Memulai Suatu Penelitian Hukum
Normatif
Kaum intelektual = tridarma perguruan tinggi
- Pendidikan,
- Penelitian,
- Pengabdian terhadap masyarakat.
(Pasal 20 (2) UU No. 20/2003 = Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
Kegiatan penelitian hukum normatif:
- manifestasi pelaksanaan salah satu amanat
tridarma PT
Tujuan penelitian:
untuk mengungkapkan kebenaran ilmiah berdasarkan
tingkat pendidikan dan kualifikasi sang peneliti, mulai dari jenjang pendidikan
Sl, S2 sampai S3.
Penelitian:
·
senantiasa bermula dari rasa ingin tahu (neiwgierigheid) terhadap
suatu permasalahan aktual yang dihadapi.
·
dimaksudkan untuk memperoleh pengetahuan yang benar tentang objek yang diteliti
berdasarkan serangkaian langkah yang diakui komunitas ilmuwan sejawat dalam
suatu bidang keahlian (intersubjektif).
Penemuan hasil penelitian ilmiah:
·
diakui sifat keilmiahannya (wetenschappelijkheid)
·
dapat ditelusuri kembali oleh sejawat yang berminat sebagai hal baru (nieuw
moet zijn).
Kekuatan kajian hukum normatif:
terletak pada langkah-langkah sekuensial yang mudah
ditelusuri ilmuwan hukum lainnya.
Peneliti hukum normatif:
- datang ke perpustakaan bukan dengan ide yg kosong (blank idea)
- datang dengan serangkaian gambaran yang kasar tentang apa yang akan ditelitinya.
- menghadapi sejumlah bahan hukum yang harus dipilah-pilah serta buku teks hukum dan jurnal ilmiah di bidang hukum yang tidak sedikit jumlahnya.
Belum memiliki gambaran tentang apa yang akan
ditelitinya:
datang kepustakaam sbg
kenyataan yang akan sangat menyiksa.
Telah memiliki ide tentang apa yang akan diteliti:
datang ke
perpustakaan:
- dengan rasa ingin
tahu yang sangat besar terhadap bidang pilihannya
- semangat yang tidak kenal
putus asa,
- mengarahkan sang peneliti
Memilih Permasalahan Hukum yang
akan Diteliti
- Tidak semua masalah yang terjadi di sekitar kita merupakan permasalahan hukum.
- Seorang peneliti hukum hanya memfokuskan perhatiannya terhadap permasalahan hukum.
- Dalam ilmu hukum:
·
kajian terhadap penerapan aturan hukum yang didukung oleh teori dan
konsep-konsep di bidang hukum dihadapkan pada fakta hukum yang memunculkan
ketidakpaduan antara kajian teoretis dengan penerapan hukum positif tersebut.
·
Ketidakpaduan antara keadaan yang diharapkan (das sollen) dengan
kenyataan (das sein) menimbulkan tanda tanya mengenai apa sebenarnya
permasalahan hukum dari segi normatif.
· apa
yang diharapkan terjadi akibat penerapan hukum tsb ternyata tdk berfungsi
seperti yg diharapkan atau justru hanya menimbulkan konflik yg menyebabkan
ketidakadilan, ketidaktertiban dan ketidakpastian hukum dalam masyarakat
yang sebenarnya bertentangan dengan cita-cita hukum itu sendiri.
Contoh penelitian normatif dari
segi hukum perdata:
munculnya sengketa waris dalam hubungan dengan
penerapan pasal-pasal dalam UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
(Lembaran Negara RI Tahun 1989 No. 49).
Pasal 2: "Pengadilan
Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat
pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang
diatur dalam UU ini".
Pasal 49 ayat (1): "Pengadilan
Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan
perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang beragama Islam mengenai:
·
perkawinan,
·
kewarisan, wasiat, dan hibah yg dilakukan berdsrkan hukum Islam,
·
wakaf dan sedekah".
Pasal 49 ayat (3) : Bidang kewarisan
sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf (b) ialah penentuan siapa-siapa
yang menjadi ahli waris penentuan- mengenai harta peninggalan, penentuan bagian
masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan
tersebut".
Pasal 50: "Dalam hal terjadi
sengketa mengenai hak milik keperdataan lain dalam perkara-perkara sebagaimana
dimaksud dalam pasal 49, maka khusus mengenai objek yang menjadi sengketa
tersebut harus diputus terlebih dahulu Pengadilan dalam lingkungan Peradilan
Umum”.
Penjelasan umum angka 2 dalam
alinea keenam UU No. 7/1989: “Sehubungan dengan hal tersebut, para pihak sebelum
berperkara dapat mempertimbangkan untuk memilih hukum apa yang akan
digunakan dalam pembagian warisan”.
Analisis sementara terhadap
bahan hukum tersebut:
- menimbulkan tanda tanya menyangkut batas-batas kompetensi absolut badan peradilan agama yang diatur dalam UU No. 7 Tahun 1989 dan kompetensi absolut badan peradilan umum sebagaiman diatur dalam UU No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum.
- Penyelesaian sengketa waris dalam praktik dpt menimbulkan konflik antara dua lembaga peradilan terkait dalam memutus perkara.
Apalagi jika dihadapkan pada fakta hukum:
-- seorang muslim
karena satu dan lain hal dapat berpindah ke agama lain, begitu juga seorang
yang non muslim dapat juga berpindah ke agama Islam sesudah terjadi perkawinan
berdasarkan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Tema sentral penelitian
normatif yang diangkat:
”sengketa waris yang
melibatkan dua lembaga peradilan”
Judul penelitian terhadap isu
hukum tersebut:
”Konflik Kewenangan
Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri Terhadap Sengketa Waris".
Contoh lain gugatan
pembatalan sertifikat atas tanah:
a.
Tumpang tindihnya sertifikat tanah, ketika dalam satu bidang tanah muncul klaim
dari para pihak yang masing-masing mengaku memiliki sertifikat atas bidang
tanah yang sama.
b. sertifikat atas tanah merupakan objek gugatan
perdata di Pengadilan Negeri.
c. sertifikat atas
tanah diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional sebagai Badan Tata Usaha
Negara.
Karena itu:
sertifikat atas tanah memiliki sisi ganda.
-- merupakan Keputusan
Tata Usaha Negara
-- merupakan tanda
bukti hak keperdataan atas kepemilikan seseorang atau suatu badan hukum atas
tanah.
(Pasal 32 PP No. 24/1997 ditegaskan bahwa
sertifikat atas tanah merupakan pembuktian yang kuat)
Penelitian normatif terhadap
permasalahan hukum yang muncul:
tema sentralnya =
mengenai gugatan pembatalan
sertifikat tanah dengan titik berat yang mempersoalkan
kompetensi Badan Peradilan Umum dan Badan Peradilan TUN untuk
memutuskan perkara gugatan pembatalan sertifikat tanah.
bahan-bahan hukum yang
digunakan:
-- Peraturan
perundang-undangan
--
berbagai putusan hakim
terhadap kasus yang sama (asas similia similibus) mulai dari putusan pengadilan
tingkat pertama, banding sampai kasasi dan peninjauan kembali (PK) sampai
putusan berkekuatan hukum yang tetap.
Penelitian hukum normatif:
tidak hanya merupakan penelitian terhadap teks hukum semata, tetapi
melibatkan kemampuan analisis ilmiah terhadap bahan hukum dengan dukungan
pemahaman terhadap teori hukum.
Namun:
pada derajat tertentu juga memerlukan refleksi
kefilsafatan yang diperoleh melalui filsafat hukum.
Contoh penelitian hukum
normatif:
•
keresahan dalam masyarakat karena diundangkannya UU No. 16/2001 tentang
Yayasan.
•
Sengketa keperdataan yang berhubungan dengan yayasan sebagai badan hukum, mulai
bermunculan.
•
Adanya pandangan yang keliru oleh pihak tertentu dalam masyarakat terhadap
harta milik yayasan yang dianggap sebagai milik publik karena menafsirkan
secara sepihak aturan dalam pasal 1 ayat (1) UU No. 16/2001.
Tujuan pemerintah untuk
menertibkan keberadaan yayasan.
•
Memberikan landasan hukum yang kuat yakni untuk menciptakan kepastian hukum
terhadap eksistensi badan hukum yayasan melalui UU No. 16 Tahun 2001
•
mencegah digunakannya yayasan sebagai kedok mencari dana untuk kepentingan
pribadi seperti terungkap pada praktik penggunaan badan hukum yayasan dalam era
Orde Baru.
•
bukan ketertiban yang datang tetapi kekacauan yang muncul.
•
muncul dikalangan organisasi-organisasi keagamaan yang memayungi ratusan bahkan
ribuan yayasan yang benar-benar menjlnkan fungsi sosial, kemanusiaan, dan
keagamaan.
Penelitian normatif:
-- pendekatan konsep (Conceptual approach)
-- perbandingan hukum (comparative approach)
ternyata menunjukkan bahwa:
konsep pendirian yayasan di negara-negara Barat amat berbeda
dengan Indonesia.
Motif pendirian yayasan
di Barat
= filantropis yang
berarti bahwa sang pendiri/para pendiri yayasan adalah orang-orang yang sudah
sangat kaya.
Indonesia = orang yang
berpenghasilan pas-pasan
ada unsur menjadikannya sebagai usaha untuk
memperoleh mata pencarian.
Bertolak dari penemuan tersebut:
Seharusnya pengaturan norma-norma yang kabur (vage
normen) dan berakibat pada pasal-pasal tertentu yang kurang presisi
pengaturannya lebih dipertegas agar tidak ambigu sehingga tidak membuka
kemungkinan munculnya penafsiran berbeda (multitafsir).
Memberikan beberapa rekomendasi untuk membuka jalan
bagi dilakukannya 25 (dua puluh lima) butir amandemen terhadap UU No. 16 Tahun
2001.
Isu hukum (legal issue):
yang dapat diangkat
a.
sangat luas
b.
yang menjadi permasalahan kemasyarakatan dalam bidang hukum.
-
hubungan keperdataan,
- pidana,
- tata usaha negara,
- hukum internasional, dan
berbagai aspek hukum lainnya.
hampir semua problem:
dapat menjadi objek kajian dalam penelitian
normatif.
Menyusun
Rancangan Proposal/Usulan Penelitian
konsekuensi
bagi sang peneliti:
yang
memulai suatu penelitian ilmiah:
a. waktu yang dipakai untuk:
mengumpulkan
bahan-bahan hukum serta buku-buku teks, jurnal ilmiah, dan literatur-literatur
terkait dengan penelitian
b. mengingat jadwal batasan waktu yang
disesuaikan dgn kondisi konsekuensi atas pembiayaan untuk mendukung setiap
tahap yang diperlukan dalam penelitian.
c. kesiapan dan menghindarkan
kegagalan pelaksanaan penelitian
Sebelum
suatu penelitian dimulai:
diwajibkan
menyusun proposal penelitian dengan arahan dari seorang dosen atau penasihat
akademis yang memiliki kualifikasi seorang pembimbing.
Proposal
penelitian:
a. harus dipertahankan di hadapan
panitia penguji.
b. Ujian diselenggarakan untuk
mengkaji:
apakah
penelitian tersebut layak diteruskan atau harus dibatalkan karena menemukan
alasan-alasan tertentu yg menyimpulkan bahwa proposal tsb tidak layak untuk
diteruskan.
alasan
ditolak:
a. penelitian tsb telah mulai
dilaksanakan terlebih dahulu oleh peneliti lain dengan menggunakan metode
penelitian dan pendekatan yang sama,
b. keterbatasan ketersediaan bahan
hukum dan buku-buku penunjang yang diperlukan,
c. kemampuan peneliti dari segi
teoretis dan metodologis
d. manfaat dari hasil penelitian
yang dianggap kurang penting bagi masyarakat dan sumbangannya bagi ilmu
pengetahuan,
e. materi penelitian jika dikaitkan
dengan kondisi politik dan ekonomi negara yang cepat berubah yang dapat
mementahkan. penelitian yang akan dilakukan
tersebut.
Proposal
atau usulan penelitian:
a. Memiliki persyaratan
ilmiah sesuai bobot pendidikan yg ditempuh.
b. Masing-masing perguruan tinggi
memiliki tradisi dan aturan-aturan baku dalam penyusunan skripsi, tesis, maupun
disertasi.
· Beberapa
Universitas mensyaratkan penyusunan tesis (S2)
•
diperlukannya minimal 100 judul buku acuan
•
minimal 5 jurnal ilmiah
•
minimal 5 buku teks yang berbahasa asing.
•
disandarkan pada konsep ilmiah yg dapat dipertanggungjawabkan
Dirjend
Dikti Departemen Pendidikan Nasional
menerbitkan
buku:
"Pedoman
Pelaksanaan Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat oleh Perguruan
Tinggi".
a. standar acuan yang menjadi
pedoman bagi suatu penelitian ilmiah
b. urut-urutan suatu penelitian:
•
Sampul muka
•
Lembar Identitas dan Pengesahan Ringkasan / Summary
•
Kata Pengantar
•
Daftar Isi
•
Daftar Tabel
•
Daftar Gambar
•
Pendahuluan Tinjauan Pustaka
•
Tujuan dan Manfaat Penelitian
•
Metode Penelitian
•
Hasil dan Pembahasan
•
Kesimpulan dan Saran
•
Daftar Pustaka
•
Lampiran
Format baku yang disusun oleh
Ditjen Dikti:
a.
bersifat umum, dan
b. dalam batas
tertentu seharusnya dapat menoleransi penyimpangan-penyimpangan sejauh
menyangkut konfigurasi suatu penelitian yang disandarkan pada tradisi ilmiah
masing-masing disiplin ilmu yang akan diteliti.
Merumuskan Judul
Penelitian
a. Judul
suatu penelitian hukum normatif:
--
merupakan refleksi thdp tema sentral yg menjadi objek lit
-- harus dibuat singkat dan jelas
-- tidak memunculkan
beberapa interpretasi yang menyimpang dari materi yang akan diteliti.
== semakin sedikit suku
kata yang dipakai sebagai judul, akan semakin tajam dan memperkecil
peluang penafsiran yang menyimpang.
== semakin panjang suku kata yang digunakan akan
memperbesar kemungkinan munculnya penafsiran lain yang sesungguhnya
tidak diperlukan dan tidak dikehendaki oleh peneliti tersebut.
Meskipun
demikian:
ada
juga judul yang harus terdiri atas satu kalimat dengan banyak suku kata untuk
mempertajam dan merefleksikan isi dr penelitian terkait secara tegas
Judul
penelitian:
harus
memperhitungkan satu atau dua kata kunci (key words)
karena:
sebagai
karya ilmiah hukum, penelitian tersebut juga ingin dibaca oleh kalangan
hukum atau oleh peneliti sesudahnya.
Keuntungan
memasukkan kata kunci:
Pertama :
ada jaminan bahwa pelayanan pemayaran pustaka (literaturescanning
service) dapat menggolongkan hasil penelitian tersebut dalam klasifikasi
yang benar.
Kedua
: sang peneliti akan mendapatkan judul yang deskriptif
sehingga menarik perhatian orang untuk membaca.
Hal
itu membawa implikasi pada diakuinya kepakaran peneliti tersebut apabila
komunitas ilmuwan sekeahlian mengakui manfaatnya dalam ilmu hukum, baik dari
segi teoretis maupun dari segi praktis.
Latar
Belakang Masalah
a. merefleksikan motivasi
yang mendorong diadakannya suatu penelitian hukum
b. berisi uraian tentang apa yang
menjadi pokok permasalahan yg diangkat sehingga permasalahan tsb penting untuk
diteliti
c. perlu ditunjukkan letak
permasalahan yang akan diteliti dalam konteks teori dengan
permasalahan yang lebih luas, serta apa sumbangan penelitian
tersebut thdp permasalahan yg lebih luas tsb
Suatu
penelitian vang baik:
harus
memberikan manfaat praktis bagi masyarakat dan tentu saja
memberikan sumbangan dari segi teoretis terhadap ilmu hukum.
Perumusan
Masalah:
a. harus dibuat dalam suatu
kalimat yang sejelas mungkin
b. akan menentukan arah
penelitian yang dikehendaki.
Rumusan
konkret permasalahan yang akan diteliti:
harus dilandasi oleh pemikiran teoretis.
Rumusan
masalah dalam suatu penelitian hukum normatif:
a. tidak harus dalam suatu kalimat
tanya, namun dapat juga dalam bentuk pernyataan.
b. tidak sama dgn rumusan masalah suatu
penelitian hukum empiris.
c. hindari kata-kata seperti:
- 'sejauh mana',
- 'seberapa jauh',
- efektivitas aturan perundang-undangan
(bermakna empiris dan memerlukan alat-alat ukur serta pengolahan sejumlah data)
Penelitian
normatif:
sebagai
ilmu praktis direfleksikan dari teknik perumusan masalah yang akan memengaruhi
jumlah bab dan sistematika susunan dan rancangan bab.
Hal
itu berdasarkan urutan logis sistematis dalam menganalisis pembahasan
permasalahan hukum yang diteliti, serta pemecahan masalah yang membawa pada
kesimpulan dan saran tindak yang diperlukan.
Teknik
perumusan masalah:
yang
diangkat dari isu hukum yang akan diteliti, maka:
rancangan
susunan bab sebagai berikut:
Bab
I : Pendahuluan
Bab II : Pembahasan rumusan masalah 1 yang merupakan
legal issue 1 dan sub-legal issue yg terkait dgn pembahasan
terhadap rumusan masalah 1.
Susunan
subbab adalah berdasarkan urutan logis yang dimunculkan dalam menjawab
permasalahan hukum yang merupakan judul bab II
Bab III : Pembahasan rumusan masalah 2 yang merupakan
legal issue 2 dan sub-legal issue yang terkait dengan
pembahasan terhadap rumusan masalah 2.
Bab IV : Pembahasan rumusan masalah 3 yang merupakan legal
issue 3 dan sub-legal issue 3 yang terkait dengan pembahasan terhadap rumusan
masalah 3
Bab
V : Penutup
(isinya adalah simpulan dan saran)
jika
peneliti ingin memberikan elaborasi atas pembahasan terhadap bab-bab sebelumnya
yang terkait dengan temuan-temuan ilmiah atau teori-teori baru yang
dihasilkannya (khusus untuk penulisan tesis dan disertasi)
maka,
ia
bebas menentukan jumlah bab yang diperlukan.
Asalkan:
menjelaskan
dan mempertanggungjawabkan urutan logis sistematis dalam sub bab I
(Pendahuluan) tentang pernggungjawaban Sistematika.
jika
dalam permasalahan hukum (legal issue) yang akan dibahas ada 3 (umumnya
rumusan masalah lebih dari 2 muncul dalam penulisan Tesis dan Disertasi)
maka,
jumlah
babnya akan menyesuaikan menjadi 5 atau 6 bab
Struktur
dan sistematika penulisan:
skripsi,
tesis, dan disertasi tersebut merupakan:
refleksi
ilmu hukum sebagai ilmu praktis normatif dalam memberikan penyelesaian ilmiah
(rasional) terhadap berbagai problem kemasyarakatan yang faktual dan potensial
sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
Jawaban
yang diberikan secara praktis tsb:
harus
bersifat final sesuai apa yang diatur dalam hukum positif
Keaslian
Penelitian
a. memberikan pertanggungjawaban ilmiah bahwa
penelitian yang dilakukannya dijamin keasliannya.
b. Nilai-nilai dan kejujuran ilmiah yang dijunjung
tinggi dan terjaga dalam bidang akademis akan tetap lestari bila seorang
peneliti menyadari kebenaran ilmiah yang ingin diperoleh dalam penelitiannya serta
menghindari hal-hal yang tabu untulk seorang ilmuwan, seperti melakukan
plagiat.
c. memilih bidang konsentrasi tertentu yang
menarik perhatian dan belum dilakukan oleh peneliti sebelumnya.
Keaslian penelitian:
tempat seorang peneliti memberikan pertanggungjawaban
ilmiah terhadap keaslian karyanya
Kriminalisasi
terhadap plagiat:
telah
diatur dalam Pasal 70 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Tujuan Penelitian
•
senantiasa mengikuti apa yang telah menjadi rumusan masalah dan menjelaskan apa
yang ingin diperoleh dalam proses penelitian.
•
harus jelas
dan tegas serta memiliki keterkaitan dgn rumusan masalah
Manfaat Penelitian
•
berisi uraian tentang temuan baru yang diupayakan dan akan dihasilkan dalam
penelitian serta apa manfaat temuan tersebut bagi perkembangan mu pengetahuan
dan atau praktik hukum.
•
dirinci
baik manfaat praktis maupun manfaat teoretis yang dihasilkan dalam penelitian.
Tinjauan
Pustaka:
à berisi uraian
teoretis
à sering juga disebut
kajian teoretis
à menjadi pisau
analisis terhadap pemecahan permasalahan hukum diteliti.
à pendapat para sarjana
hukum yang mempunyai kualifikasi tinggi (the most highly qualified legal
scholars' opinion) digunakan utk mengkaji permasalahan hukum yg dihadapi.
à memuat uraian
sistematis tentang teori dasar yang relevan terhadap fakta hukum dan hasil
penelitian sebelumnya yang berasal dari pustaka mutakhir yang memuat teori,
proposisi, konsep, atau pendekatan terbaru yang berhubungan dengan penelitian
yang akan dilakukan.
Kejujuran
akademis mewajibkan peneliti untuk memaparkan dan menunjukkan sumber-sumber
berbagai teori yang digunakannya.
Metode
Penelitian
•
ciri khas ilmu adalah dengan menggunakan metode.
•
Metode berarti penyelidikan yang berlangsung menurut suatu rencana tertentu.
Menempuh suatu jalan tertentu untuk mencapai tujuan, artinya peneliti tidak
bekerja secara acak-acakan.
•
Langkah-langkah yang diambil harus jelas serta ada pembatasan-pembatasan
tertentu untuk menghindari jalan yang menyesatkan dan tidak terkendalikan.
Metode
ilmiah timbul dengan membatasi secara tegas bahasa yang dipakai oleh ilmu
tertentu.
Penelitian
hukum tentu menggunakan bahasa hukum yang dipahami oleh para sejawat
sekeahlian (intersubjektif) dan setiap pengemban hukum.
Metode
penelitian hukum normatif:
à harus memuat uraian:
-- Tipe Penelitian
(sbg
konsekuensi pemilihan topik permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian yang
objeknya adalah permasalahan hukum.
hukum
adalah kaidah atau norma yang ada dalam masyarakat), maka tipe penelitian yang
digunakan adalah penelitian yuridis normatif, yakni penelitian yang difokuskan
untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum
positif.
Pendekatan
Masalah
tipe
penelitian yuridis normatif:
maka
pendekatan yang digunakan:
pendekatan
perUUan (statute approach) melakukan pengkajian peraturan perUUan yg berhubungan dgn
tema sentral penelitian
pendekatan lain:
yang diperlukan guna memperjelas analisis
ilmiah yg diperlukan dlm lit normatif.
Bahan
Hukum, meliputi:
A. Bahan hukum primer:
yakni bahan hukum yang terdiri atas perat perUUan
yg diurut berdasarkan hierarki:
1.
UUD 1945,
2.
UU/Perpu,
3.
PP,
4.
Peraturan Presiden (Perpres),
5.
Peraturan Daerah (Perda).
== Pasal 2 Tap MPR No. III/MPK/2000 Tentang Sumber
Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundangan
B. Bahan hukum sekunder:
bahan hukum yang terdiri atas:
1.
buku-buku teks (textbooks) yang ditulis para ahli hukum yang berpengaruh
(de herseende leer),
2.
jurnal-jurnal hukum,
3.
pendapat para sarjana,
4.
kasus-kasus hukum,
5.
yurisprudensi. dan
6.
hasil-hasil simposium mutakhir yang berkaitan dengan topik penelitian.
C. Bahan hukum tersier:
adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus
hukum, encyclopedia, dll
Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum
à
Berisi uraian logis prosedur pengumpulan bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder, dan bahan hukum tersier,
à
bagaimana bahan hukum tersebut diinventarisasi dan diklasifikasi dengan
menyesuaikan dengan masalah yang dibahas.
à
sering digunakan sistem kartu.
Bahan hukum yang berhubungan dengan masalah yang
dibahas dipaparkan, disistematisasi, kemudian dianalisis untuk
menginterpretasikan hukum yang berlaku.
Pengolahan dan Analisis Bahan
Hukum
Langkah-langkah yang berkaitan dengan pengolahan
terhadap bahan-bahan hukum yang telah dikumpulkan untuk menjawab isu hukum yang
telah dirumuskan dalam rumusan masalah.
menyangkut kegiatan penalaran ilmiah terhadap
bahan-bahan hukum yang dianalisis, baik menggunakan penalaran induksi, deduksi,
maupun abduksi.
Pertanggungjawaban Sistematika
uraian logis sistematis susunan bab dan subbab
untuk menjawab uraian terhadap pembahasan permasalahan yang dikemukan (isu
hukum/legal issues) selaras dengan tema sentral yang direfleksikan dalam suatu
judul penelitian dan rumusan permasalahannya.
Mengapa suatu bab ditempatkan dalam urutan
tertentu, serta mengapa ada subbab tertentu yg dipertanggung jawabkan secara
logis kritis. Ini semua berkaitan dengan teknik perumusan masalah yang telah
diuraikan sebelumnya.
Pertanggungjawaban sistematika dengan sendirinya
akan memunculkan rancangan susunan bab, yang bakal menjadi pedoman digunakan
oleh seorang peneliti untuk menyusun skripsi, tesis, ataupun disertasi sesuai
dengan jenjang pendidikan yang ditempuhnya.
KESALAHAN-KESALAHAN
DALAM
PENELITIAN HUKUM NORMATIF
DALAM
PENELITIAN HUKUM NORMATIF
Kesalahan utama yang sering
terjadi:
dalam penelitian (pengkajian) hukum
Format Penelitian
memaksakan penggunaan format penelitian empiris
dalam ilmu sosial terhadap penelitian normatif dalam ilmu hukum.
menunjukkan kedangkalan pengetahuan seorang
peneliti
== melupakan karakter
ilmu hukum dalam sisinya sebagai ilmu normatif
-- penelitiannya, diragukan sifat ilmiahnya.
Sebagai ilmu praktis normologis:
kedudukan ilmu hukum yg mandiri harus dipahami letaknya, karena
mengandung konsekuensi terhadap penggunaan metodologi penelitiannya.
Penolakan secara murni dan ekstrem terhadap
penelitian hukum empiris dalam format ilmu sosial tidak bijaksana:
karena:
mengabaikan sumbangannya terhadap penelaahan terhadap
bahan hukum yang dihasilkan guna merespons gejala-gejala yang bertumpu fakta
sosial (ipso facto).
a. fakta-fakta
sosial dapat dijelaskan dengan bantuan hukum
b.
kaidah-kaidah hukum (gejala-gejala hukum) dapat dijelaskan dengan bantuan
fakta-fakta sosial.
Penggunaan dua jenis metode atau
lebih:
secara bersamaan tetap dimungkinkan, asalkan:
pertanggungjawaban
ilmiah terhadap penggunaan masing-masing metode:
dilakukan dengan memberikan
penjelasan dan pembatasan yang jelas dan tegas, serta memberikan penjelasan
yang adekuat mengapa dalam penelitian itu harus menggunakan metode yang
berbeda.
Penelitian empiris dalam format
ilmu sosial terhadap ilmu hukum maupun penelitian hukum normatif:
tidak dapat disintesis begitu
saja secara mudah,
tanpa:
pemahaman yang jelas terhadap hakikat
perbedaan-perbedaan yang mendasari kedua format penelitian sb, serta
konsekuensinya terhadap hasil penelitian yang dilakukan.
Penggunaan Data dan Analisis
Statistik dalam Penelitian
Jika analisis empiris:
dibutuhkan dalam suatu penelitian normatif,
maka,
pendekatan dari segi empiris dapat membantu dalam
penelitian normatif, namun dengan konsekuensi penggunaan metode yang berbeda
dengan pemisahan yang jelas dan tegas.
Sehingga:
kurikulum nasional pendidikan
ilmu hukum
mengajarkan teknik analisis kuantitatif (statistik
digabung dalam mata kuliah metode penelitian hukum)
analisis statistik dilakukan atas dasar pengamatan
atau pengumpulan data-data empiris
tidak
diperlukan dalam literatur normatif murni.
Walpole:
Statistika:
a. statistika deskriptif
(metode-metode yang berkaitan dengan pengumpulan
data dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna)
b. inferensial statistik
(mencakup semua metode yg berhub. dng analisis
sebagian data untuk kemudian sampai pada peramalan atau penarikan kesimpulan
keseluruhan gugus data induknya)
Logika yang digunakan dalam ilmu empiris:
induksi,
(menarik
kesimpulan umum dr premis-premis yg bersifat partikular)
Berdasarkan metode empiris:
satu-satunya sumber pengetahuan adalah pengalaman
(Yunani à empeirikos)
Morris T Keeton:
"either all consious
content, data, of the senses only, or other designated content".
Penelitian normatif:
tidak memerlukan data,
karena:
yang diperlukan adalah analisis ilmiah terhadap
bahan hukum.
Tradisi ilmiah dalam suatu penelitian normatif:
memperbolehkan penggunaan analisis ilmiah ilmu-ilmu
lain (termasuk ilmu empiris) untuk menjelaskan fakta-fakta hukum yang diteliti
dengan cara kerja ilmiah yang ajeg serta cara berpikir yuridis (juridis
denken) mengolah hasil berbagai disiplin ilmu terkait untuk kepentingan
analisis bahan hukum, namun, tidak mengubah karakter khas ilmu hukum sbg ilmu
normatif
Penelitian di jenjang pendidikan
S2:
pemahaman terhadap metode penelitian hukum empiris
mulai diperlukan, karena: ciri khas lapisan keilmuannya berada pada
jenjang pemahaman teori hukum dengan karakter interdisipliner.
Karakter interdisipliner:
keterlibatan berbagai ilmu lain:
untuk kepentingan,
analisis bahan hukum,
karena:
dalam posisi tersebut
teori hukum memiliki dua dimensi,
a. dimensi praktis
b. dimensi empiris.
Peneliti harus memiliki kemampuan melihat
hukum dari:
a. perspektif yuridis ke dalam bahasa non
yuridis, dan
b. mampu mengombinasikan
penggunaan bbrp metode penelitian, terutama mengunakan metode normatif.
bahkan:
untuk memperkuat argumentasi dan analisis
ilmiahnya, ia juga dapat menggunakan format
penelitian
ilmu hukum empiris dengan memberikan batasan-batasan dan pertanggungjawaban
secara ilmiah terhadap penggunaan dua metode yang berbeda terhadap satu
penelitian.
Penelitian hukum normatif:
dapat berlangsung dengan dilengkapi penelitian
empiris tanpa harus mengubah diri dari ilmu normatif menjadi ilmu empiris
tersebut
Penggunaan
Istilah dan Hipotesis
Dalam format penelitian normatif:
Peneliti haruas menghindari:
istilah-istilah yang bersifat empiris
istilah-istilah:
a. sumber data
b. teknik pengumpulan data,
c. analisis data
d. perumusan masalah:
dalam kalimat tanya:
--
'bagaimana' atau 'seberapa efektif, dan 'seberapa jauh' adalah
ex post
sehingga istilah-istilah tersebut bermakna empiris.
Penerapannya
dalam suatu penelitian:
akan
memerlukan alat-alat ukur dan harus melewati tahap pengujian-pengujian yang
biasa digunakan dalam format penelitian ilmu sosial.
Penggunaan hipotesis:
tidak diperlukan dalam suatu penelitian hukum
normatif.
Hipotesis: kata Yunani
Hypo = berarti kurang, thesis = bermakna pendapat.
Hipotesis:
pendapat yang kurang sempurna, atau kesimpulan
sementara yang belum sempurna sehingga diperlukan pembuktian terhadap
kesimpulan tersebut.
Untuk itu:
diperlukan serangkaian tahapan dan alat-alat uji
untuk membuktikan kebenarannya dan dapat saja kesimpulan sementara tersebut
ditolak atau dikukuhkan kebenarannya.
Ketidakpaduan penggunaan hipotesis:
dalam suatu penelitian normatif,
karena:
pembuktian hipotesis tersebut dilakukan berdasarkan
validitas data lapangan, sementara seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa
data bermakna empiris.
Dalam analisis hukum:
pembuatan suatu hipotesis dalam suatu penelitian
hukum normatif hanya dimungkinkan jika kegiatan penalaran hukum yang dilakukan
oleh peneliti bertolak dari penalaran abduksi.
Ini dapat terjadi karena dalam penalaran abduksi,
fakta hukum terberi (given) yang dipandang problematis diandaikan
sebagai suatu aturan hukum yang dapat memberikan penjelasan bermakna terhadap
peristiwa-peristiwa (kejadian) khusus tertentu.
Meskipun demikian:
penggunaan hipotesis tetap tidak adekuat dalam
penelitian hukum normatif.
Penggunaan Content Analysis
dalam Penelitian Normatif
Belakangan ini:
banyak penelitian di tingkat Strata 2 dan Strata 3
yang menggunakan metode normatif, namun analisisnya menggunakan jenis kajian
yang disebut "content analysis".
Penelitian dengan model kajian contents
analysis:
sangat dimungkinkan dalam penelitian ilmu hukum
empiris, namun tidak dapat diterapkan dalam penelitian ilmu hukum
normatif.
Jika suatu penelitian diformat sebagai suatu
penelitian normatif:
tetapi ternyata juga menggunakan model kajian content
analysis,
maka:
sang peneliti telah membuka kedok kedangkalan
pemahaman teoretis dalam penelitian normatif.
Mengapa content analysis tidak
boleh digunakan dalam suatu penelitian hukum normatif ?
Content analysis:
Fred
N. Kerlinger:
is a method of
studying and analyzing communications in a systematic, objective and
quantitative manner to measure variables.
Pauline
V. Young:
is a research
technique for the systematic, objective and quantitative description of the
content of research procured through interviews, questionnaires, schedules, and
other linguistic expression, written or oral.
Lincoln
dan Guba: à Rosengren:
"In general, content
analyis applies empirical and statistical method of textual material”.
Penggunaan
model content analysis:
bersifat
empiris
1. digunakan pada penelitian ilmu sosial
(empiris) atau juga pada ilmu hukum empiris
2. tidak tepat jika digunakan dalam suatu
penelitian hukum normatif.
Dalam
kajian suatu penelitian hukum:
1. pendekatan content
analysis dapat digunakan, tetapi penelitian tersebut termasuk penelitian
dalam format ilmu hukum empiris, bukan dalam format penelitian ilmu hukum
normatif.
2 Jika suatu penelitian
normatif membutuhkan bantuan content analysis yang
bersifat empiris terhadap analisis bahan hukum yang dibuatnya, maka alasan
penggunaan content analysis harus dipertanggungjawabkan secara ilmiah
yang dibahas secara rinci batas-batasnya dalam metode penelitian.
Jika
seorang peneliti:
MEMAKNAI
HUKUM SEBAGAI SUATU SISTEM YAMG TERJADI ATAS TIGA ELEMEN UTAMA: berupa
a. aturan-aturan,
b. prinsip-prinsip, dan
c. moralitas politik
yang
berinteraksi secara positif guna menggerakkan bekerjanya sistem tersebut secara
dinamis.
Melalui
rights thesis nya yang ditujukan sebagai wacana untuk menggugurkan
positivisme versi H.L.A. Hart, Ronald Dworkin menampilkan seorang hakim (mythical
judge) yang oleh Dworkin diakui memiliki kemampuan : “lawyer of
superhuman skill, kearning, patience and acumen”. Hakim tersebut diberinya
nama Hercules untuk menjelaskan pendekatan integral guna memaknai
penerapan hukum secara benar.
Cara
Hercules memandang hukum dari perspektif internal secara utuh sebagaiman
dimaksudkan oleh Dworkin tersebut
misalnya tampak dalam tulisannya di bawah ini.
“Integrity
requires him to construct, for each statue he asked to enforce, some
justification that fits and flows through that statue and is, if possible,
consistens with other legislation in force. This mean he must ask himself which
combination of which principles and policies, with which assignment of relative
importance when these compete, provides the ebst case for what the plain words
of the statute plainly require. Since Hercules is now justifiying a staute
rather than a set pf common law precedent, the particular constraint we
identified in (common law) no longer holds, he must consider justifications of
policy as well as of principle, and in some cases it might be problematic which
form of justification whould be some more appropiate”.
Cara
Dworkin menyampaikan rights thesis dalam prspektif internal menunjukkan bahwa
hukum meliputi prinsip-prinsip, standar-standar juga aturan-aturan, dan
keputusan publik yang terintegrasi dan oleh sebagian ilmuwan hukum disebut Content
Theory. Content theory yang dimaksud tidak dibahas secara jelas oleh
Dworkin, namun dari tulisan-tulisannya secara ekplisit dapat dimaknai bahwa
bukan tidak mungkin hal itu juga merupakan hasil derivasi para teoretikus hukum
yang lain. Dengan demikian, berarti jelas ada perbedaan antara content
theory yang dimaksud dengan yang biasa digunakan dalam ilmu sosial.
Unsur
penting dalam penggunaan model dan pendekatan suatu penelitian hukum, terletak
pada pemahaman hakikat dan cara kerja ilmiah ilmu hukum normatif dan ilmu hukum
empiris, sebagaimana telah dibahas dalam bab-bab sebelumnya. Tanpa pemahaman
atas perbedaan-perbedaan yang hakiki terhadap cara kerja kedua ilmu tersebut
akan berakibat pada penggunaan metode yang campur aduk. Hal ini pasti tidak
akan dikehendaki oleh setiap peneliti, karena kualitas ilmiah penelitian yang
dilakukannya akan sangat diragukan, sementara kesimpulan yang dibuat dalam
penelitian semacam itu juga akan menyesatkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar