dirinya sendiri. Ia harus mengetahui akan batas-batas kemampuannya, tidak member janji-janji sekedar untuk menyenangkan kliennya, atau agar si klien tetap mau memakai jasanya.
3.      Seorang Notaris harus menyadari akan batas-batas kewenangannya. Ia harus menaati ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku tentang seberapa jauh ia dapat bertindak dan apa yang boleh serta apa yang tidak di tempat kedudukannya sebagai notaris.
4.      Sekalipun keahlian seseorang dapat dimanfaatkan sebagai upaya yang lugas untuk mendapatkan uang, namun dalam melaksanakan tugas profesinya ia tidak semata-mata didorong oleh pertimbangan uang. Seorang notaris yang Pancasilais harus tetap berpegang teguh kepada rasa keadilan yang hakiki, tidak terpengaruh oleh jumlah uang, dan tidak semata-mata hanya menciptakan alat bukti formal mengejar adanya kepastian hukum, tapi mengakibatkan rasa keadilan.


2.2. Kode Etik Notaris

Kode Etik bagi profesi Notaris sangat diperlukan untuk menjaga kualitas pelayanan hukum kepada masyarakat oleh karena hal tersebut, Ikatan Notaris Indonesia (INI) sebagai satu-satunya organisasi protesi yang diakui kebenarannya sesuai dengan UU Jabatan Notaris No.30 Tahun 2004, menetapkan Kode Etik bagi para anggotanya.

Jabatan notaris adalah merupakan jabatan kepercayaan.

Undang-undang telah memberi kewenangan kepada para Notaris yang begitu besar untuk membuat alat bukti yang otentik, karenanya ketentuan-ketentuan dalam UU Jabatan Notaris begitu ketatnya dan penuh dengan sanksi, baik sanksi administrasi maupun sanksi pidana tanpa mengurangi kemungkinan diterapkannya sanksi pemberhentian sementara sampai ke pemecatan.

Kode etik notaris sendiri sebagai suatu ketentuan yang mengatur tingkah laku notaris dalam melaksanakan jabatannya, juga mengatur hubungan sesama rekan notaris. pada Pada hakekatnya Kode Etik Notaris merupakan penjabaran lebih lanjut dari apa yang diatur dalam Undang Undang Jabatan Notaris.

Dalam kehidupan bermasyarakat diperlukan suatu profesi dimana seseorang dapat menyelesaikan masalah-masalah hukurn yang dihadapinya yaitu salah satunya dengan menghadap kepada seorang Netarts.

Notaris adalah suatu protesi kepercayaan dan berlainan dengan profesi pengacara, dimana Notaris dalam menjalankan jabatannya tidak memihak. Oleh karena itu dalam jabatannya kepada yang bersangkutan dipercaya untuk rnernbuat alat bukti yang mempunyai kekuatan otentik. Dengan demikian, peraturan atau undang-undang yang mengatur tentang jabatan Notaris telah dibuat sedemikian ketatnya sehingga dapat menjamin tentang otentisitasme akta-akta yang dibuat dihadapannya.

Untuk menjaga kualitas pelayanan kepada masyarakat, maka Asosiasi Profesi Notaris seperti lkatan Notaris Indonesia membuat Kode Etik yang berlaku terhadap para anggotanya

2.2.1.  Kode Etik Profesi

Bertens dalam bukunya tentang etika menyatakan bahwa kode etik profesi merupakan norma yang ditetapkan dan diterima oleh kelompok profesi, yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya dan sekaligus menjamin mutu moral itu di mata masyarakat. Apabila salah satu anggota kelompok profesi itu berbuat menyimpang dari kode etiknya, maka kelompok profesi tersebut akan tercemar di mata rnasyarakat. Oleh karena itu, kelornpok profesi harus menyelesaikan berdasarkan kekuasaannya sendiri

Kode etik profesi merupakan produk etika terapan karena dihasilkan berdasarkan penerapan pemikiran etis atas suatu profesl", Kode etik profesi dapat berubah dan diubah seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga anggota kelompok profesi tidak akan ketinggalan jaman. Kode etik profesi merupakan hasil pengaturan diri profesi yang bersangkutan, dan ini perwujudan nilai moral yang hakiki, yang tidak dipaksakan dari luar. Kode etik ini hanya berlaku efektif apabila dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup dalam lingkungan profesi itu sendiri. Kode etik profesi merupakan rumusan norma moral manusia yang mengemban profesi itu. Kode etik profesi merupakan tolok ukur perbuatan anggota kelompok profesi. Kode etik profesi merupakan upaya pencegahan berbuat yang tidak etis bagi anggotanya.

Kode etik perlu dirumuskan secara tertulis, menurut Sumaryono dalam bukunya tentang Etika Profesi Hukum, Norma-Norma bagi Penegak Hukum mengemukakan  alasannya :

1. sebagai sarana kontrol sosial

2. sebagai pencegah campur tangan pihak lain

3. sebagai pencegah kesalahpahaman dan konflik

Kode Etik Profesi merupakan kriteria prinsip profesional yang telah digariskan, sehingga dapat diketahui dengan pasti kewajiban profesional anggota lama, baru ataupun calon anggota kelompok profesi. Dengan demikian dapat dicegah kemungkinan terjadi konflik kepentingan antara sesama anggota kelompok anggota profesi atau antara anggota kelompok profesi dan masyarakat. Anggota kelompok protesi atau anggota masyarakat dapat melakukan control melalui rumusan kode etik profesi, apakah anggota kelompok protesi telah memenuhi kewajiban profesionalnya sesuai dengan kode etik protesi.

Kode etik profesi telah menentukan standarisasi kewajiban profesional anggota kelompok profesi. Dengan demikian, pemerintah atau masyarakat tidak perlu campur tangan untuk menentukan bagaimana seharusnya anggota kelompok protest melaksanakan kewajiban profesionalnya. Hubungan antara pengemban profesi dengan masyarakat, misalanya antara Notaris dengan klien tidak perlu diatur secara detail dengan undang-undang oleh pemerintah atau oleh masyarakat karena kelompok protesi telah menetapkan secara tertulis norma atau patokan terentu berupa kode etik protesi.

Kode etik protesi pad a dasarnya adalah norma perilaku yang sudah dianggap benar atau yang sudah mapan dan tentunya akan lebih efektif lagi apabila norma berlaku tersebut dirumuskan sedemikian baiknya, sehingga memuaskan pihak-pihak yang berkepentingan. Kode etik profesi merupakan kristalisasi perilaku yang dianggap benar menurut pendapat umum karena berdasarkan pertimbangan kepentingan protesi yang bersangkutan. Dengan demikian kode etik profesi dapat mencegah kesalahpahaman dan konflik, dan sebaliknya berg una sebagai bahan refleksi nama baik protesi. Kode etik protesi yang baik adalah yang mencerminkan nilai moral anggota kelompok profesi sendiri dan pihak-pihak yang membutuhkan pelayanan protesi yang bersangkutan.

2.2.2 . Profesi Notaris

Dalam kehidupan bermasyarakat dibutuhkan suatu ketentuan yang mengatur pembuktian terjadinya suatu peristiwa, keadaan atau perbuatan hukum, sehingga dalam hukum keperdataan dibutuhkan peran penting akta sebagai dokumen tertulis yang dapat memberikan bukti tertulis atas adanya suatu peristiwa, keadaan atau perbuatan hukum tersebut yang menjadi dasar dari hak atau suatu perikatan.

Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan adanya pejabat umum dan atau suatu lembaga yang diberikan wewenang untuk membuat akta otentk yang juga dimaksudkan sebagai lembaga notariat. Lembaga kemasyarakatan yang dikenal sebagai "notariat' ini muncul dari kebutuhan dalam pergaulan sesama manusia, yang menghendaki adanya alat bukti dalam hubungan hukum keperdataan yang ada dan/atau terjadi diantara mereka.

Lembaga Notaris timbul karena adanya kebutuhan masyarakat di dalam mengatur pergaulan hidup sesama individu yang membutuhkan suatu alat bukti mengenai hubungan keperdataan di antara mereka".

Oleh karenanya kekuasaan umum (openbaar gezaag) berdasarkan perundang-undangan memberikan tugas kepada petugas yang bersangkutan untuk membuatkan alat bukti yang tertulis sebagaimana dikehendaki oleh para pihak yang mempunyai kekuatan otentik.

Notaris yang mempunyai peran serta aktivitas daJam prafesi hukum tidak dapat dilepaskan dari persoalan-persoalan mendasar yang berkaitan dengan fungsi serta peranan hukum itu sendiri, dimana hukum diartikan sebagai kaidah-kaidah yang mengatur segala perikehidupan masyarakat, lebih luas lagi hukum berfungsi sebagai alat untuk pembaharuan masyarakat.

Indonesia sebagai negara yang berkembang dan sedang membangun, maka peran serta fungsi hukum bagi suatu prafesi hukum tidaklah lebih mudah daripada di negara yang maju, karena terdapatnya berbagai keterbatasan yang bukan saja mengurangi kelancaran lajunya proses hukum secara tertib dan pasti tetapi juga memerlukan pendekatan dan pemikiran-pemikiran yang menuju kepada suatu kontruksi hukum yang adaptip yang dapat menyeimbangkan berbagai kepentingan yang ada secara mantap.

Tanggung jawab notaris dalam kaitannya dengan prafesi hukum di dalam melaksanakan jabatannya tidak dapat dilepaskan dari keagungan hukurn itu sendiri, sehingga terhadapnya diharapkan bertindak untuk merefleksikannya di dalam pelayanannya kepada masyarakat",

Dua hal yang perlu mendapat perhatian di dalam rangka menjalankan profesinya tersebut :

Adanya kemampuan untuk menjunjung tinggi profesi hukurn yang mensyaratkan adanya integritas pribadi serta kebolehan profesi dan itu dapat dijabarkan ;

1)      Kedalam, kemampuan untuk tanggap dan menjunjung tinggi kepentingan umum yaitu memegang teguh standar profesional sebagai pengabdi hukurn yang baik dan tanggap. berperilaku individual. mampu menunjukkan sifat dan perbuatan yang sesuai bagi seorang pengabdi hukum yang baik,

2)      Keluar, kemampuan untuk berlaku tanggap terhadap perkembangan masyarakat dan lingkungannya, menjunjung tinggi kepentingan urnurn, mampu mengakomodir, menyesuaikan serta mengembangkan norma hukum serta aplikasinya sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat dan teknologi.

Untuk lebih menjelaskan hal tersebutdikutip tulisan dari David Mellinkoff (The Conscience of Lawyer, 1973 ) " Lawyers are obliged to pursue their work according to certain standards of competence, disspasion and faithful/ness, lawyers accept those standards because that is the only way they may be lawyer"

Di Indonesia pengertian profesi itu sendiri dalam pelaksanaannya adalah menciptakan dilakukannya suatu kegiatan kerja tertentu dalam masyarakat yang berbekalkan keahlian yang tinggi serta berdasarkan rasa keterpanggilan, jadi kerja tersebut tidak boleh disamakan dengan kerja biasa, yang bertujuan mencari nafkah dalam jabatannya profesionalisme mensyaratkan adanya tiga watak kerja:

1.      kerja itu merefleksikan adanya itikad untuk merealisasi kebajikan yang dijunjung tinggi dalam masyarakat,

2.      bahwa kerja itu dilaksanakan berdasarkan kemahiran teknis yang bermutu tinggi yang karena itu mensyaratkan adanya pendidikan dan pelatihan yang berlangsung bertahun-tahun secara eksklusif dan be rat,

3.      kualitas teknik dan kualitas moral yang disyaratkan dalam kerja-kerja pemberian jasa profesi dalam pelaksanaannya menundukkan diri pada kontrol sesama yang terorganisasi berdasarkan kode-kode etik yang dikembangkan dan disepakati bersama di dalam organisasi. (lihat Soetandyo Wignyosoebroto,  Profesianalisme dan Etika Protest (makalah pengantar untuk sebuah diskusi Tentang Profesionalisme Khususnya Notaris) upgrading INI.


Di Indonesia pada tanggal 27 Agustus 1620, Melchior Ketchem, Sekretaris dari College Van Scepenen di Jacatra, diangkat sebagai notaris pertama di Indonesia, yang pengangkatannya berbeda dengan pengangkatan notaris pada saat ini dimana di dalam pengangkatannya dimuat sekaligus secara sing kat yang menguraikan pekerjaan dalam bidang dan wewenangnya.

Dalam pasal 1668 KUH Perdata berbunyi sebagai berikut :

Suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya.

Pasal 1868 KUH Perdata hanya menerangkan apa yang dimaksud dengan akta etentik tetapi tidak menjelaskan siapa yang dimaksud dengan pejabat umum itu, tidak menje!askan tempat dimana ia berwenang. sampai dimana batas-batas kewenangannya dan bagaimana bentuk akta-aktanya maka masih harus membentuk Undang-undang untuk mengatur hal-hal tersebut di atas. Perundang-undangan yang dimaksud adalah Peraturan Jabatan Notaris, sehingga dapat dikatakan bahwa PJN adalah peraturan pelaksanaan dari pasal 1868 KUH Perdata tersebut.

Ketentuan mengenai pekerjaan notaris telah diatur dalam Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris (Notaris Reglement (NR) Stbl.1860 :3), yang kemudian dituangkan kembali dalam Pasal 1 Undang-Undang Jabatan Netaris Nomor 30 Tahun 2004 (UUJN). Pasal 1 PJN menegaskan bahwa pekerjaan notaris adalah pekerjaan resmi (ambtelijke verrichtingen) berwenang membuat akta otentik, yang:

1.      Diharuskan oleh suatu peraturan perundang-undangan.

2.      Dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, dan memberikan grosse, salinan dan kutipan akta.

3.      Sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

Sedangkan dalam UUJN jabatan notaris tidak diketemukan lagi bahwa Notaris sebagai pejabat yang satu-satunya berwenang. Dengan demikian masih ada pejabat lainnya yang berdasarkan undang-undang, yaitu :

1.      Turut berwenang (disamping notaris) membuat akta otentik tertentu.

2.      Yang khusus berwenang membuat akta otentik tertentu

Dalam Pasal 1868 KUH Perdata hanya menerangkan pengertian "akta otentik" tetapi tidak menegaskan siapa yang dimaksud dengan "pegawai umum". Peraturan Jabatan Notaris merupakan peraturan pelaksana dari Pasal 1868 KUH Perdata karena notarislah yang dimaksud dengan pejabat umum tertentu.

Undang-undang tidak memberikan definisi tentang pejabat umum tersebut. Definisi dari pejabat umum yang diberikan oleh para ahli hukum sebagai berikut :

"Pejabat umum adalah organ negara yang diperlengkapi dengan kekuasaan umum, berwenang menjalankan sebagian dari kekuasan negara untuk membuat alat bukti tertulis dan otentik dalam bidang hukum perdata"

Sedangkan dalam Pasal 1 Undang-Undang Jabatan Notaris

(UUJN) Republik Indonesia dipaparkan bahwa yang dimaksud dengan Notaris adalah Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UU ini.

Bab III Pasal 15 ayat (1) UUJN mengenai Kewenangan, Kewajiban, Dan Larangan, menyatakan bahwa Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundangan-undangan dan/atau yang dikehendaki o!eh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

Dalam Pasal 15 ayat (2) UUJN menegaskan pula mengenai wewenang Notaris, antara lain:

a.       mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggaJ surat di bawah tangan dengan mendaftar daJam buku khusus;

b.      membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

c.       membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

d.      melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;

e.       memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;

f.        membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau

g.       membuat akta risalah lelang.

Menurut Pasal 15 ayat (3) UUJN. kewenangan-kewenangan lain Notaris diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Wewenang serta pekerjaan utama/pokok para Notaris adalah membuat akta otentik; baik yang dibuat "dihadapan" Notaris (partij akten), maupun yang dibuat "oleh" Notaris (relaas akten). Apabila orang mengatakan akta otentik, pada umumnya dimaksudkan adalah akta yang dibuat "di hadapan' / ”'oleh" Notaris (notariele akten).

Notaris diberi wewenang untuk membuat akta otentik dalam lapangan hukum perdata tetapi notaris tidak dapat mengambil inisiatif sendiri untuk membuat akta otentik tanpa ada permintaan dari pihak-pihak yang menghendaki perbuatan hukum tersebut untuk dituangkan dalam suatu akta otentik.

2.2.3.  Kode Etik Notaris

Notaris dalam menjalankan jabatannya selain mengacu kepada Undang-Undang Jabatan Notaris, juga harus bersikap sesuai dengan etika profesinya. Etika profesi adalah seikap etis yang dituntut untuk dipenuhi oleh profesional dalam mengemban profesinya. Etika profesi berbeda-beda menurut bidang keahliannya yang diakui dafam masyarakat. Etika profesi diwujudkan secara formal ke dalam suatu kode etik. "Kode " adalah segala yang tertulis dan disepakati kekuatan hukumnya oleh kelompok masyarakat tertentu sehingga kode etik dalam hal ini adalah hukum yang berlaku bagi anggota masyarakat profesi tertentu dalam menjalankan profesinya .

Para Notaris yang berpraktek di Indonesia bergabung dalam suatu perhimpunan organisasi yaitu Ikatan Notaris Indonesia (INI). INI merupakan kelanjutan dari De Nederlandsch-Indische Notarieele Vereeniging, yang dahulu didirikan di Batavia pad a tanggal 1 Juli 1908 yang mendapat pengesahan sebagai badan hukum dengan Gouvernements Besluit (Penetapan Pemerintah) tanggal 5 September 1908 Nomor 9. Nama Belanda kemudian diganti atau diu bah menjadi Ikatan Notaris Indonesia yang hingga sekarang merupakan satu-satunya wadah organisasi profesi di Indonesia.

Kemudian mendapat pengesahan dari pemerintah

berdasarkan Keputusan Mentri kehakiman RI pada tanggal 23 Januari 1995 Nomor C2-1011.HT.01.06 Tahun 1995, dan telah diumumkan dalam Berita Negara RI tanggal 7 April 1995 Nomor 28 Tambahan Nomor 1/P-1995, oleh karena itu sebagai dan merupakan organisasi Notaris sebagaimana dimaksud dalam UUJN nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang diundagkan dalam Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 117. Menurut Pasal 1 angka (5) UUJN, menyebutkan bahwa Organisasi Notaris adalah organisasi profesi jabatan Notaris yang terbentuk perkumpulan yang berbadan hukum.

Notaris dengan organisasi profesi jabatannya menjabarkan etika profesi terse but kedalam Kode Etik Notaris. Kode Etik Notaris menurut organisasi profesi jabatan Notaris Hasil Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia (INI) pada tanggal 28 Januari 2005 yang diadakan di Bandung, diatur dalam Pasal 1 angka (2) adalah sebagai berikut :

“Kode Etik Notaris dan untuk selanjutnya akan disebut Kode Etik adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia yang selanjutnya akan disebut “Perkumpulan” berdasar keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota Perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, termasuk di dalamnya para Pejabat Sementara Notaris, Notaris pengganti, dan Notaris Pengganti Khusus.”

Melaksanakan tugas jabatannya seorang Notaris harus berpegang teguh kepada Kode Etik jabatan Notaris. Kode etik adalah tuntunan, bimbingan, pedoman moral atau kesusilaan untuk suatu profesi tertentu atau merupakan daftar kewajiban dalam menjalankan suatu profesi yang disusun oleh anggota profesi itu sendiri damn mengikat mereka dalam mempraktekkarinya. Dengan demikian Kode etik Notaris adalah tuntunan, bimbingan, pedoman moral atau kesusilaan Notaris baik selaku pribadi maupun pejabat umum yang diangkat oleh pemerintah dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat umum khususnya dalam bidang pembuatan akta.(lihat Liliana Tedjosaputro. Elika Profesi Notaris Dalam Penegakan Hukum Pidana, Bigraf Publishing, Yogyakarta. 1995, him 29.)

Pembahasan mengenai Kode etik tidak terlepas dari UndangUndang Jabatan Notaris Nomor 30 tahun 2004. Dalam kode etik Notaris terdiri dari kewajiban, larangan maupun sangsi serta penegakan hukum agar tujuan dari terbentuknya kode etik maupun Uridang-Undang Jabatan Notaris dapat berjalan tertib.

Kode etik notaris menurut Abdulkadir Muhammad meliputi :

a. Etika Kepribadian Notaris, sebagai pejabat umum maupun sebagai profesional;

b. Etika melakukan tugas jabatan;

c. Etika pelayanan terhadap klien;

d. Etika hubungan sesama rekan Notaris;


2.2.4.  Kewajiban dan larangan Notaris berdasarkan Kode Etik Notaris

Kewajiban dan Larangan Notaris tercantum dalam Pasal 3, 4 dan 5 Kode Etik Notaris Hasil Kongres Luar Biasa INl pada tanggal 28 Januari 2005 di Bandung. Kode etik Notaris mengacu pada Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 tahun 2005. Undang-undang Jabatan Notaris tegas dalam hal kewajiban dan larangan terhadap profesi Notaris, seperti yang tercantum dalam Pasal 15,16 dan 17.

Seperti yang telah diterangkan diatas, maka peraturan Kode Etik Notaris hasil Kongres Luar Biasa INI pada tahun 2005 disesuaikan dengan pemikiran dari Abdulkadir Muhammad, maka dalam Kode Etik Notaris berupa kewajiban maupun larangan untuk profesi Notaris dapat dijabarkan sebagai berikut :

1.      Etika kepribadian Notaris :

a)      memiliki moral, akhlak dan kepribadian yang baik,
b)      menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat jabatan notaris
c)      taat hukum berdasarkan Undang Undang Jabatan Notaris, sumpah jabatan dan AD ART Ikatan Notaris Indonesia
d)      Memiliki perilaku profesional
e)      Meningkatkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki tidak terbatas pada ilmu pengetahuan dan kenotariatan

2.      Etika melakukan tugas jabatan

a)      bertindak jujur, mandiri tidak berpihak penuh rasa tanggung jawab;
b)      Menggunakan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut merupakan satu-satunya kantor notaris yang bersangkutan dalam melaksanakan jabatannya sehari-hari;
c)      Memasang papan nama di depan kantornya menurut ukuran yang berlaku;
d)      Menjalankan jabatan Notaris terutama dalam pernbuatan, pembacaan dan penandatanganan akta yang dilakukan di kantor kecuali dengan alasan-alasan yang sah;
e)      Tidak melakukan promosi melalui media cetak ataupun elektronik;
f)        Dilarang bekerja sama dengan biro jasa/orang/badan hukum yang ada sebagai perantara dalam mencari klien.

3.      Etika pelayanan terhadap klien

a)      Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan negara
b)      Memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik tanpa membedakan status ekonominya dan atau status sosialnya.
c)       Memberikan jasa pembuatan akta dan jasa kenotariatan lainnya untuk masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium
d)      Dilarang menandatangani akta yang proses pembuatan minutanya telah dipersiapkan oleh orang lain
e)      Dilarang mengirimkan minuta kepada klien untuk ditandatangani
f)        Dilarang berusaha agar seseorang berpindah dari Notaris Jain kepadanya
g)      Dilarang melakukan pemaksaan kepada klien menahan berkas yang telah diserahkan dengan. maksud agar klien tetap membuat akta kepadanya.

4.      Etika hubungan sesama rekan Notaris

a)      aktif dalam organisasi Notaris;
b)      saling membantu, saling menghormati sesama rekan Notaris dalam suasana kekeluargaan;
c)      harus saling menjaga kehormatan dan membela kehormatan dan nama baik korps Notaris;
d)      tidak melakukan persaingan yang merugikan sesama Notaris, baik moral maupun material;
e)      tidak menjelekkan ataupun mempersalahkan rekan notaris atau akta yang dibuat olehnya. Dalam hal seorang Notaris menghadapi dan/atau menemukan suatu akta yang dibuat oleh rekan Notaris lainnya dan ditemui kesalahan-kesalahan yang serius atau membahayakan kilennya, maka Notaris tersebut wajib memberitahukan dengan cara tidak menggurui, untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan terhadap klien yang bersangkutan ataupun rekan sejawat tersebut;
f)        Dilarang membentuk kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat eksklusif dengan tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi apalagi menutup kemungkinan bagi Notaris lain untuk berpartisipasi;
g)      Tidak menarik karyawan Notaris lain secara tidak wajar.


Dalam aturan main yang telah ditetapkan oleh Kongres INI, Kode Etik ini wajib diikuti oleh seluruh anggota maupun seseorang yang menjalankan profesi Notaris. Hal ini mengingat bahwa profesi notaris sebagai pejabat umum yang harus memberikan rasa aman serta keadilan bagi para pengguna jasanya. Untuk memberikan rasa aman bagi para pengguna jasanya, Notaris harus mengikuti kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan oleh Undang-undang Jabatan Notaris maupun Kode Etik Notaris. Notaris harus bertanggung jawab terhadap apa yang ia lakukan terhadap klien maupun masyarakat.

Kewajiban maupun larangan yang ada merupakan petunjuk moral dan aturan tingkah laku yang ditetapkan bersama oleh anggota Notaris dan menjadi kewajiban bersama oleh seluruh anggota notaris dalam mewujudkan masyarakat yang tertib.

2.2 5. Penegakan hukum Kode Etik Notaris

Pengertian Penegakan hukum dapat dirumuskan sebagai usaha melaksanakan hukum sebagaimana mestinya, mengawasi pelaksanaannya, dan jika terjadi pelanggaran memulihkan hukum yang dilanqqar itu supaya ditegakkan kembali. Penegakkan hukum dilakukan dengan penindakan hukum menurut urutan berikut:

a)      teguran peringatan supaya menghentikan pelanggaran dan jangan berbuat lagi;
b)      pembebanan kewajiban tertentu (ganti kerugian, denda);
c)      penyisihan atau pengucilan (pencabutan hak-hak tertentu);
d)      pengenaan sanksi badan (pidana penjara, pidana mati) Dalam pelaksanaannya tugas penegakan hukum, penegak hukurn wajib menaati norma-norma yang telah ditetapkan;

Penegakan kode etik Notaris adalah usaha melaksanakan kode etik Notaris sebagaimana mestinya, mengawasi pelaksanaannya supaya tidak terjadi pelanggaran, dan jika terjadi pelanggaran memulihkan kode etik yang dilanggar itu supaya ditegakkan kembali.

Penegakan hukum Kode Etik Notaris tercantum dalam Bab IV dan V yaitu dari Pasal 6 sampai dengan Pasal 13, yang meliputi :
1)      Sanksi,
2)      Pengawasan,
3)      Pemeriksaan dan Penjatuhan sanksi,
4)      Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi Pada tingkat Pertama,
5)      Banding dan
6)      Terakhir, Eksekusi atas sanksi-sanksi dalarn Pelanggaran Kode Etik

2.2.6.  Pengawasan

Pengawasan Notaris dimaksud diharapkan oleh pembentuk Undang-undang Jabatan Notaris merupakan lembaga pembinaan agar para Notaris dalam menjalankan jabatannya dapat leblh meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Dalam Pasal 67 ayat (5) UUJN, yang harus diawasi adalah Perilaku Notaris dan Pelaksanaan Jabatan Notaris.

Pengawasan baik preventif dan represif diperlukan bagi pelaksanaan tug as Notaris sebagai pejabat umum. Fungsi Preventif dilakukan oleh Negara sebagai pemberi wewenang yang I dilimpahkan pada instansi pemerintah. Fungsi represif dilakukan oleh organisasi profesi jabatan Notaris dengan acuan kepada UUJN dan Kode Etik Notaris.

Pengawasan Notaris diatur dalam Pasal 67-81 UUJN, yang intinya pengawasan dilakukan oleh Menteri dan dalarn rnelaksanakan pengawasan tersebut Menteri menunjuk Majelis Pengawas, yang terdiri dari Majelis Pengawas Oaerah, Majelis Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas Pusat. Majelis Pengawas terdiri dari 3 unsur yaitu unsur dari Pemerintah, organisasi Notaris dan akademisi.

1. Majelis Pengawas Daerah (MPD)

MPD melakukan pengawasan secara berkala 6 bulan sekali dengan melakukan pemerikasaan protocol Notaris, memberikan izin cuti selama 6 bulan dan pemeriksaan adanyalaporan atau pengaduan dari masyarakat terhadap Notaris.

Apabila ada pengaduan dari masyarakat terhadap Notaris yang melakukan pelanggaran kode etik maupun pelanggaran Undang-Undang jabatan Notaris, maka MPD berwenang menyelenggarakan Sidang tertutup untuk umum, MPD akan memeriksa dan mendengar keterangan pelapor, tanggapan terlapor, memeriksa bukti yang diajukan pelapor dan terlapor, kemudian hasil pemeriksaan dituangkan dalam Berita Acara pemeriksaan (BAP) dan wajib diberikan kepada Majelis Pengawas Wilayah dalam waktu 30 hari dengan tembusan kepada notaris yang bersangkutan, pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia dan Majelis Pengawas Pusat

MPD tidak berwenang membenkan penilaian pembuktian terhadap fakta-fakta hukum dan juga tanpa kewenangan untuk menjatuhkan sanksi

2. Majelis Pengawas Wilayah (MPW)

MPW berwenang meberikan cuti untuk 6 bulan sampai 1 tahun. \ Berdasarkan BAP yang telah diberikan kepada MPW melalui MPD, MPW berwenang melakukan Sidang Pemeriksaan Tertutup untuk umum dan Sidang Pengambilan Keputusan yang terbuka untuk umum. Blla dalam sidang pemeriksaan MPW Netarts tidak terbukti rnelakukan pelanggaran, maka laporan BAP ditolak dan Notaris direhabilitasi nama baiknya. Bila Notaris terbukti melanggar, putusan harus memuat alasan dan pertimbangan yang cukup yang dijadikan dasar untuk menjatuhkan putusan.

MPW membuat berita acara atas setiap keputusan penjatuhan sanksi, yang kemudian disampaikan kepada Mennteri, pelapor, teriapor, MPD, MPP dan pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia.

Apabila Notaris terlapor keberatan alas putusan sidang MPW, maka Notaris dapat mengajukan banding pad a tingkat Majelis Pengawas Pusat

3. Majelis Pengawas Pusat (MPP)

1)      Berwenang memberi cuti notaris untuk jangka waktu 1 tahun lebih.

2)      Menindaklanjuti Notaris yang melakukan banding yang disampaikan melalui MPW.

3)      MPP wajib melakukan Sidang Pemeriksaan dan Sidang Pengambilan Putusan yang terbuka untuk umum.


2.2.7.  Pelanggaran terhadap Kode Etik Notaris

Beberapa contoh pelanggaran terhadap UUJN yang dilakukan oleh oknum Notaris dalam pembuatan akta-akta Notaris, yaitu :

1.      Akta dibuat tanpa dihadiri oleh saksl-saksl, padahal di dalam akta itu sendiri disebut dan dinyatakan "denqan dihadiri saksi-saksi"

2.      Akta yang bersangkutan tidak dibacakan oleh Notaris

3.      Akta yang bersangkutan tidak ditandatangai di hadapan Notaris, bahkan min uta Akta tersebut dibawa oleh orang lain dan ditandatangani oleh dan ditempat yang tidak diketahui oleh Notaris yang bersangkutan

4.      Notaris membuat akta diluar wilayah jabatannya, akan tetapi Notaris yang bersangkutan mencantumkan dalam akta tersebut seolah-oleh dilangsungkan dalam wilayah hukum kewenangannya atau seolah-oleh dilakukan di tempat kedudukan dari Notaris tersebut.

5.      Seorang Notaris membuka kantor cabang dengan cara sertiap cabang dalarn . waktu yang bersamaan melangsungkan dan memproduksi akta Notaris yang seolah-olah kesemua akta tersebut dibuat di hadapan Notaris yang bersangkutan.

Akibat hukum terhadap akta yang dibuat oleh Notaris yang telah rnelakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang Jabatan Notaris, yaitu kata Notaris tersebut tidak otentik dan akta itu hanya mempunyai kekuatan seperti akta yang dibuat di bawah tangan apabila ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan. .

Pelanggaran terhadap UUJN seperti yang dicontohkan di atas, sudah mengakibatkan kerugian terhadap masyarakat atau pengguna jasa Notaris, bisa diajukan oleh masyarakat kepada Majelis Pengawas Daerah. Yang kemudian mekanismenya disesuaikan dengan UUJN. Dalam UUJN ditentukan sanksi-sanksi dalam Pasal 84 dan 85 bagi pelanggaran jabatan Notaris.

Kode etik Notaris yang diatur oleh organisasi Notaris yaitu !katan Notaris Indonesia (IN!) merupakan salah satu organisasi profesi jabatan Notaris yang diakui dan telah mempunyai cabang di seluruh Indonesia. Pelanggaran menurut Kode etik Notaris diatur dalam Pasal 1 angka (9) yaitu :

Pelanggaran adalah perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh Perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Nolaris yang melanggar ketentuan Kode Etik dan/atau disiplin organisasi;

Contoh pelanggaran terhadap kode etik Notaris oleh oknum Notaris dalam menjalankan jabatannya, yaitu :

1)      Notaris menempatkan pegawai/asistennya di suatu tempat tertentu antara lain : di kantor perusahaan. kantor bank yang menjadi klien Notaris tersebut, untuk memproduksi akta-akta yang seolah-oleh sam a dengan dan seperti akta yang memenuhi syarat formal;

2)      Notaris lebih banyak waktu melakukan kegiatan diluar kantornya sendiri, dibandingkan dengan apa yang dilakukan di kantor serta wilayah jabatannya;

3)      Beberapa oknum Notaris untuk memperoleh kesempatan supaya dipakai jasanya oleh pihak yang berkepentingan antara lain instansi perbankan dan perusahaan real estate, berperilaku tidak etis atau melanggar harkat dan martabat jabatannya yaitu : memberikan jasa- imbalan berupa uang komisi kepada instansi yang bersangkutan. bahkan dengan permufakatan menyetujui untuk dipotong langsung secara prosentase dari jumlah honorarium. Besarnya cukup bahkan ada yang sampai 60%. Atau mengajukan permohonan seperti dan semacam rekanan dan menandatangani suatu perjanjian dengan instansi yang sebetulnya adalah klien dari Notaris itu sendiri dengan syarat-syarat yang ditentukan oleh instansi tersebut.

4)      Taktik banting harga yang terjadi di kalangan Notaris diakibatkan oleh Penumpukkan penempatan Notaris di suatu daerah tertentu. Hal ini menjadikan persaingan tidak sehat diantara kalangan Notaris. Hal ini akibat makin ketatnya persaingan pada profesi jabatan Notaris, sejalan dengan banyaknya berdiri praktik-praktik Notaris baru, oleh karena itu untuk menyiasati kondisi yang sedemikian sebagian Notaris memasang tarif untuk jasanya dengan harga dibawah standar.

Berdasarkan contoh di atas, rnasalah yang paling mendasar adalah etika dan moral seorang Notaris, yang notabene adalah seorang pejabat umum. Kalau menyangkut etika dan moral, sulit mengaturnya dalarn bentuk peraturan, balk di tingkat kode etik maupun tingkat peraturan umum. Itu benar-benar menyangkut pribadi Notaris yang bersangkutan. Tampak dari kasus tersebut para Notaris telah menyelewengkan tugas jabatannya dan mengambil pekerjaan di luar wewenangnya.

2.2.8.  Sanksi

Sanksi dalam Kode Etik tercantum dalam pasal 6 :

1.      Sanksi; yang dikenakan terhadap anggota yang melakukan pefanggaran Kode Etik dapat berupa :

a)      Teguran;
b)      peringatan ;
c)      schoorsing (pemecatan sementara) dari keanggotaan perkumpulan ;
d)      onzetfing ( pemecatan) dari keanggotaan perkumpulan;
e)      Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan Perkumpulan

2.      Penjatuhan sanksi-sanksi sebagaimana terurai di atas terhadap anggota yang melanggar kode etik disesuaikan dengan kualitas pelanggaran yang dilakukan anggota.

Yang dimaksud sebagai sanksi adalah suatu hukuman yang dimaksudkan sebagai sarana, upaya dan alat pemaksa ketaatan dan disiplin anggota perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris dalam menegakkan kode etik dan disiplin organisasi.

Penjatuhan sanksi terhadap anggota yang melakukan pelanggaran terhadap kode etik Notaris dilakukan oleh Dewan Kehormatan yang merupakan alat perlengkapan perkumpulan yang berwenang melakukan pemeriksaan atas pelanggaran kode etik termasuk didalamnya juga menjatuhkan sanksi kepada pelanggarnya sesuai dengan kewenangan masing-masing.

Terhadap pelanggaran Notaris dilakukan pengawasan oleh organisasi Notaris yaitu Ikatan Notaris Indonesia (INI) terhadap anggotanya, yang secara langsung mengontrol Notaris yang dilakukan oleh Dewan Kehormatan, yang dalam Pasal 1 angka (8) Kode Etik Notaris :

Dewan Kehormatan adalah alat perlengkapan Perkumpulan sebaga; suatu badan atau lembaga yang mandiri dan bebas dari keberpihakan dalam Perkumpulan yang bertugas untuk :

a)      melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan anggota dalam menjunjung tinggi Kode Etik;
b)      memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan kode etii: yang bersifat internal atau yang tidak mempunyai kaitan dengan kepentingan rnasyarakat secara langsung;
c)      memberikan saran dan pendapat kepada Majelis Pengawas atas dugaan pelanggaran kode etik dan jabatan Notaris.

Dewan Kehormatan memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan kode etik yang sifatnya "internal" atau yang tidak mempunyai kaitan dengan kepentingan masyarakat secara langsung (pasal 1 ayat 8 bagian a)

Pemeriksaan dan penjatuhan sanksi pada tingkat pertama dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan Daerah yang baru akan menentukan putusannya mengenai terbukti atau tidaknya pelanggaran kode etik serta penjatuhan sanksi terhadap pelanggarnya, setelah mendengar keterangan dan pembefaan diri dari keperluan itu. Bila dalam putusan sidang dewan kehormatan daerah terbukti adanya pelanggaran kode etik, maka sidang sekaligus "menentukan sanksi" terhadap pelanggarnya. (pasal 9 ayat (5)).

Sanksi teguran dan peringatan oleh Dewan Kehormatan Daerah tidak wajib konsultasi dahulu demgan Pengurus Daerahnya, tetapi sanksi pemberhentian sementara (schoorsing) atau pemecatan (onzetting) adri keanggotaan diputuskan dahulu dengan pengurus Dasarnya (Pasaf 9 ayat (8)

Pemeriksaan dan penjatuhan sanksi pada tingkat banding dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan Wilayah (Pasal 10). Putusan yang berisi penjatuhan sanksi pemecatan sementara (schoorsing) atau pemecatan (onzetting) dari keanggotaan perkumpulan dapat diajukan/dimohonkan banding kepada Dewan Kehormatan Wilayah. Apabila pemeriksaan dan penjatuhan sanksi dalam tingkat pertama telah dilakukan oleh Dewan Kehormatan Wilayah, berhubung pada tingkat kepengurusan daerah yang bersangkutan belum dibentuk Dewan Kehormatan Daerah, maka keputusan Dewan Kehormatan Wilayah tersebut merupakan keputusan tingkat banding.

Pemeriksaan dan Penjatuhan saksi pad a tingkat terakhir dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan Pusat (pasal 11). Putusan yang berisi penjatuhan sanksi pemecatan sementara (schoorsing) atau pemecatan (onzetting) dari keanggotaan perkumpulan yang dilakukan oleh Dewan Kehormatan Wilayah dapat diajukanl dimohonkan pemeriksaan pada tingkat terakhir kepada Dewan Kehormatan Pusat.

Eksekusi atas sanksi-sanksi dalam pelanggaran kode etik berdasarkan putusan yang ditetapkan oleh dewan Kehormatan Daerah, dewan Kehorrnatan Wilayah maupun yang ditetapkan oleh Dewan Kehormatan Pusat dilaksanakan oleh Penqurus Daerah.

3.      Dalam hal pemecatan sementara secara rind tertuang dalam pasal 13.

Dalam hal pengenaan sanksi pemecatan sementara (schorsing) demikian juga sanksi onzetting maupun pemberhentian dengan tidak hormat sebagai anggota perkumpulan terhadap pelanggaran sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 13 diatas wajib diberitahukan oleh Pengurus Pusat kepada Majelis Pengawas Daerah (MPD) dan tembusannya disampaikan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Notaris merupakan pejabat umum yang membuat akta otentik yang dibutuhkan oleh masyarakat. Diperlukan tanggung jawab terhadap jabatannya, sehingga diperlukan lembaga kenotariatan untuk mengatur perilaku profesi Notaris tersebut. Pada hakekatnya Kode Etik Notaris adalah merupakan penjabaran lebih lanjut apa yang diatur dalam Undang-undang Jabatan Notaris , mengingat Notaris dalarn melaksanakan jabatannya harus tunduk dan mentaati seqala ketentuan dalam Undang-undang yang mengatur jabatannya.

Yang tercantum dalam kode etik notaris yang dibuat oleh organisasi INI yang merupakan satu-satunya organisasi notaris yang berbadan hukum sesuai dengan UUJN. Artinya seluruh notaris wajib tunduk kepada Kode Etik Notaris.

Dalam menjalankan tugasnya seorang Notaris harus berpegang teguh kepada Kode Etik Jabatan Notaris. Dalam Kode Etik Notaris Indonesia telah ditetapkan beberapa kaidah yang harus dipegang teguh oleh Notaris (selain memegang teguh kepada Peraturan Jabatan Notaris), diantaranya adalah:

a.   Kepribadian notaris, hal ini dijabarkan kepada:
1.      Dalam melaksanakan tugasnya dijiwai pancasila, sadar dan taat kepada hukum peraturan jabatan Notaris, sumpah jabatan, Kode Etik Notaris dan berbahasa Indonesia yang baik.

2.      Memiliki perilaku professional dan ikut serta dalam pembangunan nasional, terutama sekali dalam bidang hukum.

3.      Berkepribadian baik dan menjunjung tinggi martabat dan kehormatan Notaris, baik di dalam maupun di luar tugas jabatannya.

b.   Dalam menjalankan tugas, notaris harus:
  1. Menyadari kewajibannya, bekerja mandiri, jujur tidak berpihak dan dengan penuh rasa tanggung jawab.
  2. Menggunakan satu kantor sesuai dengan yang ditetapkan oleh undang-undang, dan tidak membuka kantor cabang dan perwakilan dan tidak menggunakan perantara.
  3. Tidak menggunakan media massa yang bersifat promosi.

c.   Hubungan notaris dengan klien harus berlandaskan:
  1. Notaris memberikan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan jasanya dengan sebaik-baiknya.
  2. Notaris memberikan penyuluhan hukum untuk mencapai kesadaran hukum yang tinggi, agar anggota masyarakat menyadari hak dan kewajibannya.
  3. Notaris harus memberikan pelayanan kepada anggota masyarakat yang kurang mampu.

d.   Notaris dengan sesama rekan notaris haruslah:
  1. Hormat menghormati dalam suasana kekeluargaan.
  2. Tidak melakukan perbuatan ataupun persaingan yang merugikan sesama.
  3. Saling menjaga dan membela kehormatan dan korps notaris atas dasar solidaritas dan sifat tolong menolong secara konstruktif.


C. Pelanggaran dalam Kode Etik Notaris

3.1. Larangan Notaris dalam Menjalankan Tugasnya Jabatannya
Sesuai dengan Rumusan Komisi D Bidang Kode Etik Ikatan Notaris (INI) Periode 1990-1993 mengenai Larangan-larangan dan ketentuan-ketentuan tentang Perilaku Notaris dalam menjalankan jabatannya, yang kemudian ditegaskan kembali berdasarkan Pasal 1 Angka 13 Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia No.M-01.H.T.03.01 Tahun 2003 tentang Kenotarisan, Organisasi Notaris satu-satunya yang diakui oleh Pemerintah adalah Ikatan Notaris Indonesia (“INI”). Kemudian diubah dan dituangkan dalam Kode Etik Notaris yang berlaku saat ini adalah Kode Etik Notaris berdasarkan Keputusan Kongres Luar Biasa INI tanggal 27 Januari 2005 di Bandung (“Kode Etik Notaris”), para anggota Ikatan Notaris Indonesia dilarang :
1.      mempunyai lebih dari 1 (satu) kantor, baik kantor cabang ataupun kantor perwakilan; memasang papan nama dan/atau tulisan yang berbunyi “Notaris/Kantor Notaris” di luar lingkungan kantor;
2.      melakukan publikasi atau promosi diri, baik sendiri maupun secara bersama-sama, dengan mencantumkan nama dan jabatannya, menggunakan sarana media cetak dan/atau elektronik, dalam bentuk: iklan; ucapan selamat; ucapan belasungkawa; ucapan terima kasih; kegiatan pemasaran; kegiatan sponsor, baik dalam bidang sosial, keagamaan, maupun olah raga;
3.      bekerja sama dengan Biro jasa/orang/Badan Hukum yang pada hakekatnya bertindak sebagai perantara untuk mencari atau mendapatkan klien;
4.      menandatangani akta yang proses pembuatan minutanya telah dipersiapkan oleh pihak lain;
5.      mengirimkan minuta kepada klien untuk ditandatangan;
6.      berusaha atau berupaya dengan jalan apapun, agar seseorang berpindah dari Notaris lain kepadanya, baik upaya itu ditujukan langsung kepada klien yang bersangkutan maupun melalui perantaraan orang lain;
7.      melakukan pemaksaan kepada klien dengan cara menahan dokumen-dokumen yang telah diserahkan dan/atau melakukan tekanan psikologis dengan maksud agar klien tersebut tetap membuat akta padanya;
8.      melakukan usaha-usaha, baik langsung maupun tidak langsung yang menjurus ke arah timbulnya persaingan yang tidak sehat dengan sesama rekan Notaris;
9.      menetapkan honorarium yang harus dibayar oleh klien dalam jumlah yang lebih rendah dari honorarium yang telah ditetapkan perkumpulan;
10.  mempekerjakan dengan sengaja orang yang masih berstatus karyawan kantor Notaris lain tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Notaris yang bersangkutan;
11.  menjelekkan dan/atau mempersalahkan rekan Notaris atau akta yang dibuat olehnya. Dalam hal seorang Notaris menghadapi dan/atau menemukan suatu akta yang dibuat oleh rekan sejawat yang ternyata di dalamnya terdapat kesalahan-kesalahan yang serius dan/atau membahayakan klien, maka Notaris tersebut wajib memberitahukan kepada rekan sejawat yang bersangkutan atas kesalahan yang dibuatnya dengan cara yang tidak bersifat menggurui, melainkan untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan terhadap klien yang bersangkutan ataupun rekan sejawat tersebut;
12.  membentuk kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat eksklusif dengan tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi atau lembaga, apalagi menutup kemungkinan bagi Notaris lain untuk berpartisipasi;
13.  menggunakan dan mencantumkan gelar yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
14.  melakukan perbuatan-perbuatan lain yang secara umum disebut sebagai pelanggaran terhadap Kode Etik Notaris, antara lain namun tidak terbatas pada pelanggaran-pelanggaran terhadap: Ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris; Penjelasan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang jabatanNotaris; isi sumpah jabatan Notaris; Hal-hal yang menurut ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan/atau Keputusan-keputusan lain yang telah ditetapkan oleh organisasi Ikatan Notaris Indonesia tidak boleh dilakukan oleh anggota.

Sedangkan pengecualian atau tidak termasuk larangan, adalah:
1.      memberikan ucapan selamat, ucapan berdukacita dengan mempergunakan kartu ucapan, surat, karangan bunga ataupun media lainnya dengan tidak mencantumkan Notaris, tetapi hanya nama saja;
2.      pemuatan nama dan alamat Notaris dalam buku panduan nomor telepon, fax dan telex, yang diterbitkan secara resmi oleh PT. Telkom dan/atau instansi-instandan/atau lembaga-lembaga resmi lainnya;
3.      memasang 1 (satu) tanda penunjuk jalan dengan ukuran tidak melebihi 20 cm x 50 cm, dasar berwarna putih, huruf berwarna hitam, tanpa mencantumkan nama Notaris serta dipasang dalam radius maksimum 100 meter dari kantor Notaris.

3.2. Contoh Kasus Pelanggaran Notaris

3.2.1. Posisi Kasus
- Notaris Feny Sulifadarti dituding melanggar etika profesi notaris oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor. Tidak hanya berperan ganda, Fenny juga menggelapkan sejumlah data tanah dalam akta jual beli.

- Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menuding notaris proyek pengadaan tanah Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), Feny Sulifadarti melanggar etika profesi notaris. Tuduhan itu ditenggarai karena Fenny berperan ganda dalam proses penjualan tanah tersebut. Fenny mengaku berperan sebagai kuasa penjual dan pembuat akta jual beli tanah.

- Notaris boleh menjadi kuasa penjual dengan syarat akta jual beli itu dibuat oleh notaris lain. Untuk menghindari hal itu, makanya saudara Feny Sulifadarti membuat surat kuasa dibawah tangan.

- Menanggapi tudingan itu, Fenny menyatakan bahwa itu adalah kemauan dari pemberi kuasa. Menurutnya, pemilik tanah, Komarudin dan Lasiman, meminta dirinya untuk menjual tanah mereka dengan harga sama dengan Indrawan Lubis.

- Lasiman membantah pernyataan Fenny. Sebelumnya, dalam kesaksiannya, Lasiman membeberkan bahwa Fenny yang menawarkan jasa untuk menjadi kuasa penjual.
- Hal senada juga diutarakan oleh Komarudin. Fenny yang menawarkan. Komarudin mengaku awam soal penjualan tanah, karena itu ia menerima tawaran Fenny.

- Mendengar hal itu, Fenny bersikukuh dialah yang benar.
- Tidak hanya itu, Fenny juga mengaku menerima uang penjualan tanah dari pihak Bapeten. Anehnya, uang sebesar Rp19 miliar, tidak langsung diberikan kepada pemilik tanah. Fenny langsung memotong uang tersebut dengan dalih untuk membayar pajak-pajak dan fee buat dirinya.

- Fenny menerangkan fee yang dia terima selaku kuasa penjual notaris sebesar Rp312 juta. Uang itu digelontorkan untuk biaya pembuatan akta jual beli plus pengurusan izin lokasi.

- Namun, ia tidak merinci besarnya biaya pengurusan.

- Sementara itu untuk biaya pajak, Fenny menerangkan biaya pajak yang dikenakan terdiri dari pajak penjual, pembeli dan pajak waris. Semua sudah saya laporkan kepada pemilik tanah, terangnya.

- Namun, setelah dikonfrontir dengan Komarudin dan Lasiman, keduanya membantah hal itu. Keduanya menerangkan Fenny tidak pernah menunjukan bukti pembayaran pajak kepada mereka.

- Komarudin dan Lasiman mengaku mereka menandatangani kuitansi kosong.

- Terkait dengan penandatanganan akta jual beli, Fenny selaku notaris tidak pernah mempertemukan pihak penjual dan pembeli untuk menandatangani akta.

- Menurut Hakim Mansyurdin , sebagai pejabat umum pembuat akta harusnya Fenny bertindak profesional. Jangan jadi makelar tanah.


3.2.2. Analisis Kasus
Berdasarkan kasus diatas telah dapat dibuktikan bahwa Notaris tersebut melakukan pelanggaran, tidak hanya terhadap UU Jabatan Notaris tetapi juga Kode Etik Notaris.

Etika Kepribadian Notaris menyebutkan bahwa Notaris wajib:
a. memiliki moral, akhlak serta kepribadian yang baik;
b. menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat Jabatan Notari;
c. bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab.

Dengan menjadi kuasa penjual Notaris Feny Sulifadarti tersebut sudah bertindak tidak menghormati dan tidak menjunjung tinggi harkat dan martabat Jabatan Notaris, serta tidak bertindak jujur, dan tidak penuh rasa tanggang jawab. Hal itu terlihat jelas karena pada kenyataannya bahwa seyogyanya seorang Notaris tidak boleh menjadi kuasa penjual, tetapi ia mengingkari hal tersebut dengan cara membuat Surat Kuasa dari penjual kepada dirinya selaku kuasa penjual secara di bawah tangan. Selain itu, sikap tidak jujur Notaris tersebut juga terlihat dalam hal ia memberikan kuitansi kosong untuk ditanda tangani oleh penjual.


3.2.3. Sanksi yang Dapat Dijatuhkan Terhadap Notaris yang Melakukan Pekerjaan Lain

Terhadap Notaris Feny Sulifadarti, tindakan pertama yang dilakukan adalah melaporkan Notaris tersebut kepada MPD dimana ia berkedudukan. Melalui laporan tersebut maka MPD mengambil tindakan yaitu menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan Jabatan Notaris, kemudian membuat dan menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud kepada Majelis Pengawas Wilayah.

Setelah laporan tersebut diterima oleh MPW maka MPW menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan atas laporan masyarakat yang disampaikan melalui Majelis Pengawas Wilayah; memanggil Notaris yang bersangkutan untuk dilakukan pemeriksaan atas laporan tersebut. Kemudian MPW dapat memberikan sanksi berupa teguran lisan atau tertulis, mengusulkan pemberian saksi terhadap Notaris kepada Majelis Pengawas Pusat berupa:
a) pemberhentian sementara 3 (tiga) bulan sampai 6 (enam) bulan;
b) pemberhentian dengan tidak hormat.

Setelah laporan tersebut diteruskan kepada MPP maka MPP mengusulkan pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat kepada Menteri. Sanksi pemberhentian dengan tidak hormat adalah sanksi yang terberat yang kenakan terhadap Notaris yang melakukan pelanggaran Kode Etik dan UU Jabatan Notaris.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam pelaksanaan Tugas, Kewajiban dan wewenangnya jabatan Notaris juga mempunyai Fungsi dan Peran  dalam gerak pembangunan nasional yang semakin kompleks dewasa ini tentunya makin luas dan makin berkembang, sebab kelancaran dan kepastian hukum segenap usaha yang dijalankan oleh segenap pihak makin banyak dan luas, dan hal ini tentunya tidak terlepas dari pelayanan dan produk hukum yang dihasilkan oleh notaris. Pemerintah (sebagai yang memberikan sebagian wewenangnya kepada notaris) dan masyarakat banyak tentunya mempunyai harapan agar pelayanan jasa yang diberikan oleh notaris benar-benar memiliki nilai dan bobot yang dapat diandalkan.

Oleh karena itu, agar Notaris dapat memberikan pelayanan jasa secara maksimal serta menghasilkan “produk” akta yang benar-benar terjaga otentisitasnya sehingga memiliki nilai dan bobot yang handal, maka Notaris harus menjalankan kewajiban yang diamanatkan baik oleh UUJN maupun dalam Kode Etik Notaris dan menghindari larangan-larangan dalam jabatannya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang saling melengkapi antara UUJN dan Kode Etik dalam mengatur ketentuan tentang kewajiban dan larangan serta pengecualian dalam jabatan Notaris.

Dalam menjalankan jabatnnya seorang notaris tidak pernah lepas dari kewajiban yang harus dipenuhi serta untuk memaksimalkan kinerjanya, Notaris pun harus dapat menghindari ketentuan-ketentuan tentang larangan dalam jabatannya.

Pasal 16 dan Pasal 17 UUJN menentukan hal-hal yang menjadi kewajiban dan larangan Notaris yaitu:

Kewajiban:
(1)          bertindak jujur,seksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;
(2)          membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol notaris;
(3)          mengeluarkan groose akta, salinan akta, atau kutipan akta berdasarkan minuta akta;
(4)          memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;
(5)          merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain;
(6)          menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah tidak dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah minuta akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;
(7)          membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga;
(8)          membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta setiap bulan;
(9)          mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke daftar pusat wasiat departemen yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu 5 (lima) hari pada hari minggu pertama setiap bulan berikutnya;
(10)      mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan;
(11)      mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan;
(12)      membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris;
(13)      menerima magang calon Notaris.

Larangan:
(1)          menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;
(2)          meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah;
(3)          merangkap sebagai pegawai negeri;
(4)          merangkap jabatan sebagai pegawai negara;
(5)          merangkap jabatan sebagai Advokat;
(6)          merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta;
(7)          merangkap jabatan sebagai pejabat pembuat akta tanah di luar wilayah jabatan Notaris;
(8)          menjadi Notaris pengganti;
(9)          melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agam, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris.

B. Saran
Berdasarkan uraian tentang kewajiban dan larangan sebagaimana terinci di atas, diharapkan notaris dalam menjalankan jabatannya senantiasa bercermin pada etika moral profesi yang diembannya, taat asas, serta tunduk dan patuh pada setiap peraturan yang mengatur jabatannya tersebut sehingga masyarakat dan semua kalangan benar-benar dapat memaknai profesi notaris sebagai salah satu profesi yang mulia dan bermartabat.

Daftar Pustaka

E. Sumaryono, Etika Profesi Hukum, Kanisius, Yogyakarta, 1995.
Supriadi, Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum Di Indonesia, Sinar Grafika,
Jakarta, 2006.


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

Kode Etk Notaris