T
(Menurut UUJN No 30/2004 dan Kode Etik Notaris)
Disampaikan oleh :
Notaris/PPAT Herman Adriansyah,
SH, SpN, MH.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara yang meletakkan hukum sebagai kekuatan tertinggi
berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 telah memberikan jaminan bagi seluruh warga
negaranya untuk mendapatkan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang
berintikan pada kebenaran dan keadilan. Jaminan kepastian, ketertiban, dan
perlindungan hukum tersebut tentunya membutuhkan upaya konkret agar
terselenggara dengan seksama sebagai bentuk pertanggung jawaban negara bagi
kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik
sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum
lainnya. Pembuatan akta otentik ada yang diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban, dan
perlindungan hukum. Selain akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan
Notaris, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi
juga karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan
kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi
pihak yang berkepentingan sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan.
Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan
penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Dalam berbagai
hubungan bisnis, kegiatan di bidang perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, dan
lain-lain, kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta otentik makin
meningkat sejalan dengan berkembangnya tuntutan akan kepastian hukum dalam
berbagai hubungan ekonomi dan sosial, baik pada tingkat nasional, regional,
maupun global. Melalui akta otentik yang menentukan secara jelas hak dan
kewajiban, menjamin kepastian hukum, dan sekaligus diharapkan pula dapat
dihindari terjadinya sengketa. Walaupun sengketa tersebut tidak dapat
dihindari, dalam proses penyelesaian sengketa tersebut, akta otentik yang
merupakan alat bukti tertulis terkuat dan terpenuh memberi sumbangan nyata bagi
penyelesaian perkara secara murah dan cepat.
Akta otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang
diberitahukan para pihak kepada Notaris. Namun, Notaris mempunyai kewajiban
untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam Akta Notaris sungguh-sungguh
telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak, yaitu dengan cara
membacakannya sehingga menjadi jelas isi Akta Notaris, serta memberikan akses
terhadap informasi, termasuk akses terhadap peraturan perundang-undangan yang
terkait bagi para pihak penandatangan akta. Dengan demikian, para pihak dapat
menentukan dengan bebas untuk menyetujui atau tidak menyetujui isi Akta Notaris
yang akan ditandatanganinya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaturan Notaris dalam Undang-Undang Jabatan Notaris?
2. Bagaimana tinjauan tentang profesi dan kode etik Notaris?
3. Bagaimana pelanggaran yang dilakukan Notaris atas Kode Etik Notaris?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaturan Notaris dalam Undang-Undang Jabatan Notaris.
2. Untuk mengetahui tinjauan tentang profesi dan kode etik Notaris.
3. Untuk memahami pelanggaran yang dilakukan Notaris atas Kode Etik
Notaris.
D. Metodologi
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode/cara pengumpulan
data atau informasi melalui :
• Penelitian kepustakaan (Library Research); yaitu penelitian yang
dilakukan melalui studi literature, undang-undang, dan sebagainya yang sesuai
atau yang ada relevansinya (berkaitan) dengan masalah yang dibahas.
• Browsing; yaitu mencari data dan informasi melalui media internet.
E. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang penulisan ini, maka terlebih
dahulu penulis akan menguraikan sistematika penulisannya agar lebih mudah
dipahami dalam memecahkan masalah yang ada, di dalam penulisan ini dibagi dalam
3 (tiga) bab yang terdiri dari:
Bab I : Bab ini merupakan bab pendahuluan yang
memuat latar belakang, rumusan masalah, tujuan, metodologi, dan sistimatika
penulisan.
Bab II : Bab ini merupakan bab yang berisi tentang
pembahasan mengenai kode etik profesi Notaris.
Bab III : Bab ini merupakan bab penutup yang
memuat kesimpulan dan saran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Notaris dalam Undang-Undang Jabatan Notaris
1.1. Sejarah Perkembangan Notaris
Lembaga notaris di Indonesia berasal dari zaman Belanda, Karena Peraturan
Jabatan Notaris Indonesia berasal dari Notaris Reglement (Stbl.1660-3) bahkan
jauh sebelumnya yakni dalam tahun 1620, Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen
mengangkat Notarium Publicum. Notaris pertama di Hindia Belanda ialah Melchior
Kerchem dan tugasnya adalah melayani semua surat, surat wasiat di bawah tangan
(codicil), persiapan penerangan, akta kontrak perdagangan, perjanjian
kawin, surat wasiat (testament), dan akta-akta lainnya dan ketentuan-ketentuan
yang perlu dari kota praja dan sebagainya. Melchior Kerchem pada waktu itu
menjabat sebagai sekretaris college Van Schepenen di Jakarta sehingga beliau
merangkap jabatan sebagai secretaries van den gereclite dan notaries publiek.
Baru lima tahun kemudian jabatan-jabatan tersebut dipisahkan dan jumlah
notaries pada waktu itu bagi kandidat-kandidat yang telah pernah menjalani masa
magang pada seorang Notaris.
Pada tanggal 26 januari 1860, diterbitkannya peraturan Notaris Reglement
yang selanjutnya dikenal sebagai Peraturan Jabatan Notaris. Reglement atau
ketentuan ini bisa dibilang adalah kopian dari Notariswet yang berlaku di
Belanda. Peraturan jabatan notaris terdiri dari 66 pasal. Peraturan jabatan
notaris ini masih berlaku sampai dengan diundangkannya undang-undang nomor 30
tahun 2004 tentang jabatan Notaris.
Setelah Indonesia merdeka pada tanggal 17 agustus 1945, terjadi kekosongan
pejabat notaris dikarenakan mereka memilih untuk pulang ke negeri Belanda.
Untuk mengisi kekosongan ini, pemerintah menyelenggarakan kursus-kursus bagi
warga negara Indonesia yang memiliki pengalaman di bidang hukum (biasanya wakil
Notaris). Jadi, walaupun tidak berpredikat sarjana hukum saat itu, mereka
mengisi kekosongan pejabat Notaris di Indonesia.
Selanjutnya pada tahun 1954, diadakan kursus-kursus independen di
universitas Indonesia. Dilanjutkan dengan kursus notariat dengan menempel di
fakultas hukum, sampai tahun 1970 diadakan program studi spesialis notariat,
sebuah program yang mengajarkan keterampilan (membuat perjanjian, kontrak dll)
yang memberikan gelar sarjana hukum (bukan CN – candidate notaris/calon
notaris) pada lulusannya.
Pada tahun 2000, dikeluarkan sebuah Peraturan Pemerintah nomor 60 yang
membolehkan penyelenggaraan spesialis notariat. PP ini mengubah program studi
spesialis notarist menjadi program magister yang bersifat keilmuan, dengan gelar
akhir Magister Kenotariatan.(disingkat MKn).
Yang mengkhendaki profesi notaris di Indonesia adalah pasal 1868 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata yang berbunyi: “Suatu akta otentik ialah suatu akta di dalam
bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, yang dibuat oleh atau dihadapan
pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya.”
Sebagai pelaksanaan pasal tersebut, diundangkanlah undang-undang nomor 30
tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (sebagai pengganti Statblaad 1860 nomor 30).
Perjalanan Notaris Indonesia mengalami perkembangan sesuai dengan
perkembangan Negara dan Bangsa Indonesia. Hal ini ditandai dengan berhasilnya
pemerintahan orde Reformasi mengundangkan UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris. UU Nomor 30 Tahun 2004 ini merupakan pengganti Peraturan
jabatan Notariat (Stbl. 1860-3) dan Reglement op Het Notaris Ambt in
Indonesie (Stbl. 1860:3) yang merupakan Peraturan Pemerintah Kolonial
Belanda.
Dalam diktum Penjelasan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 dinyatakan bahwa
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menentukan secara
tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum. Prinsip Negara Hukum
menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan
kebenaran dan keadilan. Kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum menunttut
antara lain, bahwa lalu lintas hukum dalam kehidupan masyarakat memerlukan
adanya alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang
sebagai subjek hukum dalam masyarakat.
Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan penuh mempunyai peranan penting
dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Dalam berbagai hubungan
bisnis, kegiatan di bidang perbankan, pertanahan, kegiatan social, dan
lain-lain, kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta otentik makin
meningkat sejalan dengan berkembangnya tuntutan akan kepastian hukum dalam
berbagai hubungan ekonomi dan sosial, baik pada tingkat nasional, regional,
maupun global. Melalui akta autentik yang menentukan secara jelas hak dan
kewajiban, menjamin kepastian hukum, dan sekaligus diharapkan pula dapat
dihindari terjadinya sengketa. Walaupun sengketa tersebut dapat dihindari,
dalam proses penyelesaian sengketa tersebut, akta autentik yang merupakan alat
bukti tertulis dan terpenuh memberi sumbangan nyata bagi penyelesaian perkara
secara murah dan cepat.
Berdasarkan uraian di atas, maka Notaris adalah pejabat umum yang berwenang
untuk membuat akta autentik sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak
dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Pembuatan akta otentik tertentu tidak
ada yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka menciptakan
kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. Selain autentik yang dibuat oleh
atau dihadapan Notaris, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan, tetapi juga karena dikehendaki oleh pihak yang
berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian,
ketertiban, dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus
bagi masyarakat secara keseluruhan.
Menurut pengertian undang undang no 30 tahun 2004 dalam pasal 1 disebutkan
definisi Notaris, yaitu: “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang
untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana maksud dalam
undang-undang ini.” Pejabat umum adalah orang yang menjalankan sebagian
fungsi publik dari negara, khususnya di bidang hukum perdata.
Sebagai pejabat umum Notaris adalah:
1. Berjiwa pancasila;
2. Taat kepada hukum, sumpah jabatan, kode etik
notaris;
3. Berbahasa Indonesia yang baik;
Sebagai profesional notaris:
1. Memiliki perilaku notaris;
2. Ikut serta pembangunan nasional di bidang
hukum;
3. Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat.
Notaris menertibkan diri sesuai dengan fungsi, kewenangan dan kewajiban
sebagaimana ditentukan di dalam undang-undang jabatan notaris.
1.2. Pengangkatan dan Pemberhentian Notaris
Notaris sebagai pejabat umum merupakan sebuah profesi hukum yang memiliki
posisi yang sangat strategis dalam pembangunan bangsa Indonesia. Oleh karena
itu, untuk dapat diangkat menjadi notaries maka harus memenuhi persyaratan
tertentu. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 3 UU Nomor 30 Tahun 2004.
Dinyatakan bahwa syarat untuk dapat diangkat menjadi notaries sebagaimana
dimaksud Pasal 3 adalah:
a)
Warga Negara Indonesia;
b)
Bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa;
c)
Berumur paling sedikit 27
tahun;
d)
Sehat jasmani dan rohani;
e)
Berijazah sarjana hukum dan
lulusan jenjang strata dua kenotariatan;
f)
Telah menjalani magang atau
nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris dalam waktu 12 bulan
berturut-turut pada kantor notaries atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi
Organisasi Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan;
g)
Tidak berstatus sebagai
pegawai negeri, pejabat Negara, advokat, atau tidak sedang memangku jabatan
lain yang oleh Undang-undag dilarang untuk dirangkap dengan jabatan notaries.
Sejalan dengan ketentuan pasal 3 diatas, maka
notaries sebagai pejabat umum dan sebagai organisasi profesi dalam menjalankan
tugasnya wajib mengangkat sumpah. Sumpah merupakan persyaratan formal yang
harus dijalani sebelum memulai menjalankan tugasnya. Dalam pasal 4 ayat (1) dan
(2) UU Nomor 30 Tahun 2004 dinyatakan bahwa:
“Sebelum menjalankan jabatannya, notaries wajib
mengucapkan sumpah/janji menurut agamanya di hadapan menteri atau pejabat yang
ditunjuk. Sumpah janji berbunyi sebagai berikut:
“Saya bersumpah/berjanji:
-Bahwa saya akan patuh dan setia kepada Negara
Republik Indonesia, Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
sesuai peraturan perundang-undangan lainnya.
-Bahwa saya akan menjalankan jabatan saya dengan
amanah, jujur, saksama, mandiri, dan tidak berpihak.
-Bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya,
dan akan menjalankan kewajiaban saya sesuai dengan kode etik profesi,
kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai Notaris.
-Bahwa saya akan merahasiakan isi akta dan
keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya.
-Bahwa saya untuk dapat diangkat dalam jabatan
ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan nama atau dalih apapun,
tidak pernah dan tidak akan memberikan atau menjanjiakan sesuatu kepada siapa
pun.”
Berkaitan dengan ketentuan dalam pasal 4 di atas, maka pengucapan
sumpah/janji ini merupakan hal yang sangat prinsipil bagi notaries, sebab jika
tidak sempat mengangkat sumpah/janji setelah diangkat dalam jangka waktu dua bulan,
pengangkatannya sebagai Notaris dapat dibatalkan oleh Menteri (Pasal 5 dan
Pasal 6). Dengan demikian dalam jangka waktu 30 hari setelah disumpah/janji sebagai
Notaris wajib menjalankan tugasnya.
Hal ini sesuai ketentuan dalam pasal 7 UU Nomor 30 tahun 2004, dinyatakan
bahwa dalam jangka waktu 30 haru terhitung sejak tanggal pengambilan
sumpah/janji jabatan notaries, yang bersangkutan wajib:
a) Menjalankan jabatannya dengan nyata;
b) Menyampaikan berita acara sumpah/janji
jabatan Notaris kepada Menteri, Organisasi Notaris, dan Majelis Pengawas
Daerah;
c) Menyampaikan alamat kantor, contoh tanda
tangan, dan paraf, serta teraan cap/stempel jabatan Notaris berwarna merah
kepada Menteri dan pejabat lain yang bertanggung jawab di bidang
agrarian/pertanahan, Organisasi Notaris, Ketua Pengadilan Negeri, Majelis
Pengawas Daerah, serta Bupati atau Walikota di tempat Notaris diangkat.
Sehubungan dengan ketentuan dalam pasal 7 UU Nomor 30 Tahun 2004 di atas,
maka Notaris sebagai pejabat umum atau organisasi profesi dalam menjalankan
tugasnya dapat berhenti atau diberhentikan karena alasan-alasan tertentu.
Dalam pasal 8 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2004 dinyatakan bahwa Notaris
berhenti atau diberhentikan dari jabatannya dengan hormat karena:
a) Meninggal dunia;
b) Telah berumur 65 tahun;
c) Permintaan sendiri;
d) Tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani
untuk melaksanakan tugas jabatan Notaris secara terus-menerus lebih dari 3
tahun, atau
e) Merangkap jabatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 huruf g.
Sementara itu, dalam kaitannya dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) di atas,
maka Notaris dapat diberhentikan sementara dari jabatannya karena:
a)
Dalam proses pailit atau
penundaan kewajiban pembayaran utang;
b)
Berada di bawah pengampuan;
c)
Melakukan perbuatan tercela;
dan
d)
Melakukan pelanggaran
terhadap kewajiban dan larangan jabatan.
Sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 7 dan Pasal 8 di atas, maka Notaris
dapat diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya oleh menteri atas usul
Majelis Pengawas Pusat apabila:
a) Dinyatakan pailit berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
b) Berada di bawah pengampuan secara terus
menerus lebih dari tiga tahun;
c) Melakukan perbuatan yang merendahkan
kehormatan dan martabat Notaris; atau
d) Melakukan pelanggaran berat terhadap
kewajiban dan larangan jabatan.
1.3. Kewenangan, Kewajiban, dan Larangan
1.3.1. Kewenangan notaris menurut UUJN (pasal 15)
Kewenangan seorang notaris adalah sebagai berikut:
a. Membuat akta otentik mengenai semua
perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundangan
dan/atau yag dikhendaki oleh yang berkepentingan, untuk dinyatakan dalam akta
otentik, menajmin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan
grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya sepanjang pembuatan akta tersebut
tidak ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain yang
ditetapkan oleh undang-undang.
b. Mengesahkan tanda tangan dan menetapakan
kepastian tanggal pembuatan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku
khusus (legalisasi).
Legalisasi adalah tindakan mengesahkan tanda
tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat dibawah tangan yang dibuat
sendiri oleh orang perseorangan atau oleh para pihak diatas kertas yang
bermaterai cukup yang di tanda tangani di hadapan notaris dan didaftarkan dalam
buku khusus yang disediakan oleh notaris.
c. Membukukan surat-surat di bawah tangan
dengan mendaftar dalam buku khusus (waarmerking).
d. Membuat kopi dari asli surat di bawah
tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan
dalam surat yang bersangkutan.
e. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi
dengan surat aslinya (legalisir).
f.
Memberikan
penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta.
g. Membuat akta yang berhubungan dengan
pertanahan.
h. Membuat akta risalah lelang.
i.
Membetulkan
kesalahan tulis dan/atau kesalahan ketik yang terdapat pada minuta akta yang
telah di tanda tangan, dengan membuat berita acara (BA) dan memberikan catatan
tentang hal tersebut padaminuta akta asli yang menyebutkan tanggal dan nomor BA
pembetulan, dan salinan tersebut dikirimkan ke para pihak (pasal 51 UUJN).
1.3.2. Kewajiban notaris menurut UUJN (pasal 16)
Kewajiban seorang notaris adalah sebagai berikut:
1. Bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak
berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;
2. Membuat akta dalam bentuk minuta akta dan
menyimpannya sebagai bagian dari protokol notaris, dan notaris menjamin
kebenarannya; Notaris tidak wajib menyimpan minuta akta apabila akta dibuat
dalam bentuk akta originali.
3. Mengeluarkan grosse akta, salinan akta dan
kutipan akta berdasarkan minuta akta;
4. Wajib memberikan pelayanan sesuai dengan
ketentuan dalam UUJN, kecuali ada alasan untuk menolaknya.
5. Yang dimaksud dengan alasan menolaknya
adalah alasan:
• Yang membuat notaris berpihak,
• Yang membuat notaris mendapat keuntungan dari
isi akta;
• Notaris memiliki hubungan darah dengan para
pihak;
• Akta yang dimintakan para pihak melanggar
asusila atau moral.
6. Merahasiakan segala suatu mengenai akta
yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai
dengan sumpah\jabatan.
7. Kewajiban merahasiakan yaitu merahasiakan
segala suatu yang berhubungan dengan akta dan surat-surat lainnya adalah untuk
melindungi kepentingan semua pihak yang terkait.
8. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 bulan
menjadi 1 buku/bundel yang memuat tidak lebih dari 50 akta, dan jika jumlahnya lebih
maka dapat dijilid dalam buku lainnya, mencatat jumlah minuta akta, bulan dan
tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;Hal ini dimaksudkan bahwa
dokumen-dokumen resmi bersifat otentik tersebut memerlukan pengamanan baik
terhadap aktanya sendiri maupun terhadap isinya untuk mencegah penyalahgunaan
secara tidak bertanggung jawab.
9. Membuat daftar dan akta protes terhadap
tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga;
10. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan
wasiat menurut uraian waktu pembuatan akta setiap bulan dan mengirimkan daftar
akta yang dimaksud atau daftar akta nihil ke Daftar Pusat Wasiat Departemen
Hukum Dan HAM paling lambat tanggal 5 tiap bulannya dan melaporkan ke majelis
pengawas daerah selambat-lambatnya tanggal 15 tiap bulannya;
11. Mencatat dalam repotrorium tanggal
pengiriman daftar wasiat pada seiap akhir bulan;
12. Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang
negara republik indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama,
jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan;
13. Membacakan akta di hadapan pengahadap
dengan dihadiri minimal 2 orang saksi dan ditanda tangani pada saat itu juga
oleh para penghadap, notaris dan para saksi;
14. Menerima magang calon notaris;
Sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b khusus mengatur
akta minuta, maka akta minuta tersebut dapat dibatalkan, karena notaris membuat
akta originali. Adapun akta originali tersebut adalah akta:
a) Pembayaran uang sewa, bunga, dan
pensiunan;
b) Penawaran pembayaran tunai;
c) Protes terhadap tidak dibayarnya atau
tidak diterimanya surat berharga;
d) Akta kuasa;
e) Keterangan kepemilikan;
f)
Akta
lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.
1.3.3. Larangan jabatan notaris menurut UUJN
(pasal 17)
Notaris dilarang:
1. Menjalankan jabatan di luar wilayah
jabatannya;
2. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari
7 hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah;
3. Merangkap sebagai pegawai negeri;
4. Merangkap sebagai pejabat negara;
5. Merangkap sebagai advokat;
6. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau
pegawai BUMN, BUMD, atau badan usaha swasta;
7. Merangkap sebagai pejabat pembuat akta
tanah di luar wialayah jabatan notaris;
8. Menjadi notaris pengganti;
9. Melakukan profesi lain yang bertentangan
dengan norma agam, kesusilaan atau kepatutan yang dapat memengaruhi kehoramatan
dan martabat jabatan notaris.
1.4. Tempat Kedudukan, Formasi, dan Wilayah
Jabatan Notaris
Notaris dalam menajalankan tugas dan fungsinya harus mempunyai wilayah
kerja sebagai tempat kedudukan. Tempat kedudukan notaris ini terbatas pada
wilayah kabupaten/kota.
Hal ini sesuai dengan ketentuan pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004,
yaitu:
Pasal 18:
(1) Notaris mempunyai tempat kedudukan di
daerah kabupaten atau kota.
(2) Notaris mempunyai wilayah jabatan meliputi
seluruh wilayah provinsi dari tempat kedudukannya.
Pasal 19
(1) Notaris wajib mempunyai hanya satu kantor,
yaitu di tempat kedudukannya.
(2) Notaris tidak berwenang secara teratur
menjalankan jabatan di luar tempat kedudukannya.
Pasal 20
(1)
Notaris
dapat menjalankan jabatannya dalam bentuk perserikatan perdata dengan tetap memperhatikan
kemandirian dan ketidakberpihakan dalam menjalankan jabatannya.
(2)
Bentuk
perserikatan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh para
Notaris berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai persyaratan dalam menjalankan jabatan Notaris sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.
Dalam kaitannya dengan tempat kedudukan Notaris di atas, maka keberadaan
Notaris harus disesuaikan pula dengan kondisi wilayah yang ada di tempat kedudukannya.
Oleh karena itu, untuk mencukupi jumlah Notaris di suatu tempat, maka tetap
mengacu pada misalnya jumlah penduduk yang ada di wilayah kabupaten/kota
tersebut. Hal ini sesuai
ketentuan yang diatur dalam UU No.30 Tahun 2004, dinyatakan bahwa:
Pasal 21
Menteri berwenang menentukan Formasi Jabatan Notaris pada daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dengan mempertimbangkan usul dari
Organisasi Notaris.
Pasal 22
(1) Formasi Jabatan Notaris ditetapkan
berdasarkan:
- kegiatan dunia usaha;
- jumlah penduduk; dan/atau
- rata-rata jumlah akta yang dibuat oleh dan/atau di hadapan Notaris setiap bulan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Formasi
Jabatan Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan
Menteri.
Berkaitan dengan ketentuan dalam Pasal 22 di atas, maka untuk mencari
suasana yang lebih baik, UU Nomor 30 Tahun 2004 ini memberikan kesempatan
kepada Notaris untuk pindah tempat wilayah kerja.
Pasal 23
(1) Notaris dapat mengajukan permohonan pindah
wilayah jabatan Notaris secara tertulis kepada Menteri.
(2) Syarat pindah wilayah jabatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah setelah 3 (tiga) tahun berturut-turut
melaksanakan tugas jabatan pada daerah kabupaten atau kota tertentu tempat
kedudukan Notaris.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diajukan setelah mendapat rekomendasi dari Organisasi Notaris.
(4) Waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak termasuk cuti yang telah dijalankan oleh Notaris yang bersangkutan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
permohonan pindah wilayah jabatan Notaris diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 24
Dalam keadaan tertentu atas permohonan Notaris yang bersangkutan, Menteri
dapat memindahkan seorang Notaris dari satu wilayah jabatan ke wilayah jabatan
lain.
B. Profesi dan Kode Etik Notaris
2.1. Notaris Sebagai Profesi
Notaris merupakan suatu pekerjaan yang memiliki keahlian khusus yang
menuntut pengetahuan luas, serta tanggung jawab yang berat untuk melayani
kepentingan umum dan inti tugas notaris adalah mengatur secara tertulis dan
autentik hubungan-hubungan hukum antara para pihak yang secara mufakat meminta
jasa Notaris.
Menurut Ismail Saleh, Notaris perlu memperhatikan apa yang disebut sebagai
perilaku profesi yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
1. Mempunyai integritas moral yang mantap
2. Harus jujur terhadap klien maupun diri
sendiri (kejujuran intelektual)
3. Sadar akan batas-batas kewenangannya
4. Tidak semata-mata berdasarkan uang.
Lebih jauh Ismail Saleh mengatakan bahwa empat pokok yang harus
diperhatikan para Notaris adalah sebagai berikut:
1. Dalam menjalankan tugas profesinya,
seorang notaris harus mempunyai integritas moral yang mantap. Dalam hal ini,
segala pertimbangan moral harus melandasi pelaksanaan tugas profesinya.
Walaupun akan memperoleh imbalan jasa yang tinggi, namun sesuatu yang
bertentangan dengan moral yang baik harus dihindarkan.
2. Seorang Notaris harus jujur, tidak hanya
pada kliennya, juga pada dirinya sendiri. Ia harus mengetahui akan batas-batas
kemampuannya, tidak member janji-janji sekedar untuk menyenangkan kliennya, atau
agar si klien tetap mau memakai jasanya.
3. Seorang Notaris harus menyadari akan
batas-batas kewenangannya. Ia harus menaati ketentuan-ketentuan hukum yang
berlaku tentang seberapa jauh ia dapat bertindak dan apa yang boleh serta apa
yang tidak di tempat kedudukannya sebagai notaris.
4. Sekalipun keahlian seseorang dapat
dimanfaatkan sebagai upaya yang lugas untuk mendapatkan uang, namun dalam
melaksanakan tugas profesinya ia tidak semata-mata didorong oleh pertimbangan
uang. Seorang notaris yang Pancasilais harus tetap berpegang teguh kepada rasa
keadilan yang hakiki, tidak terpengaruh oleh jumlah uang, dan tidak semata-mata
hanya menciptakan alat bukti formal mengejar adanya kepastian hukum, tapi
mengakibatkan rasa keadilan.
2.2. Kode Etik Notaris
Kode Etik bagi profesi Notaris sangat diperlukan untuk menjaga kualitas
pelayanan hukum kepada masyarakat oleh karena hal tersebut, Ikatan Notaris
Indonesia (INI) sebagai satu-satunya organisasi protesi yang diakui
kebenarannya sesuai dengan UU Jabatan Notaris No.30 Tahun 2004, menetapkan Kode
Etik bagi para anggotanya.
Jabatan notaris adalah merupakan jabatan kepercayaan.
Undang-undang telah memberi kewenangan kepada para Notaris yang begitu
besar untuk membuat alat bukti yang otentik, karenanya ketentuan-ketentuan
dalam UU Jabatan Notaris begitu ketatnya dan penuh dengan sanksi, baik sanksi
administrasi maupun sanksi pidana tanpa mengurangi kemungkinan diterapkannya
sanksi pemberhentian sementara sampai ke pemecatan.
Kode etik notaris sendiri sebagai suatu ketentuan yang mengatur tingkah
laku notaris dalam melaksanakan jabatannya, juga mengatur hubungan sesama rekan
notaris. pada Pada hakekatnya Kode Etik Notaris merupakan penjabaran lebih
lanjut dari apa yang diatur dalam Undang Undang Jabatan Notaris.
Dalam kehidupan bermasyarakat diperlukan suatu profesi dimana seseorang
dapat menyelesaikan masalah-masalah hukurn yang dihadapinya yaitu salah satunya
dengan menghadap kepada seorang Netarts.
Notaris adalah suatu protesi kepercayaan dan berlainan dengan profesi
pengacara, dimana Notaris dalam menjalankan jabatannya tidak memihak. Oleh
karena itu dalam jabatannya kepada yang bersangkutan dipercaya untuk rnernbuat
alat bukti yang mempunyai kekuatan otentik. Dengan demikian, peraturan atau
undang-undang yang mengatur tentang jabatan Notaris telah dibuat sedemikian
ketatnya sehingga dapat menjamin tentang otentisitasme akta-akta yang dibuat
dihadapannya.
Untuk menjaga kualitas pelayanan kepada masyarakat, maka Asosiasi Profesi
Notaris seperti lkatan Notaris Indonesia membuat Kode Etik yang berlaku
terhadap para anggotanya
2.2.1. Kode
Etik Profesi
Bertens dalam bukunya tentang etika menyatakan bahwa kode etik profesi
merupakan norma yang ditetapkan dan diterima oleh kelompok profesi, yang
mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya dan
sekaligus menjamin mutu moral itu di mata masyarakat. Apabila salah satu
anggota kelompok profesi itu berbuat menyimpang dari kode etiknya, maka
kelompok profesi tersebut akan tercemar di mata rnasyarakat. Oleh karena itu,
kelornpok profesi harus menyelesaikan berdasarkan kekuasaannya sendiri
Kode etik profesi merupakan produk etika terapan karena dihasilkan
berdasarkan penerapan pemikiran etis atas suatu profesl", Kode etik
profesi dapat berubah dan diubah seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi sehingga anggota kelompok profesi tidak akan ketinggalan jaman.
Kode etik profesi merupakan hasil pengaturan diri profesi yang bersangkutan,
dan ini perwujudan nilai moral yang hakiki, yang tidak dipaksakan dari luar.
Kode etik ini hanya berlaku efektif apabila dijiwai oleh cita-cita dan
nilai-nilai yang hidup dalam lingkungan profesi itu sendiri. Kode etik profesi
merupakan rumusan norma moral manusia yang mengemban profesi itu. Kode etik
profesi merupakan tolok ukur perbuatan anggota kelompok profesi. Kode etik
profesi merupakan upaya pencegahan berbuat yang tidak etis bagi anggotanya.
Kode etik perlu dirumuskan secara tertulis, menurut Sumaryono dalam bukunya
tentang Etika Profesi Hukum, Norma-Norma bagi Penegak Hukum mengemukakan alasannya :
1. sebagai sarana kontrol sosial
2. sebagai pencegah campur tangan pihak lain
3. sebagai pencegah kesalahpahaman dan konflik
Kode Etik Profesi merupakan kriteria prinsip profesional yang telah
digariskan, sehingga dapat diketahui dengan pasti kewajiban profesional anggota
lama, baru ataupun calon anggota kelompok profesi. Dengan demikian dapat
dicegah kemungkinan terjadi konflik kepentingan antara sesama anggota kelompok
anggota profesi atau antara anggota kelompok profesi dan masyarakat. Anggota
kelompok protesi atau anggota masyarakat dapat melakukan control melalui
rumusan kode etik profesi, apakah anggota kelompok protesi telah memenuhi
kewajiban profesionalnya sesuai dengan kode etik protesi.
Kode etik profesi telah menentukan standarisasi kewajiban profesional
anggota kelompok profesi. Dengan demikian, pemerintah atau masyarakat tidak
perlu campur tangan untuk menentukan bagaimana seharusnya anggota kelompok
protest melaksanakan kewajiban profesionalnya. Hubungan antara pengemban
profesi dengan masyarakat, misalanya antara Notaris dengan klien tidak perlu
diatur secara detail dengan undang-undang oleh pemerintah atau oleh masyarakat
karena kelompok protesi telah menetapkan secara tertulis norma atau patokan
terentu berupa kode etik protesi.
Kode etik protesi pad a dasarnya adalah norma perilaku yang sudah dianggap
benar atau yang sudah mapan dan tentunya akan lebih efektif lagi apabila norma
berlaku tersebut dirumuskan sedemikian baiknya, sehingga memuaskan pihak-pihak
yang berkepentingan. Kode etik profesi merupakan kristalisasi perilaku yang
dianggap benar menurut pendapat umum karena berdasarkan pertimbangan
kepentingan protesi yang bersangkutan. Dengan demikian kode etik profesi dapat
mencegah kesalahpahaman dan konflik, dan sebaliknya berg una sebagai bahan
refleksi nama baik protesi. Kode etik protesi yang baik adalah yang
mencerminkan nilai moral anggota kelompok profesi sendiri dan pihak-pihak yang
membutuhkan pelayanan protesi yang bersangkutan.
2.2.2 . Profesi Notaris
Dalam kehidupan bermasyarakat dibutuhkan suatu ketentuan yang mengatur
pembuktian terjadinya suatu peristiwa, keadaan atau perbuatan hukum, sehingga
dalam hukum keperdataan dibutuhkan peran penting akta sebagai dokumen tertulis
yang dapat memberikan bukti tertulis atas adanya suatu peristiwa, keadaan atau
perbuatan hukum tersebut yang menjadi dasar dari hak atau suatu perikatan.
Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan adanya pejabat umum dan atau
suatu lembaga yang diberikan wewenang untuk membuat akta otentk yang juga
dimaksudkan sebagai lembaga notariat. Lembaga kemasyarakatan yang dikenal
sebagai "notariat' ini muncul dari kebutuhan dalam pergaulan sesama
manusia, yang menghendaki adanya alat bukti dalam hubungan hukum keperdataan
yang ada dan/atau terjadi diantara mereka.
Lembaga Notaris timbul karena adanya kebutuhan masyarakat di dalam mengatur
pergaulan hidup sesama individu yang membutuhkan suatu alat bukti mengenai
hubungan keperdataan di antara mereka".
Oleh karenanya kekuasaan umum (openbaar gezaag) berdasarkan
perundang-undangan memberikan tugas kepada petugas yang bersangkutan untuk
membuatkan alat bukti yang tertulis sebagaimana dikehendaki oleh para pihak
yang mempunyai kekuatan otentik.
Notaris yang mempunyai peran serta aktivitas daJam prafesi hukum tidak
dapat dilepaskan dari persoalan-persoalan mendasar yang berkaitan dengan fungsi
serta peranan hukum itu sendiri, dimana hukum diartikan sebagai kaidah-kaidah
yang mengatur segala perikehidupan masyarakat, lebih luas lagi hukum berfungsi
sebagai alat untuk pembaharuan masyarakat.
Indonesia sebagai negara yang berkembang dan sedang membangun, maka peran
serta fungsi hukum bagi suatu prafesi hukum tidaklah lebih mudah daripada di
negara yang maju, karena terdapatnya berbagai keterbatasan yang bukan saja
mengurangi kelancaran lajunya proses hukum secara tertib dan pasti tetapi juga
memerlukan pendekatan dan pemikiran-pemikiran yang menuju kepada suatu
kontruksi hukum yang adaptip yang dapat menyeimbangkan berbagai kepentingan
yang ada secara mantap.
Tanggung jawab notaris dalam kaitannya dengan prafesi hukum di dalam
melaksanakan jabatannya tidak dapat dilepaskan dari keagungan hukurn itu
sendiri, sehingga terhadapnya diharapkan bertindak untuk merefleksikannya di
dalam pelayanannya kepada masyarakat",
Dua hal yang perlu mendapat perhatian di dalam rangka menjalankan
profesinya tersebut :
Adanya kemampuan untuk menjunjung tinggi profesi hukurn yang mensyaratkan
adanya integritas pribadi serta kebolehan profesi dan itu dapat dijabarkan ;
1) Kedalam, kemampuan untuk tanggap dan menjunjung tinggi
kepentingan umum yaitu memegang teguh standar profesional sebagai pengabdi
hukurn yang baik dan tanggap. berperilaku individual. mampu menunjukkan sifat
dan perbuatan yang sesuai bagi seorang pengabdi hukum yang baik,
2) Keluar, kemampuan untuk berlaku tanggap terhadap
perkembangan masyarakat dan lingkungannya, menjunjung tinggi kepentingan
urnurn, mampu mengakomodir, menyesuaikan serta mengembangkan norma hukum serta
aplikasinya sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat dan teknologi.
Untuk lebih menjelaskan hal
tersebutdikutip tulisan dari David Mellinkoff (The Conscience of Lawyer,
1973 ) " Lawyers are obliged to pursue their work according to certain
standards of competence, disspasion and faithful/ness, lawyers accept those
standards because that is the only way they may be lawyer"
Di Indonesia pengertian profesi
itu sendiri dalam pelaksanaannya adalah menciptakan dilakukannya suatu kegiatan
kerja tertentu dalam masyarakat yang berbekalkan keahlian yang tinggi serta
berdasarkan rasa keterpanggilan, jadi kerja tersebut tidak boleh disamakan
dengan kerja biasa, yang bertujuan mencari nafkah dalam jabatannya
profesionalisme mensyaratkan adanya tiga watak kerja:
1.
kerja itu merefleksikan adanya itikad untuk merealisasi
kebajikan yang dijunjung tinggi dalam masyarakat,
2.
bahwa kerja itu dilaksanakan berdasarkan kemahiran
teknis yang bermutu tinggi yang karena itu mensyaratkan adanya pendidikan dan
pelatihan yang berlangsung bertahun-tahun secara eksklusif dan be rat,
3.
kualitas teknik dan kualitas moral yang disyaratkan
dalam kerja-kerja pemberian jasa profesi dalam pelaksanaannya menundukkan diri
pada kontrol sesama yang terorganisasi berdasarkan kode-kode etik yang
dikembangkan dan disepakati bersama di dalam organisasi. (lihat Soetandyo
Wignyosoebroto, Profesianalisme dan
Etika Protest (makalah pengantar untuk sebuah diskusi Tentang Profesionalisme
Khususnya Notaris) upgrading INI.
Di Indonesia pada tanggal 27
Agustus 1620, Melchior Ketchem, Sekretaris dari College Van Scepenen di
Jacatra, diangkat sebagai notaris pertama di Indonesia, yang pengangkatannya
berbeda dengan pengangkatan notaris pada saat ini dimana di dalam
pengangkatannya dimuat sekaligus secara sing kat yang menguraikan pekerjaan
dalam bidang dan wewenangnya.
Dalam pasal 1668 KUH Perdata
berbunyi sebagai berikut :
Suatu akta otentik ialah suatu
akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-undang, dibuat oleh atau
dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta
dibuatnya.
Pasal 1868 KUH Perdata hanya
menerangkan apa yang dimaksud dengan akta etentik tetapi tidak menjelaskan
siapa yang dimaksud dengan pejabat umum itu, tidak menje!askan tempat dimana ia
berwenang. sampai dimana batas-batas kewenangannya dan bagaimana bentuk
akta-aktanya maka masih harus membentuk Undang-undang untuk mengatur hal-hal
tersebut di atas. Perundang-undangan yang dimaksud adalah Peraturan Jabatan
Notaris, sehingga dapat dikatakan bahwa PJN adalah peraturan pelaksanaan dari
pasal 1868 KUH Perdata tersebut.
Ketentuan mengenai pekerjaan
notaris telah diatur dalam Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris (Notaris Reglement
(NR) Stbl.1860 :3), yang kemudian dituangkan kembali dalam Pasal 1
Undang-Undang Jabatan Netaris Nomor 30 Tahun 2004 (UUJN). Pasal 1 PJN
menegaskan bahwa pekerjaan notaris adalah pekerjaan resmi (ambtelijke
verrichtingen) berwenang membuat akta otentik, yang:
1. Diharuskan oleh suatu peraturan
perundang-undangan.
2. Dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta,
menyimpan akta, dan memberikan grosse, salinan dan kutipan akta.
3. Sepanjang pembuatan akta itu tidak juga
ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang
ditetapkan oleh undang-undang.
Sedangkan dalam UUJN jabatan notaris tidak diketemukan lagi bahwa Notaris
sebagai pejabat yang satu-satunya berwenang. Dengan demikian masih ada pejabat
lainnya yang berdasarkan undang-undang, yaitu :
1. Turut berwenang (disamping notaris)
membuat akta otentik tertentu.
2. Yang khusus berwenang membuat akta otentik
tertentu
Dalam Pasal 1868 KUH Perdata hanya menerangkan pengertian "akta
otentik" tetapi tidak menegaskan siapa yang dimaksud dengan "pegawai
umum". Peraturan Jabatan Notaris merupakan peraturan pelaksana dari Pasal
1868 KUH Perdata karena notarislah yang dimaksud dengan pejabat umum tertentu.
Undang-undang tidak memberikan definisi tentang pejabat umum tersebut.
Definisi dari pejabat umum yang diberikan oleh para ahli hukum sebagai berikut
:
"Pejabat umum adalah organ negara yang diperlengkapi dengan kekuasaan
umum, berwenang menjalankan sebagian dari kekuasan negara untuk membuat alat
bukti tertulis dan otentik dalam bidang hukum perdata"
Sedangkan dalam Pasal 1 Undang-Undang Jabatan Notaris
(UUJN) Republik Indonesia dipaparkan bahwa yang dimaksud dengan Notaris
adalah Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan
lainnya sebagaimana dimaksud dalam UU ini.
Bab III Pasal 15 ayat (1) UUJN mengenai Kewenangan, Kewajiban, Dan
Larangan, menyatakan bahwa Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai
semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan
perundangan-undangan dan/atau yang dikehendaki o!eh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta,
menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu
sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan
kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.
Dalam Pasal 15 ayat (2) UUJN menegaskan pula mengenai wewenang Notaris,
antara lain:
a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan
kepastian tanggaJ surat di bawah tangan dengan mendaftar daJam buku khusus;
b. membukukan surat-surat di bawah tangan
dengan mendaftar dalam buku khusus;
c. membuat kopi dari asli surat-surat di
bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan
digambarkan dalam surat yang bersangkutan;
d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi
dengan surat aslinya;
e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan
pembuatan akta;
f.
membuat
akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
g. membuat akta risalah lelang.
Menurut Pasal 15 ayat (3) UUJN. kewenangan-kewenangan lain Notaris diatur
dalam peraturan perundang-undangan.
Wewenang serta pekerjaan utama/pokok para Notaris adalah membuat akta
otentik; baik yang dibuat "dihadapan" Notaris (partij
akten), maupun yang dibuat "oleh" Notaris (relaas
akten). Apabila orang mengatakan akta otentik, pada umumnya dimaksudkan
adalah akta yang dibuat "di hadapan' / ”'oleh" Notaris (notariele
akten).
Notaris diberi wewenang untuk membuat akta otentik dalam lapangan hukum
perdata tetapi notaris tidak dapat mengambil inisiatif sendiri untuk membuat akta
otentik tanpa ada permintaan dari pihak-pihak yang menghendaki perbuatan hukum
tersebut untuk dituangkan dalam suatu akta otentik.
2.2.3. Kode
Etik Notaris
Notaris dalam menjalankan jabatannya selain mengacu kepada Undang-Undang
Jabatan Notaris, juga harus bersikap sesuai dengan etika profesinya. Etika
profesi adalah seikap etis yang dituntut untuk dipenuhi oleh profesional dalam
mengemban profesinya. Etika profesi berbeda-beda menurut bidang keahliannya
yang diakui dafam masyarakat. Etika profesi diwujudkan secara formal ke dalam
suatu kode etik. "Kode " adalah segala yang tertulis dan disepakati
kekuatan hukumnya oleh kelompok masyarakat tertentu sehingga kode etik dalam
hal ini adalah hukum yang berlaku bagi anggota masyarakat profesi tertentu dalam
menjalankan profesinya .
Para Notaris yang berpraktek di Indonesia bergabung dalam suatu perhimpunan
organisasi yaitu Ikatan Notaris Indonesia (INI). INI merupakan kelanjutan dari De
Nederlandsch-Indische Notarieele Vereeniging, yang dahulu didirikan di
Batavia pad a tanggal 1 Juli 1908 yang mendapat pengesahan sebagai badan hukum
dengan Gouvernements Besluit (Penetapan Pemerintah) tanggal 5 September
1908 Nomor 9. Nama Belanda kemudian diganti atau diu bah menjadi Ikatan Notaris
Indonesia yang hingga sekarang merupakan satu-satunya wadah organisasi profesi
di Indonesia.
Kemudian mendapat pengesahan dari pemerintah
berdasarkan Keputusan Mentri kehakiman RI pada tanggal 23 Januari 1995
Nomor C2-1011.HT.01.06 Tahun 1995, dan telah diumumkan dalam Berita Negara RI
tanggal 7 April 1995 Nomor 28 Tambahan Nomor 1/P-1995, oleh karena itu sebagai
dan merupakan organisasi Notaris sebagaimana dimaksud dalam UUJN nomor 30 tahun
2004 tentang Jabatan Notaris yang diundagkan dalam Lembaran Negara RI Tahun
2004 Nomor 117. Menurut Pasal 1 angka (5) UUJN, menyebutkan bahwa Organisasi
Notaris adalah organisasi profesi jabatan Notaris yang terbentuk perkumpulan
yang berbadan hukum.
Notaris dengan organisasi profesi jabatannya menjabarkan etika profesi
terse but kedalam Kode Etik Notaris. Kode Etik Notaris menurut organisasi
profesi jabatan Notaris Hasil Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia (INI)
pada tanggal 28 Januari 2005 yang diadakan di Bandung, diatur dalam Pasal 1
angka (2) adalah sebagai berikut :
“Kode Etik Notaris dan untuk selanjutnya
akan disebut Kode Etik adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh
Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia yang selanjutnya akan disebut
“Perkumpulan” berdasar keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan
oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal
itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota
Perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris,
termasuk di dalamnya para Pejabat Sementara Notaris, Notaris pengganti, dan
Notaris Pengganti Khusus.”
Melaksanakan tugas jabatannya seorang Notaris harus berpegang teguh kepada
Kode Etik jabatan Notaris. Kode etik adalah tuntunan, bimbingan, pedoman moral
atau kesusilaan untuk suatu profesi tertentu atau merupakan daftar kewajiban
dalam menjalankan suatu profesi yang disusun oleh anggota profesi itu sendiri
damn mengikat mereka dalam mempraktekkarinya. Dengan demikian Kode etik Notaris
adalah tuntunan, bimbingan, pedoman moral atau kesusilaan Notaris baik selaku
pribadi maupun pejabat umum yang diangkat oleh pemerintah dalam rangka
memberikan pelayanan kepada masyarakat umum khususnya dalam bidang pembuatan
akta.(lihat Liliana Tedjosaputro. Elika Profesi Notaris Dalam Penegakan Hukum
Pidana, Bigraf Publishing, Yogyakarta. 1995, him 29.)
Pembahasan mengenai Kode etik tidak terlepas dari UndangUndang Jabatan
Notaris Nomor 30 tahun 2004. Dalam kode etik Notaris terdiri dari kewajiban,
larangan maupun sangsi serta penegakan hukum agar tujuan dari terbentuknya kode
etik maupun Uridang-Undang Jabatan Notaris dapat berjalan tertib.
Kode etik notaris menurut Abdulkadir Muhammad meliputi :
a. Etika Kepribadian Notaris, sebagai pejabat umum maupun sebagai
profesional;
b. Etika melakukan tugas jabatan;
c. Etika pelayanan terhadap klien;
d. Etika hubungan sesama rekan Notaris;
2.2.4. Kewajiban dan larangan Notaris berdasarkan
Kode Etik Notaris
Kewajiban dan Larangan Notaris tercantum dalam Pasal 3, 4 dan 5 Kode Etik
Notaris Hasil Kongres Luar Biasa INl pada tanggal 28 Januari 2005 di Bandung.
Kode etik Notaris mengacu pada Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 tahun
2005. Undang-undang Jabatan Notaris tegas dalam hal kewajiban dan larangan
terhadap profesi Notaris, seperti yang tercantum dalam Pasal 15,16 dan 17.
Seperti yang telah diterangkan diatas, maka peraturan Kode Etik Notaris
hasil Kongres Luar Biasa INI pada tahun 2005 disesuaikan dengan pemikiran dari
Abdulkadir Muhammad, maka dalam Kode Etik Notaris berupa kewajiban maupun
larangan untuk profesi Notaris dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Etika kepribadian Notaris :
a) memiliki moral, akhlak dan kepribadian
yang baik,
b) menghormati dan menjunjung tinggi harkat
dan martabat jabatan notaris
c) taat hukum berdasarkan Undang Undang
Jabatan Notaris, sumpah jabatan dan AD ART Ikatan Notaris Indonesia
d) Memiliki perilaku profesional
e) Meningkatkan ilmu pengetahuan yang telah
dimiliki tidak terbatas pada ilmu pengetahuan dan kenotariatan
2. Etika melakukan tugas jabatan
a) bertindak jujur, mandiri tidak berpihak
penuh rasa tanggung jawab;
b) Menggunakan satu kantor di tempat
kedudukan dan kantor tersebut merupakan satu-satunya kantor notaris yang
bersangkutan dalam melaksanakan jabatannya sehari-hari;
c) Memasang papan nama di depan kantornya
menurut ukuran yang berlaku;
d) Menjalankan jabatan Notaris terutama dalam
pernbuatan, pembacaan dan penandatanganan akta yang dilakukan di kantor kecuali
dengan alasan-alasan yang sah;
e) Tidak melakukan promosi melalui
media cetak ataupun elektronik;
f)
Dilarang
bekerja sama dengan biro jasa/orang/badan hukum yang ada sebagai perantara
dalam mencari klien.
3. Etika pelayanan terhadap klien
a) Mengutamakan pengabdian kepada
kepentingan masyarakat dan negara
b) Memperlakukan setiap klien yang
datang dengan baik tanpa membedakan status ekonominya dan atau status
sosialnya.
c) Memberikan jasa pembuatan akta dan jasa
kenotariatan lainnya untuk masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut
honorarium
d) Dilarang menandatangani akta yang
proses pembuatan minutanya telah dipersiapkan oleh orang lain
e) Dilarang mengirimkan minuta kepada
klien untuk ditandatangani
f)
Dilarang
berusaha agar seseorang berpindah dari Notaris Jain kepadanya
g) Dilarang melakukan pemaksaan
kepada klien menahan berkas yang telah diserahkan dengan. maksud agar klien
tetap membuat akta kepadanya.
4. Etika hubungan sesama rekan Notaris
a) aktif dalam organisasi Notaris;
b) saling membantu, saling menghormati sesama
rekan Notaris dalam suasana kekeluargaan;
c) harus saling menjaga kehormatan dan
membela kehormatan dan nama baik korps Notaris;
d) tidak melakukan persaingan yang merugikan
sesama Notaris, baik moral maupun material;
e) tidak menjelekkan ataupun mempersalahkan
rekan notaris atau akta yang dibuat olehnya. Dalam hal seorang Notaris
menghadapi dan/atau menemukan suatu akta yang dibuat oleh rekan Notaris lainnya
dan ditemui kesalahan-kesalahan yang serius atau membahayakan kilennya, maka Notaris
tersebut wajib memberitahukan dengan cara tidak menggurui, untuk mencegah
timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan terhadap klien yang bersangkutan
ataupun rekan sejawat tersebut;
f)
Dilarang
membentuk kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat eksklusif dengan tujuan
untuk melayani kepentingan suatu instansi apalagi menutup kemungkinan bagi Notaris
lain untuk berpartisipasi;
g) Tidak menarik karyawan Notaris lain secara
tidak wajar.
Dalam aturan main yang telah ditetapkan oleh Kongres INI, Kode Etik ini
wajib diikuti oleh seluruh anggota maupun seseorang yang menjalankan profesi
Notaris. Hal ini mengingat bahwa profesi notaris sebagai pejabat umum yang
harus memberikan rasa aman serta keadilan bagi para pengguna jasanya. Untuk
memberikan rasa aman bagi para pengguna jasanya, Notaris harus mengikuti
kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan oleh Undang-undang Jabatan Notaris
maupun Kode Etik Notaris. Notaris harus bertanggung jawab terhadap apa yang ia
lakukan terhadap klien maupun masyarakat.
Kewajiban maupun larangan yang ada merupakan petunjuk moral dan aturan
tingkah laku yang ditetapkan bersama oleh anggota Notaris dan menjadi kewajiban
bersama oleh seluruh anggota notaris dalam mewujudkan masyarakat yang tertib.
2.2 5. Penegakan hukum Kode Etik Notaris
Pengertian Penegakan hukum dapat dirumuskan sebagai usaha melaksanakan
hukum sebagaimana mestinya, mengawasi pelaksanaannya, dan jika terjadi
pelanggaran memulihkan hukum yang dilanqqar itu supaya ditegakkan kembali.
Penegakkan hukum dilakukan dengan penindakan hukum menurut urutan berikut:
a) teguran peringatan supaya menghentikan
pelanggaran dan jangan berbuat lagi;
b) pembebanan kewajiban tertentu (ganti
kerugian, denda);
c) penyisihan atau pengucilan (pencabutan
hak-hak tertentu);
d) pengenaan sanksi badan (pidana penjara,
pidana mati) Dalam pelaksanaannya tugas penegakan hukum, penegak hukurn wajib
menaati norma-norma yang telah ditetapkan;
Penegakan kode etik Notaris adalah usaha melaksanakan kode etik Notaris
sebagaimana mestinya, mengawasi pelaksanaannya supaya tidak terjadi
pelanggaran, dan jika terjadi pelanggaran memulihkan kode etik yang dilanggar
itu supaya ditegakkan kembali.
Penegakan hukum Kode Etik Notaris tercantum dalam Bab IV dan V yaitu dari
Pasal 6 sampai dengan Pasal 13, yang meliputi :
1) Sanksi,
2) Pengawasan,
3) Pemeriksaan dan Penjatuhan sanksi,
4) Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi Pada
tingkat Pertama,
5) Banding dan
6) Terakhir, Eksekusi atas
sanksi-sanksi dalarn Pelanggaran Kode Etik
2.2.6. Pengawasan
Pengawasan Notaris dimaksud diharapkan oleh
pembentuk Undang-undang Jabatan Notaris merupakan lembaga pembinaan agar para
Notaris dalam menjalankan
jabatannya dapat leblh meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Dalam
Pasal 67 ayat (5) UUJN, yang harus diawasi adalah Perilaku Notaris dan
Pelaksanaan Jabatan Notaris.
Pengawasan baik preventif dan represif diperlukan bagi pelaksanaan tug as
Notaris sebagai pejabat umum. Fungsi Preventif dilakukan oleh Negara sebagai
pemberi wewenang yang I dilimpahkan pada instansi pemerintah. Fungsi represif
dilakukan oleh organisasi profesi jabatan Notaris dengan acuan kepada UUJN dan
Kode Etik Notaris.
Pengawasan Notaris diatur dalam Pasal 67-81 UUJN, yang intinya pengawasan
dilakukan oleh Menteri dan dalarn rnelaksanakan pengawasan tersebut Menteri
menunjuk Majelis Pengawas, yang terdiri dari Majelis Pengawas Oaerah, Majelis
Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas Pusat. Majelis Pengawas terdiri dari 3
unsur yaitu unsur dari Pemerintah, organisasi Notaris dan akademisi.
1. Majelis Pengawas Daerah (MPD)
MPD melakukan pengawasan secara berkala 6 bulan sekali dengan melakukan
pemerikasaan protocol Notaris, memberikan izin cuti selama 6 bulan dan
pemeriksaan adanyalaporan atau pengaduan dari masyarakat terhadap Notaris.
Apabila ada pengaduan dari masyarakat terhadap Notaris yang melakukan
pelanggaran kode etik maupun pelanggaran Undang-Undang jabatan Notaris, maka
MPD berwenang menyelenggarakan Sidang tertutup untuk umum, MPD akan memeriksa
dan mendengar keterangan pelapor, tanggapan terlapor, memeriksa bukti yang
diajukan pelapor dan terlapor, kemudian hasil pemeriksaan dituangkan dalam
Berita Acara pemeriksaan (BAP) dan wajib diberikan kepada Majelis Pengawas
Wilayah dalam waktu 30 hari dengan tembusan kepada notaris yang bersangkutan,
pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia dan Majelis Pengawas Pusat
MPD tidak berwenang membenkan penilaian pembuktian terhadap fakta-fakta
hukum dan juga tanpa kewenangan untuk menjatuhkan sanksi
2. Majelis Pengawas Wilayah
(MPW)
MPW berwenang meberikan cuti
untuk 6 bulan sampai 1 tahun. \ Berdasarkan BAP
yang telah diberikan kepada MPW melalui MPD, MPW berwenang melakukan Sidang
Pemeriksaan Tertutup untuk umum dan Sidang Pengambilan Keputusan yang terbuka
untuk umum. Blla dalam sidang pemeriksaan MPW Netarts tidak terbukti rnelakukan
pelanggaran, maka laporan BAP ditolak dan Notaris direhabilitasi nama baiknya.
Bila Notaris terbukti melanggar, putusan harus memuat alasan dan pertimbangan yang
cukup yang dijadikan dasar untuk menjatuhkan putusan.
MPW membuat berita acara atas
setiap keputusan penjatuhan sanksi, yang kemudian disampaikan kepada Mennteri,
pelapor, teriapor, MPD, MPP dan pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia.
Apabila Notaris terlapor
keberatan alas putusan sidang MPW, maka Notaris dapat mengajukan banding pad a
tingkat Majelis Pengawas Pusat
3. Majelis Pengawas Pusat
(MPP)
1)
Berwenang memberi cuti notaris untuk jangka waktu 1
tahun lebih.
2)
Menindaklanjuti Notaris yang melakukan banding yang
disampaikan melalui MPW.
3) MPP wajib melakukan Sidang Pemeriksaan dan
Sidang Pengambilan Putusan yang terbuka untuk umum.
2.2.7. Pelanggaran terhadap Kode Etik Notaris
Beberapa contoh pelanggaran terhadap UUJN yang dilakukan oleh oknum Notaris
dalam pembuatan akta-akta Notaris, yaitu :
1. Akta dibuat tanpa dihadiri oleh
saksl-saksl, padahal di dalam akta itu sendiri disebut dan dinyatakan
"denqan dihadiri saksi-saksi"
2. Akta yang bersangkutan tidak dibacakan
oleh Notaris
3. Akta yang bersangkutan tidak ditandatangai
di hadapan Notaris, bahkan min uta Akta tersebut dibawa oleh orang lain dan
ditandatangani oleh dan ditempat yang tidak diketahui oleh Notaris yang
bersangkutan
4. Notaris membuat akta diluar wilayah
jabatannya, akan tetapi Notaris yang bersangkutan mencantumkan dalam akta
tersebut seolah-oleh dilangsungkan dalam wilayah hukum kewenangannya atau
seolah-oleh dilakukan di tempat kedudukan dari Notaris tersebut.
5. Seorang Notaris membuka kantor cabang
dengan cara sertiap cabang dalarn . waktu yang bersamaan melangsungkan dan
memproduksi akta Notaris yang seolah-olah kesemua akta tersebut dibuat di
hadapan Notaris yang bersangkutan.
Akibat hukum terhadap akta yang dibuat oleh Notaris yang telah
rnelakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang Jabatan Notaris, yaitu kata
Notaris tersebut tidak otentik dan akta itu hanya mempunyai kekuatan seperti
akta yang dibuat di bawah tangan apabila ditandatangani oleh para pihak yang
bersangkutan. .
Pelanggaran terhadap UUJN seperti yang dicontohkan di atas, sudah
mengakibatkan kerugian terhadap masyarakat atau pengguna jasa Notaris, bisa
diajukan oleh masyarakat kepada Majelis Pengawas Daerah. Yang kemudian
mekanismenya disesuaikan dengan UUJN. Dalam UUJN ditentukan sanksi-sanksi dalam
Pasal 84 dan 85 bagi pelanggaran jabatan Notaris.
Kode etik Notaris yang diatur oleh organisasi Notaris yaitu !katan Notaris
Indonesia (IN!) merupakan salah satu organisasi profesi jabatan Notaris yang
diakui dan telah mempunyai cabang di seluruh Indonesia. Pelanggaran menurut
Kode etik Notaris diatur dalam Pasal 1 angka (9) yaitu :
Pelanggaran adalah perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh Perkumpulan
maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Nolaris yang melanggar
ketentuan Kode Etik dan/atau disiplin organisasi;
Contoh pelanggaran terhadap kode etik Notaris oleh oknum Notaris dalam
menjalankan jabatannya, yaitu :
1) Notaris menempatkan pegawai/asistennya di
suatu tempat tertentu antara lain : di kantor perusahaan. kantor bank yang
menjadi klien Notaris tersebut, untuk memproduksi akta-akta yang seolah-oleh
sam a dengan dan seperti akta yang memenuhi syarat formal;
2) Notaris lebih banyak waktu melakukan
kegiatan diluar kantornya sendiri, dibandingkan dengan apa yang dilakukan di
kantor serta wilayah jabatannya;
3) Beberapa oknum Notaris untuk memperoleh
kesempatan supaya dipakai jasanya oleh pihak yang berkepentingan antara lain
instansi perbankan dan perusahaan real estate, berperilaku tidak etis atau
melanggar harkat dan martabat jabatannya yaitu : memberikan jasa- imbalan
berupa uang komisi kepada instansi yang bersangkutan. bahkan dengan
permufakatan menyetujui untuk dipotong langsung secara prosentase dari jumlah
honorarium. Besarnya cukup bahkan ada yang sampai 60%. Atau mengajukan
permohonan seperti dan semacam rekanan dan menandatangani suatu perjanjian
dengan instansi yang sebetulnya adalah klien dari Notaris itu sendiri dengan
syarat-syarat yang ditentukan oleh instansi tersebut.
4) Taktik banting harga yang terjadi di
kalangan Notaris diakibatkan oleh Penumpukkan penempatan Notaris di suatu
daerah tertentu. Hal ini menjadikan persaingan tidak sehat diantara kalangan
Notaris. Hal ini akibat makin ketatnya persaingan pada profesi jabatan Notaris,
sejalan dengan banyaknya berdiri praktik-praktik Notaris baru, oleh karena itu
untuk menyiasati kondisi yang sedemikian sebagian Notaris memasang tarif untuk
jasanya dengan harga dibawah standar.
Berdasarkan contoh di atas, rnasalah yang paling mendasar adalah etika dan
moral seorang Notaris, yang notabene adalah seorang pejabat umum. Kalau
menyangkut etika dan moral, sulit mengaturnya dalarn bentuk peraturan, balk di
tingkat kode etik maupun tingkat peraturan umum. Itu benar-benar menyangkut
pribadi Notaris yang bersangkutan. Tampak dari kasus tersebut para Notaris telah
menyelewengkan tugas jabatannya dan mengambil pekerjaan di luar wewenangnya.
2.2.8. Sanksi
Sanksi dalam Kode Etik tercantum dalam pasal 6 :
1. Sanksi; yang dikenakan terhadap anggota
yang melakukan pefanggaran Kode Etik dapat berupa :
a) Teguran;
b) peringatan ;
c) schoorsing (pemecatan sementara) dari keanggotaan
perkumpulan ;
d) onzetfing ( pemecatan) dari keanggotaan perkumpulan;
e) Pemberhentian dengan tidak hormat dari
keanggotaan Perkumpulan
2. Penjatuhan sanksi-sanksi sebagaimana
terurai di atas terhadap anggota yang melanggar kode etik disesuaikan dengan
kualitas pelanggaran yang dilakukan anggota.
Yang dimaksud sebagai sanksi adalah suatu hukuman
yang dimaksudkan sebagai sarana, upaya dan alat pemaksa ketaatan dan disiplin
anggota perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan
Notaris dalam menegakkan kode etik dan disiplin organisasi.
Penjatuhan sanksi terhadap anggota yang melakukan
pelanggaran terhadap kode etik Notaris dilakukan oleh Dewan Kehormatan yang
merupakan alat perlengkapan perkumpulan yang berwenang melakukan pemeriksaan
atas pelanggaran kode etik termasuk didalamnya juga menjatuhkan sanksi kepada
pelanggarnya sesuai dengan kewenangan masing-masing.
Terhadap pelanggaran Notaris dilakukan pengawasan
oleh organisasi Notaris yaitu Ikatan Notaris Indonesia (INI) terhadap
anggotanya, yang secara langsung mengontrol Notaris yang dilakukan oleh Dewan
Kehormatan, yang dalam Pasal 1 angka (8) Kode Etik Notaris :
Dewan Kehormatan adalah alat perlengkapan Perkumpulan sebaga;
suatu badan atau lembaga yang mandiri dan bebas dari keberpihakan dalam
Perkumpulan yang bertugas untuk :
a) melakukan pembinaan, bimbingan,
pengawasan, pembenahan anggota dalam menjunjung tinggi Kode Etik;
b) memeriksa dan mengambil keputusan atas
dugaan pelanggaran ketentuan kode etii: yang bersifat internal atau yang tidak
mempunyai kaitan dengan kepentingan rnasyarakat secara langsung;
c) memberikan saran dan pendapat kepada
Majelis Pengawas atas dugaan pelanggaran kode etik dan jabatan Notaris.
Dewan Kehormatan memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan
pelanggaran ketentuan kode etik yang sifatnya "internal" atau yang
tidak mempunyai kaitan dengan kepentingan masyarakat secara langsung (pasal 1
ayat 8 bagian a)
Pemeriksaan dan penjatuhan sanksi pada tingkat
pertama dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan Daerah yang baru akan
menentukan putusannya mengenai terbukti atau tidaknya pelanggaran kode etik
serta penjatuhan sanksi terhadap pelanggarnya, setelah mendengar keterangan dan
pembefaan diri dari keperluan itu. Bila dalam putusan sidang dewan kehormatan
daerah terbukti adanya pelanggaran kode etik, maka sidang sekaligus
"menentukan sanksi" terhadap pelanggarnya. (pasal 9 ayat (5)).
Sanksi teguran dan peringatan oleh Dewan
Kehormatan Daerah tidak wajib konsultasi dahulu demgan Pengurus Daerahnya,
tetapi sanksi pemberhentian sementara (schoorsing) atau pemecatan
(onzetting) adri keanggotaan diputuskan dahulu dengan pengurus Dasarnya
(Pasaf 9 ayat (8)
Pemeriksaan dan penjatuhan sanksi pada tingkat
banding dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan Wilayah (Pasal 10). Putusan yang
berisi penjatuhan sanksi pemecatan sementara (schoorsing) atau pemecatan
(onzetting) dari keanggotaan perkumpulan dapat diajukan/dimohonkan
banding kepada Dewan Kehormatan Wilayah. Apabila pemeriksaan dan penjatuhan
sanksi dalam tingkat pertama telah dilakukan oleh Dewan Kehormatan Wilayah,
berhubung pada tingkat kepengurusan daerah yang bersangkutan belum dibentuk
Dewan Kehormatan Daerah, maka keputusan Dewan Kehormatan Wilayah tersebut
merupakan keputusan tingkat banding.
Pemeriksaan dan Penjatuhan saksi pad a tingkat
terakhir dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan Pusat (pasal 11). Putusan yang
berisi penjatuhan sanksi pemecatan sementara (schoorsing) atau pemecatan
(onzetting) dari keanggotaan perkumpulan yang dilakukan oleh Dewan
Kehormatan Wilayah dapat diajukanl dimohonkan pemeriksaan pada tingkat terakhir
kepada Dewan Kehormatan Pusat.
Eksekusi atas sanksi-sanksi dalam pelanggaran kode
etik berdasarkan putusan yang ditetapkan oleh dewan Kehormatan Daerah, dewan
Kehorrnatan Wilayah maupun yang ditetapkan oleh Dewan Kehormatan Pusat
dilaksanakan oleh Penqurus Daerah.
3. Dalam hal pemecatan sementara secara
rind tertuang dalam pasal 13.
Dalam hal pengenaan sanksi pemecatan sementara (schorsing)
demikian juga sanksi onzetting maupun pemberhentian dengan tidak hormat
sebagai anggota perkumpulan terhadap pelanggaran sebagaimana yang dimaksud
dalam Pasal 13 diatas wajib diberitahukan oleh Pengurus Pusat kepada Majelis
Pengawas Daerah (MPD) dan tembusannya disampaikan kepada Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia.
Notaris merupakan pejabat umum yang membuat
akta otentik yang dibutuhkan oleh masyarakat. Diperlukan tanggung jawab
terhadap jabatannya, sehingga diperlukan lembaga kenotariatan untuk mengatur
perilaku profesi Notaris tersebut. Pada hakekatnya Kode Etik Notaris adalah
merupakan penjabaran lebih lanjut apa yang diatur dalam Undang-undang Jabatan
Notaris , mengingat Notaris dalarn melaksanakan jabatannya harus tunduk dan
mentaati seqala ketentuan dalam Undang-undang yang mengatur jabatannya.
Yang tercantum dalam kode etik notaris yang
dibuat oleh organisasi INI yang merupakan satu-satunya organisasi notaris yang
berbadan hukum sesuai dengan UUJN. Artinya seluruh notaris wajib tunduk kepada
Kode Etik Notaris.
Dalam menjalankan tugasnya seorang Notaris harus berpegang teguh kepada
Kode Etik Jabatan Notaris. Dalam Kode Etik Notaris Indonesia telah ditetapkan
beberapa kaidah yang harus dipegang teguh oleh Notaris (selain memegang teguh
kepada Peraturan Jabatan Notaris), diantaranya adalah:
a. Kepribadian
notaris, hal ini dijabarkan kepada:
1.
Dalam melaksanakan tugasnya
dijiwai pancasila, sadar dan taat kepada hukum peraturan jabatan Notaris,
sumpah jabatan, Kode Etik Notaris dan berbahasa Indonesia yang baik.
2.
Memiliki perilaku
professional dan ikut serta dalam pembangunan nasional, terutama sekali dalam
bidang hukum.
3.
Berkepribadian baik dan
menjunjung tinggi martabat dan kehormatan Notaris, baik di dalam maupun di luar
tugas jabatannya.
b. Dalam
menjalankan tugas, notaris harus:
- Menyadari kewajibannya, bekerja mandiri, jujur tidak berpihak dan dengan penuh rasa tanggung jawab.
- Menggunakan satu kantor sesuai dengan yang ditetapkan oleh undang-undang, dan tidak membuka kantor cabang dan perwakilan dan tidak menggunakan perantara.
- Tidak menggunakan media massa yang bersifat promosi.
c.
Hubungan notaris dengan klien harus berlandaskan:
- Notaris memberikan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan jasanya dengan sebaik-baiknya.
- Notaris memberikan penyuluhan hukum untuk mencapai kesadaran hukum yang tinggi, agar anggota masyarakat menyadari hak dan kewajibannya.
- Notaris harus memberikan pelayanan kepada anggota masyarakat yang kurang mampu.
d. Notaris
dengan sesama rekan notaris haruslah:
- Hormat menghormati dalam suasana kekeluargaan.
- Tidak melakukan perbuatan ataupun persaingan yang merugikan sesama.
- Saling menjaga dan membela kehormatan dan korps notaris atas dasar solidaritas dan sifat tolong menolong secara konstruktif.
C. Pelanggaran dalam Kode Etik Notaris
3.1. Larangan Notaris dalam Menjalankan Tugasnya
Jabatannya
Sesuai dengan Rumusan Komisi D Bidang Kode Etik
Ikatan Notaris (INI) Periode 1990-1993 mengenai Larangan-larangan dan
ketentuan-ketentuan tentang Perilaku Notaris dalam menjalankan jabatannya, yang
kemudian ditegaskan kembali berdasarkan Pasal 1 Angka 13 Keputusan Menteri
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia No.M-01.H.T.03.01 Tahun 2003 tentang
Kenotarisan, Organisasi Notaris satu-satunya yang diakui oleh Pemerintah adalah
Ikatan Notaris Indonesia (“INI”). Kemudian diubah dan dituangkan dalam Kode
Etik Notaris yang berlaku saat ini adalah Kode Etik Notaris berdasarkan
Keputusan Kongres Luar Biasa INI tanggal 27 Januari 2005 di Bandung (“Kode Etik
Notaris”), para anggota Ikatan Notaris Indonesia dilarang :
1. mempunyai lebih dari 1 (satu) kantor, baik
kantor cabang ataupun kantor perwakilan; memasang papan nama dan/atau tulisan
yang berbunyi “Notaris/Kantor Notaris” di luar lingkungan kantor;
2. melakukan publikasi atau promosi diri,
baik sendiri maupun secara bersama-sama, dengan mencantumkan nama dan
jabatannya, menggunakan sarana media cetak dan/atau elektronik, dalam bentuk:
iklan; ucapan selamat; ucapan belasungkawa; ucapan terima kasih; kegiatan
pemasaran; kegiatan sponsor, baik dalam bidang sosial, keagamaan, maupun olah
raga;
3. bekerja sama dengan Biro jasa/orang/Badan
Hukum yang pada hakekatnya bertindak sebagai perantara untuk mencari atau
mendapatkan klien;
4. menandatangani akta yang proses pembuatan
minutanya telah dipersiapkan oleh pihak lain;
5. mengirimkan minuta kepada klien untuk
ditandatangan;
6. berusaha atau berupaya dengan jalan
apapun, agar seseorang berpindah dari Notaris lain kepadanya, baik upaya itu
ditujukan langsung kepada klien yang bersangkutan maupun melalui perantaraan
orang lain;
7. melakukan pemaksaan kepada klien dengan
cara menahan dokumen-dokumen yang telah diserahkan dan/atau melakukan tekanan
psikologis dengan maksud agar klien tersebut tetap membuat akta padanya;
8. melakukan usaha-usaha, baik langsung
maupun tidak langsung yang menjurus ke arah timbulnya persaingan yang tidak
sehat dengan sesama rekan Notaris;
9. menetapkan honorarium yang harus dibayar
oleh klien dalam jumlah yang lebih rendah dari honorarium yang telah ditetapkan
perkumpulan;
10. mempekerjakan dengan sengaja orang yang
masih berstatus karyawan kantor Notaris lain tanpa persetujuan terlebih dahulu
dari Notaris yang bersangkutan;
11. menjelekkan dan/atau mempersalahkan rekan
Notaris atau akta yang dibuat olehnya. Dalam hal seorang Notaris menghadapi
dan/atau menemukan suatu akta yang dibuat oleh rekan sejawat yang ternyata di
dalamnya terdapat kesalahan-kesalahan yang serius dan/atau membahayakan klien,
maka Notaris tersebut wajib memberitahukan kepada rekan sejawat yang
bersangkutan atas kesalahan yang dibuatnya dengan cara yang tidak bersifat
menggurui, melainkan untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan
terhadap klien yang bersangkutan ataupun rekan sejawat tersebut;
12. membentuk kelompok sesama rekan sejawat
yang bersifat eksklusif dengan tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi
atau lembaga, apalagi menutup kemungkinan bagi Notaris lain untuk
berpartisipasi;
13. menggunakan dan mencantumkan gelar yang
tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
14. melakukan perbuatan-perbuatan lain yang
secara umum disebut sebagai pelanggaran terhadap Kode Etik Notaris, antara lain
namun tidak terbatas pada pelanggaran-pelanggaran terhadap: Ketentuan-ketentuan
dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris; Penjelasan
Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang jabatanNotaris; isi
sumpah jabatan Notaris; Hal-hal yang menurut ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran
Rumah Tangga dan/atau Keputusan-keputusan lain yang telah ditetapkan oleh
organisasi Ikatan Notaris Indonesia tidak boleh dilakukan oleh anggota.
Sedangkan pengecualian atau tidak termasuk
larangan, adalah:
1. memberikan ucapan selamat, ucapan
berdukacita dengan mempergunakan kartu ucapan, surat, karangan bunga ataupun
media lainnya dengan tidak mencantumkan Notaris, tetapi hanya nama saja;
2. pemuatan nama dan alamat Notaris dalam
buku panduan nomor telepon, fax dan telex, yang diterbitkan secara resmi oleh
PT. Telkom dan/atau instansi-instandan/atau lembaga-lembaga resmi lainnya;
3. memasang 1 (satu) tanda penunjuk jalan
dengan ukuran tidak melebihi 20 cm x 50 cm, dasar berwarna putih, huruf
berwarna hitam, tanpa mencantumkan nama Notaris serta dipasang dalam radius
maksimum 100 meter dari kantor Notaris.
3.2. Contoh Kasus Pelanggaran Notaris
3.2.1. Posisi Kasus
- Notaris Feny Sulifadarti dituding melanggar etika profesi notaris oleh
majelis hakim Pengadilan Tipikor. Tidak hanya berperan ganda, Fenny juga
menggelapkan sejumlah data tanah dalam akta jual beli.
- Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menuding notaris proyek pengadaan tanah
Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), Feny Sulifadarti melanggar etika
profesi notaris. Tuduhan itu ditenggarai karena Fenny berperan ganda dalam
proses penjualan tanah tersebut. Fenny mengaku berperan sebagai kuasa penjual dan pembuat akta jual beli
tanah.
- Notaris boleh menjadi kuasa penjual dengan syarat akta jual beli itu
dibuat oleh notaris lain. Untuk menghindari hal itu, makanya saudara Feny
Sulifadarti membuat surat kuasa dibawah tangan.
- Menanggapi tudingan itu, Fenny menyatakan bahwa itu adalah kemauan dari
pemberi kuasa. Menurutnya, pemilik tanah, Komarudin dan Lasiman, meminta
dirinya untuk menjual tanah mereka dengan harga sama dengan Indrawan Lubis.
- Lasiman membantah pernyataan Fenny. Sebelumnya, dalam kesaksiannya,
Lasiman membeberkan bahwa Fenny yang menawarkan jasa untuk menjadi kuasa
penjual.
- Hal senada juga diutarakan oleh Komarudin. Fenny yang menawarkan.
Komarudin mengaku awam soal penjualan tanah, karena itu ia menerima tawaran
Fenny.
- Mendengar hal itu, Fenny bersikukuh dialah yang benar.
- Tidak hanya itu, Fenny juga mengaku menerima uang penjualan tanah dari
pihak Bapeten. Anehnya, uang sebesar Rp19 miliar, tidak langsung diberikan
kepada pemilik tanah. Fenny langsung memotong uang tersebut dengan dalih untuk
membayar pajak-pajak dan fee buat dirinya.
- Fenny menerangkan fee yang dia terima selaku kuasa penjual notaris
sebesar Rp312 juta. Uang itu
digelontorkan untuk biaya pembuatan akta jual beli plus pengurusan izin lokasi.
- Namun, ia tidak merinci besarnya biaya pengurusan.
- Sementara itu untuk biaya pajak, Fenny menerangkan biaya pajak yang
dikenakan terdiri dari pajak penjual, pembeli dan pajak waris. Semua sudah saya
laporkan kepada pemilik tanah, terangnya.
- Namun, setelah dikonfrontir dengan Komarudin dan Lasiman, keduanya
membantah hal itu. Keduanya menerangkan Fenny tidak pernah menunjukan bukti
pembayaran pajak kepada mereka.
- Komarudin dan Lasiman mengaku mereka menandatangani kuitansi kosong.
- Terkait dengan penandatanganan akta jual beli, Fenny selaku notaris tidak
pernah mempertemukan pihak penjual dan pembeli untuk menandatangani akta.
- Menurut Hakim Mansyurdin , sebagai pejabat umum pembuat akta harusnya
Fenny bertindak profesional. Jangan jadi makelar tanah.
3.2.2. Analisis Kasus
Berdasarkan kasus diatas telah dapat dibuktikan bahwa Notaris tersebut
melakukan pelanggaran, tidak hanya terhadap UU Jabatan Notaris tetapi juga Kode
Etik Notaris.
Etika Kepribadian Notaris menyebutkan bahwa
Notaris wajib:
a. memiliki moral, akhlak serta kepribadian
yang baik;
b. menghormati dan menjunjung tinggi harkat
dan martabat Jabatan Notari;
c. bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak,
penuh rasa tanggung jawab.
Dengan menjadi kuasa penjual Notaris Feny
Sulifadarti tersebut sudah bertindak tidak menghormati dan tidak menjunjung
tinggi harkat dan martabat Jabatan Notaris, serta tidak bertindak jujur, dan
tidak penuh rasa tanggang jawab. Hal itu terlihat jelas karena pada
kenyataannya bahwa seyogyanya seorang Notaris tidak boleh menjadi kuasa penjual,
tetapi ia mengingkari hal tersebut dengan cara membuat Surat Kuasa dari penjual
kepada dirinya selaku kuasa penjual secara di bawah tangan. Selain itu, sikap
tidak jujur Notaris tersebut juga terlihat dalam hal ia memberikan kuitansi
kosong untuk ditanda tangani oleh penjual.
3.2.3. Sanksi yang Dapat Dijatuhkan Terhadap
Notaris yang Melakukan Pekerjaan Lain
Terhadap Notaris Feny Sulifadarti, tindakan
pertama yang dilakukan adalah melaporkan Notaris tersebut kepada MPD dimana ia
berkedudukan. Melalui laporan tersebut maka MPD mengambil tindakan yaitu
menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran Kode Etik
Notaris atau pelanggaran pelaksanaan Jabatan Notaris, kemudian membuat dan
menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud kepada Majelis Pengawas Wilayah.
Setelah laporan tersebut diterima oleh MPW
maka MPW menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan atas
laporan masyarakat yang disampaikan melalui Majelis Pengawas Wilayah; memanggil
Notaris yang bersangkutan untuk dilakukan pemeriksaan atas laporan tersebut.
Kemudian MPW dapat memberikan sanksi berupa teguran lisan atau tertulis,
mengusulkan pemberian saksi terhadap Notaris kepada Majelis Pengawas Pusat
berupa:
a) pemberhentian sementara 3 (tiga) bulan sampai 6 (enam) bulan;
b) pemberhentian dengan tidak hormat.
Setelah laporan tersebut diteruskan kepada MPP maka MPP mengusulkan
pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat kepada Menteri.
Sanksi pemberhentian dengan tidak hormat adalah sanksi yang terberat yang
kenakan terhadap Notaris yang melakukan pelanggaran Kode Etik dan UU Jabatan
Notaris.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam pelaksanaan Tugas, Kewajiban dan wewenangnya jabatan Notaris juga
mempunyai Fungsi dan Peran dalam gerak
pembangunan nasional yang semakin kompleks dewasa ini tentunya makin luas dan
makin berkembang, sebab kelancaran dan kepastian hukum segenap usaha yang
dijalankan oleh segenap pihak makin banyak dan luas, dan hal ini tentunya tidak
terlepas dari pelayanan dan produk hukum yang dihasilkan oleh notaris.
Pemerintah (sebagai yang memberikan sebagian wewenangnya kepada notaris) dan
masyarakat banyak tentunya mempunyai harapan agar pelayanan jasa yang diberikan
oleh notaris benar-benar memiliki nilai dan bobot yang dapat diandalkan.
Oleh karena itu, agar Notaris dapat memberikan pelayanan jasa secara
maksimal serta menghasilkan “produk” akta yang benar-benar terjaga
otentisitasnya sehingga memiliki nilai dan bobot yang handal, maka Notaris
harus menjalankan kewajiban yang diamanatkan baik oleh UUJN maupun dalam Kode
Etik Notaris dan menghindari larangan-larangan dalam jabatannya. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang saling melengkapi antara
UUJN dan Kode Etik dalam mengatur ketentuan tentang kewajiban dan larangan
serta pengecualian dalam jabatan Notaris.
Dalam menjalankan jabatnnya seorang notaris tidak pernah lepas dari
kewajiban yang harus dipenuhi serta untuk memaksimalkan kinerjanya, Notaris pun
harus dapat menghindari ketentuan-ketentuan tentang larangan dalam jabatannya.
Pasal 16 dan Pasal 17 UUJN menentukan hal-hal yang menjadi kewajiban dan
larangan Notaris yaitu:
Kewajiban:
(1)
bertindak
jujur,seksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang
terkait dalam perbuatan hukum;
(2)
membuat
akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol
notaris;
(3)
mengeluarkan
groose akta, salinan akta, atau kutipan akta berdasarkan minuta akta;
(4)
memberikan
pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini, kecuali ada alasan
untuk menolaknya;
(5)
merahasiakan
segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang
diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali
undang-undang menentukan lain;
(6)
menjilid
akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih
dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah tidak dapat dimuat dalam satu buku,
akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah
minuta akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;
(7)
membuat
daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat
berharga;
(8)
membuat
daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta
setiap bulan;
(9)
mengirimkan
daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau daftar nihil yang berkenaan
dengan wasiat ke daftar pusat wasiat departemen yang tugas dan tanggungjawabnya
di bidang kenotariatan dalam waktu 5 (lima) hari pada hari minggu pertama
setiap bulan berikutnya;
(10) mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman
daftar wasiat pada setiap akhir bulan;
(11) mempunyai cap/stempel yang memuat lambang
negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama,
jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan;
(12) membacakan akta di hadapan penghadap dengan
dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat
itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris;
(13) menerima magang calon Notaris.
Larangan:
(1)
menjalankan
jabatan di luar wilayah jabatannya;
(2)
meninggalkan
wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan
yang sah;
(3)
merangkap sebagai pegawai negeri;
(4)
merangkap jabatan sebagai pegawai negara;
(5)
merangkap jabatan sebagai Advokat;
(6)
merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan
usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta;
(7)
merangkap jabatan sebagai pejabat pembuat akta tanah di
luar wilayah jabatan Notaris;
(8)
menjadi Notaris pengganti;
(9)
melakukan
pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agam, kesusilaan, atau kepatutan
yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris.
B. Saran
Berdasarkan uraian tentang kewajiban dan larangan sebagaimana terinci di
atas, diharapkan notaris dalam menjalankan jabatannya senantiasa bercermin pada
etika moral profesi yang diembannya, taat asas, serta tunduk dan patuh pada
setiap peraturan yang mengatur jabatannya tersebut sehingga masyarakat dan
semua kalangan benar-benar dapat memaknai profesi notaris sebagai salah satu
profesi yang mulia dan bermartabat.
Daftar Pustaka
E. Sumaryono, Etika Profesi
Hukum, Kanisius, Yogyakarta, 1995.
Supriadi, Etika & Tanggung
Jawab Profesi Hukum Di Indonesia,
Sinar Grafika,
Jakarta, 2006.
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris
Kode Etk Notaris