Latar belakang
Penyerobotan tanah bukanlah suatu hal yang baru
dan terjadi di Indonesia.
Kata penyerobotan sendiri dapat diartikan dengan perbuatan mengambil hak atau
harta dengan sewenang-wenang atau dengan tidak mengindahkan hukum dan aturan,
seperti menempati tanah atau rumah orang lain, yang bukan merupakan haknya.
Tindakan penyerobotan tanah secara tidak sah merupakan perbuatan yang melawan
hukum, yang dapat digolongkan sebagai suatu tindak pidana. Seperti kita
ketahui, tanah merupakan salah satu aset yang sangat berharga, mengingat harga
tanah yang sangat stabil dan terus naik seiring dengan perkembangan zaman.
Penyerobotan tanah yang tidak sah dapat merugikan siapapun terlebih lagi
apabila tanah tersebut dipergunakan untuk kepentingan usaha. Terdapat
bermacam-macam permasalahan penyerobotan tanah secara tidak sah yang sering
terjadi, seperti pendudukan tanah secara fisik, penggarapan tanah, penjualan
suatu hak atas tanah, dan lain-lain.
Penyerobotan Tanah dari Perspektif
Pidana
Di dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 51 PRP Tahun
1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya (UU
No 51 PRP 1960) menyatakan bahwa pemakaian tanah tanpa izin dari yang
berhak maupun kuasanya yang sah adalah perbuatan yang dilarang, dan dapat
diancam dengan hukuman pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan, atau
denda sebanyak-banyaknya Rp 5.000 (lima ribu Rupiah) sebagaimana diatur
dalam Pasal 6 UU No 51 PRP 1960.
Adapun tindakan yang dapat dipidana sesuai dengan
Pasal 6 UU No 51 PRP 1960 adalah (i) barangsiapa yang memakai tanah tanpa izin
yang berhak atau kuasanya yang sah, (ii) barangsiapa yang menggangu pihak yang
berhak atau kuasanya yang sah di dalam menggunakan suatu bidang tanah, (iii)
barangsiapa menyuruh, mengajak, membujuk atau menganjurkan dengan lisan maupun
tulisan untuk memakai tanah tanpa izin dari yang berhak atau kuasanya yang sah,
atau mengganggu yang berhak atau kuasanya dalam menggunakan suatu bidang tanah,
dan (iv) barangsiapa memberi bantuan dengan cara apapun untuk memakai tanah
tanpa izin dari yang berhak atau kuasanya yang sah, atau mengganggu pihak yang
berhak atau kuasanya dalam menggunakan suatu bidang tanah.
Adapun salah satu contoh kasus terkait dengan
tindak pidana Pasal 6 UU No 51 PRP 1960, dapat dilihat dalam putusan Pengadilan
Negeri Kisaran Nomor 09/Pid.C/PN-Kis, tanggal 20 Juni 2002, dalam peristiwa
tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang terdakwa (Para
Terdakwa) dengan mendirikan bangunan, yang sekiranya akan dijadikan
tempat perkumpulan bagi mereka. Namun, ternyata areal tersebut adalah merupakan
milik dari sebuah perusahaan. Dalam putusannya, Pengadilan Negeri Kisaran
menyatakan Para Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana dengan memakai tanah orang lain dan membangun kantor
tanpa izin dari yang berhak.
Pasal-pasal lain yang juga sering dipergunakan
dalam tindak pidana penyerobotan tanah adalah Pasal 385 ayat (1) Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dengan ancaman pidana
paling lama empat tahun, dimana barangsiapa dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menjual,
menukarkan atau membebani dengan credietverband suatu hak tanah yang
belum bersertifikat, padahal ia tahu bahwa orang lain yang mempunyai hak atau
turut mempunyai hak atau turut mempunyai hak atasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar