Tujuan Pendaftaran Tanah
Sebagaimana telah ditetapkan dalam pasal 19 UUPA, bahwa diselenggarakannya pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum (rechtskadaster/ legal cadastre). Secara lebih rinci tujuan pendaftaran tanah diuraikan dalam pasal 3 PP No. 24 tahun 1997 sebagai berikut :
1. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar, agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. Untuk itu kepada pemegang hak diberikan sertipikat sebagai suart tanda buktinya. Tujuan inilah yang merupakan tujuan utama dari pendaftaran tanah sebagaimana diamanatkan oleh pasal 19 UUPA
.
2. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk pemerintah, agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar. Penyajian data dilakukan oleh Kantor Pertanahan di Kabupaten / Kotamadia tata usaha pendaftaran tanah dilakukan dalam bentuk yang dikenal dengan daftar umum, yang terdiri atas peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah dan daftar nama. Sehingga pihak-pihak yang berkepentingan, terutama calon pembeli atau calon kreditur, sebelum melakukan suatu perbuatan hukum mengenai suatu bidang tanah atau satuan rumah susun tertentu perlu dan karenanya mereka berhak mengetahui dat yang tersimpan dalam daftar-daftar di Kantor Pertanahan tersebut. Hal inilah yang sesuai dengan asas terbuka dari pendaftaran tanah.
3. Untuk terselenggarakannya tertib administrasi pertanahan, pendaftaran tanah secara baik merupakan dasar dan perwujudan tertib administrasi di bidang pertanahan. Untuk mencapai tertib administrasi tersebut setiap bidang tanah dan satuan rumah susun, termasuk peralihan, pembebanan dan hapusnya wajib didaftar.
Obyek Pendaftaran Tanah
Yang menjadi obyek pendaftaran tanah meliputi antara lain:
1. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai;
2. Tanah Hak Pengelolaan;
3. Tanah wakaf;
4. Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun;
5. Hak Tanggungan
6. Tanah negara.
Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai ada yang diberikan oleh negara, namun juga dimungkunkan Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang diberikan oleh pemegang hak milik atas tanah. Tetapi sampai sat ini belum terdapat suatu ketentuan yang mengatur mengenai tatacara pembebanan maupun pemberiannya. Maka yang merupakan obyek pendaftaran tanah adalah Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang diberikan oleh negara.
Sistem Pendaftaran Tanah
Adapun dalam sistem pendaftaran tanah dikenal 2 (dua) sistem:
1. sistem pendaftaran akta ("registration of deeds")
2. sistem pendaftaran hak ("registration of title")
Sistem pendaftaran tanah membahas serta mempermasalahkan mengenai segala sesuatu hal apa yang didaftarkan, bagaimana bentuk penyimpanan datanya, serta bentuk penyajian data yuridis dan yang terpenting lagi menganai bentuk tanda bukti haknya.
Sistem pendaftaran tanah baik, pendaftaran akta maupun pendaftaran hak, dalam setiap kejadian, perbuatan, maupun peristiwa yang menyebabkan terjadinya pemberian, penciptaan, peralihan / pemindahan serta pembebanan dengan hak lain harus dibuktikan dengan suatu akta. Karena di dalam akta tersebut memuat data/ informasi yang berwujud data yuridis dari tanah yang bersangkutan, termasuk perbutan hukum, hak, penerima hak serta hak apa yang dibebankan.
1. Sistem Pendaftaran Akta ("registration of deeds"), pihak Pejabat Pendaftaran Tanah hanya melakukan pendaftaran akta-akta tersebut. Sehingga dengan demikian Pejabat Pendaftaran Tanah (PPT) bersifat passif, dikarenakan PPT tidak melakukan uji kebenaran terhadap data yang tercantum / yang disebutkan dalam akta yang didaftar.
Belanda adalah salah satu contoh negara yang menggunakan teori pendaftaran akta. Yaitu bahwa, apabila terjadi pemindahan hak yg dilakukan oleh notaris, maka pembuatan serta pendaftaran haknya dilakukan oleh pejabat Overschrijving (pejabat Balik Nama) di kantornya pada hari yang sama. Pembeli selaku pemegang atau pemegang hipotik mendapatkan salinan atau "grosse" akta, yang berfungsi sebagai surat tanda bukti haknya. Sehingga setiap terjadi suatu perubahan wajib dilakukan pembuatan akta sebagai buktinya., data yuridis yang diperlukan harus dicari dalam akta-akta yang bersangkutan. Ketidaksesuaian / Cacat hukum dalam suatu akta bisa menyebabkan tidak sahnya suatu perbuatan hukum yang dibuktiknan dengan akta yang dibuat kemudian.
2. Sistem Pendaftaran Hak ("registration of title"), awal mulanya diciptakan oleh Robert Richard Torrens. Sistem ini banyak diikuti dan berlaku di Australia. Hal ini dikarenakan sistem ini dibuat lebih sederhana, sehingga memungkinkan orang dapat memperoleh keterangan dengan mudah, tanpa harus melakukan "title search" pada akta-akta yang ada. Sistem ini dikenal dengan "registration of title" atau "sistem Torrens".
Dalam sistem ini pun pada setiap penciptaan, pemindahan / peralihan suatu hak baru atau perbuatan – perbuatan hukum baru harus dibuktikan dengan akta. Tetapi dalam praktek pelaksanaannya, bukan akta yang didaftar namun hak yang diciptakan dan perubahan-perubahannya kemudian. Akta yang merupakan sumber datanya.
Pendaftaran hak baru serta perubahan-perubahannya disediakan daftar-isian, atau disebut "register". Jika pada pendaftaran akta, PPT bersikap passif, maka dalam pendaftaran hak PPT bersikap aktif. Hal ini dikarenakan sebelum dilakukan pendaftaran haknya dalam register yang bersangkutan PPT melakukan pengujian kebenaran terhadap data yang dimuat dalam akta yang bersangkutan.
Salah satu negara yang menggunakan sistem Torrens dalam sistem pendaftaran tanahnya adalah Australia. Sistem pendaftaran sistem Torrens dinyatakan sebagai berikut:
1. Security of title, kebenaran dan kepastian dari hak tersebut terlihat dari serangkaian peralihan haknya dan memberikan jaminan bagi yang memperolehnya terhadap gugatan lain.
2. Peniadaan dari keterlambatan dan pembiayaan yang berlebihan. Dengan adanya pendaftaran tersebut tidak perlu selalu harus diulangi dari awal setiap adanya peralihan hak.
3. Penyederhanaan atas alas hak dan yang berkaitan. Dengan demikian peralihan hak itu disederhanakan dan segala proses akan dapat dipermudah.
4. Ketelitian. Dengan adanya pendaftaran maka ketelitian sudah tidak diragukan lagi.
Keuntungan pendaftaran tanah dengan sistem Torrens ini antara lain:
1. Menetapkan biaya-biaya yang tidak dapat diduga sebelumnya;
2. Meniadakan pemeriksaan yang berulang-ulang;
3. Meniadakan kebanyakan rekaman;
4. Secara tegas menyatakan dasar haknya;
5. Melindungi terhadap kesulitan-kesulitan yang tidak tersebut dalam sertifikat;
6. Meniadakan (hampir tidak mungkin) terjadi pemalsuan;
7. Tetap memelihara sistem tersebut tanpa menambahkan kepada taksasi yang menjengkelkan, oleh karena yang memperoleh kemanfaatan dari sistem tersebut yang membayar biaya;
8. Meniadakan alas hak pajak;
9. Memberikan suatu alas hak yang abadi, karena dijamin negara tanpa batas.
Selain apa yang diuraikan diatas, terdapat beberapa hal yang dapat diambil dari sistem Torrens ini, yaitu:
1. Mengganti kepastian dari ketidakpastian;
2. Waktu penyelesaian relatif lebih cepat;
3. Proses menjadi lebih singkat dan tidak bertele-tele.
Negara kita Indonesia dari 2 (dua) sistem pendaftaran tanah ini, negara Indonesia menggunakan teori sistem pendaftaran hak ("registration of title") bukan sistem pendaftaran akta (registration of deeds). Hal ini dapat diketahui dengan adanya suatu daftar- isian / register yang disebut buku tanah. Dimana akta pemberian hak berfungsi sebagai sumber data yuridis untuk mendaftar hak yang diberikan dalam buku tanah. Termasuk juga akta mengenai perbuatan hukum baik berupa penciptaan, peralihan / pemindahan maupun pembebanan hak atas tanah.
Sehingga, apabila terjadi perubahan, tidak dibuatkan buku tanah baru melainkan dilakukan pencatatan pada ruang mutasi yang disediakan dalam buku tanah yang bersangkutan. Dan sebelum dilakukan pendaftaran haknya, PPT melakukan pengujian kebenaran terhadap data yang dimuat dalam akta yang bersangkutan. Buku tanah di dalamnya memuat mengenai data yuridis dan data fisik yang telah dihimpun yang kemudian disajikan dengan diterbitkannya sertipikat sebagai surat tanda bukti hak yang didaftar.
Sistem Publikasi Pendaftaran Tanah
Penyelenggaraan pendaftaran / legal cadastre memberikan suatu surat tanda bukti hak. Dengan demikian pemegang hak atas tanah dengan mudah dapat membuktikan penguasaan terhadap tanah tersebut. Adanya "asas terbuka" yang dianut dalam pendaftaran tanah, memungkinkan calon pembeli maupun kreditur untuk melihat maupun memperoleh keterangan yang diperlukan sebelum melakukan suatu perbuatan hukum. Keterangan ini dapat diperoleh dari PPT maupun dari subyek pemegang hak atas tanah tersebut.
Secara garis besar, sistem publikasi dalam pendaftaran tanah dikenal 2 (dua) sistem, sistem publikasi positif dan sistem publikasi yang negative. Perbedaan mendasar dari kedua sistem tersebut adalah, bahwa sistem publikasi yang positif selalu menggunakan sistem pendaftaran hak. Bahwa pencatatan nama seseorang dalam suatu register / buku tanah, menjadikan seseorang tersebut sebagai pemegang hak atas tanah (title by registration / the registration is everything). Orang yang namanya terdaftar sebagai pemegang hak dalam suatu register, memperolah apa yang disebut dengan indefeasible title (hak yang tidak dapat diganggu gugat). Kebenaran data yang terdapat dalam register tersebut bersifat mutlak. Adapun sistem publikasi yang
negatif, menggunakan sistem pendaftaran akta, bahwa yang dijadikan pegangan bukan pendaftaran / pencatatan nama seseorang ke dalam suatu register, namun sahnya perbuatan hukum yang dilakukan yang menentukan berpindahnya hak dari penjual kepada si pembeli.
Pendaftaran yang dilakukan oleh seseorang tidak secara otomatis menjadikan orang yang memperoleh tanah dari pihak yang tidak berhak, menjadi pemegang hak baru. Di dalam sistem ini berlaku asas nemo plus juris, yaitu bahwa seseorang tidak dapat menyerahkan atau memindahkan hak melebihi apa yang dia punyai sendiri.
Sedangkan dalam sistem pendaftaran tanah yang ada di Indonesia, sebagaimana berdasar pada UUPA, PP No. 10 tahun 1961 maupun PP No. 24 tahun 1997, sistem publikasi kita adalah sistem publikasi negatif yang mengandung unsure positif. Yaitu, sistemnya bukan negatif murni, karena pendaftaran tanah menghasilkan surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Hal ini mengandung arti, bahwa pemerintah sebagai penyelenggara pendaftaran tanah harus berusaha, agar sejauh mungkin dapat mensajikan data yang benar dalam buku tanah maupun dalam peta pendaftaran. Sehingga selama tidak dapat dibuktikan yang sebaliknya, data yang disajikan dalam buku tanah dan peta pendaftaran tanah harus diterima sebagai data yang benar. Dengan kata lain, keterangan-keterangan yang tercantum dalam data tersebut mempunyai kekuatan hukum dan harus diterima sebagai keterangan yang benar selama dan sepanjang tidak ada alat pembuktian yang membuktikan sebaliknya (Arie S. Hutagalung, 2000).
Selain itu sistem publikasi dalam sistem pendaftaran tanah di Indonesia disebut sebagai sistem negatif yang mempunyai unsur positif ini diketahui dengan adanya ketentuan dalam pasal 19 UUPA. Di dalam pasal itu menyatakan bahwa pendaftaran meliputi "pemberian suratsurat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat". Dalam pasal 23, 32, dan 38 UUPA pun juga dinyatakan bahwa "pendaftaran merupakan alat pembuktian yang kuat". Pernyataan yang demikian tidak akan terdapat dalam peraturan pendaftaran tanah dengan sistem publikasi yang negatif murni.
Dalam sistem pendaftaran tanah yang positif mencakup ketentuan bahwa apa yang sudah terdaftar itu dijamin kebenaran mengenai data yang didaftarkannya oleh negara. Sistem ini menjamin orang yang mendaftar sebagai pemegang hak atas tanah tidak dapat diganggu gugat lagi haknya. Negara sebagai pendaftar menjamin bahwa pendaftaran yang sudah dilakukan adalah benar. Negara menjamin kebenaran data yang disajikan. Sehingga jika si pemegang hak atas tanah kehilangan haknya, maka ia dapat menuntut kembali haknya. Jika pendaftaran terjadi kesalahan karena kesalahan pejabat pendaftaran, ia hanya dapat menuntut pemberian ganti kerugian berupa uang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar