“…Jika pemerintah berpendapat bahwa 30 tahun adalah usia yang paling ideal bagi pengangkatan PPAT, berarti telah menerapkan “standar ganda” dalam klausul ini”.
Salah satu profesi yang akhir-akhir ini sangat diminati sarjana hukum adalah notaris PPAT. Bayangan kesuksesan dari segi finansial dan status sosial telah menjadi daya tarik tersendiri yang mampu menyedot animo sarjana hukum untuk menekuni profesi ini. Tak ayal, mereka mulai menjejali kampus-kampus yang menyelenggarakan program magister profesi ini.
Besarnya demand mengakibatkan efek domino. Terlihat, Program Magister Kenotariatan (MKn) yang semula hanya diselenggarakan di UI, UGM, Unpad, Unair, USU, dan Undip, belakangan ini disusul oleh Unand, Unhas, Unibraw, Unud, serta kampus swasta Ubaya.
Depkumham Vs BPN
Lulus dan praktek dalam waktu singkat adalah dambaan hampir semua lulusannya. Apalagi bagi fresh graduate. Kebanyakan ingin segera memulai karir, memiliki penghasilan, lantas menikah. Kira-kira begitulah rencana jangka panjangnya. Saat ini, rata-rata usia lulusan fakultas hukum berkisar antara 22-23 tahun. Jika ditambah durasi pendidikan di MKn selama 2 tahun, berarti pada usia 25 tahun mereka sudah siap memulai magang di kantor notaris. Masa magang minimal adalah 12 bulan, katakanlah mereka magang selama 2 tahun. Itu artinya, selepas magang, usia telah mencapai 27 tahun dimana telah memenuhi syarat pengangkatan notaris sebagaimana diatur dalam UU 30/ 2004 tentang Jabatan Notaris.
Asalkan sudah lulus ujian kode etik dan mengikuti Diklat Sisminbakum yang relatif mudah, mengurus permohonan pengangkatan notaris pun juga tidak terlalu sulit. Permenkumham M.01-HT.03.01 TH 2006 tentang syarat dan tata cara pengangkatan, perpindahan dan pemberhentian notaris menyatakan bahwa asal formasi tersedia dan berkas permohonan lengkap serta persyaratan terpenuhi, maka dalam jangka waktu paling lambat 90 hari sejak tanggal register akan dikeluarkan Surat Keputusan (SK) Pengangkatan Notaris. Konsekuensinya, Menteri, melalui Dirjen Administrasi Hukum Umum “mau tidak mau” harus mengeluarkan SK dalam tempo 90 hari.
Kondisi ini berbeda dengan BPN, dikatakan dalam pasal 16 PerKa BPN 1/2006 tentang peraturan pelaksanaan PP 37/1998 “…berdasarkan permohonan pengangkatan PPAT sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 15, Kepala Badan menerbitkan Keputusan Pengangkatan PPAT”. Klausul ini tidak mengatur soal batas waktu bagi kepala BPN untuk menurunkan SK kepada calon PPAT. Tak jarang, SK baru turun bertahun-tahun pasca permohonan. Padahal, segala persyaratan terpenuhi dan formasi juga tersedia. Kondisi ini menimbulkan celah suap menyuap (korupsi) yang bisa digunakan “oknum” BPN. Sebagaimana kabar yang sangat santer beredar di kalangan calon PPAT, mereka rela mengeluarkan sejumlah uang guna “mempercepat” turunnya SK.
Masa Tunggu
Bagi notaris yang berusia 27 tahunan, mengantongi SK notaris bukan berarti perjuangan telah selesai. Sebagaimana diatur pasal 6 PP 37/1998 tentang peraturan jabatan PPAT, persyaratan usia minimal pengangkatan PPAT adalah 30 tahun. Ini berarti, mereka harus mengalami “masa tunggu” minimal 3 tahun untuk bisa diangkat. Itupun dengan asumsi ujian PPAT diselenggarakan tepat ketika mereka berusia 30 tahun. Jika tidak, dipastikan “masa tunggu”nya akan semakin lama.
Notaris PPAT ibarat Romeo-Juliet. Keduanya merupakan jabatan yang “tak terpisahkan” serta saling membutuhkan satu sama lain. Sungguh, menjadi notaris tanpa merangkap jabatan PPAT serba sulit. Keterbatasan kewenangan untuk membuat akta yang telah ditugaskan kepada PPAT menjadi hal yang kontraproduktif. Alhasil, klien yang datang banyak yang beralih. Ujung-ujungnya pendapatan juga seret. Padahal, biaya operasional juga tidak kecil. Belum lagi harus menghadapi “persaingan” dengan notaris PPAT senior.
Apakah syarat usia 30 tahun sudah ideal? Dengan permasalahan diatas, tentu menjadi menarik untuk kita melihat kembali klausul 30 tahun itu. Saat ini, kebutuhan terhadap kehadiran PPAT sangat tinggi. Apalagi pasca pemekaran wilayah dan seiring meningkatnya kesadaran hukum warga negara dalam berbagai perbuatan hukum.
Merujuk SK Kepala BPN No 4/2006 tentang penetapan formasi PPAT, dinyatakan bahwa jumlah kebutuhan PPAT sebanyak 17.830 orang. Dimana 45% keberadaan PPAT terpusat di Jabodetabek. Padahal, sampai saat ini jumlah PPAT yang ada baru mencapai 10.889. Artinya, masih diperlukan 6.941 PPAT baru. Apalagi, tahun 2009 jumlahnya akan ditingkatkan menjadi 26.000 lebih.
Bahkan, untuk mengejar “stok” PPAT, BPN dalam waktu dekat berencana membuka program pendidikan khusus PPAT setingkat sarjana atau diploma di Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN). Jumlah lulusannya berkisar 30 orang pertahun. Jika usia lulusannya katakanlah 23 tahun, itu artinya “masa tunggu” pengangkatan PPAT justru lebih lama yakni 7 tahun.
Jalan Keluar
Klausul 30 tahun diatas sebetulnya patut ditinjau kembali dengan mengingat beberapa hal, misalnya harmonisasi persyaratan usia dengan profesi lain yang dirangkap, kebutuhan terhadap “stok” PPAT dan pertimbangan kesiapan calon PPAT yang bersangkutan.
Pendekatan komparasi dan harmonisasi dengan profesi hukum lainnya juga menunjukkan kecenderungan sebaliknya. Lihat saja, persyaratan usia minimal seorang hakim hanya 25 tahun, Jaksa 25 tahun, Notaris 27 tahun, Polisi 18 tahun, Advokat 25 tahun, dan Pejabat Lelang kelas II dipersamakan dengan usia notaris (minimal 27 tahun). Syarat usia PPAT merupakan yang tertua dibanding yang lain. Kematangan atau kedewasaan seseorang tidaklah bisa diukur dari segi usia. Perbandingan ini dapat digunakan sebagai argumentasi untuk mengakhiri diskursus tentang parameter tingkat kedewasaan seseorang.
Penetapan syarat usia minimal bagi beberapa profesi hukum tersebut diatas merupakan pengakuan langsung bahwa usia 25 – 27 merupakan fase dimana seseorang telah dewasa dan memiliki kapasitas yang cukup sebagai praktisi hukum. Apalagi hanya jabatan “sekelas” PPAT. Jika pemerintah berpendapat bahwa 30 tahun merupakan usia yang paling ideal bagi pengangkatan PPAT, berarti telah menerapkan “standar ganda” dalam klausul ini.
Atas dasar itulah, usia ideal pengangkatan PPAT adalah 27 tahun. Pengangkatan notaris dan PPAT bisa dilakukan secara “bersamaan”. Sehingga, semua pihak diuntungkan dengan hal ini. Dimana Notaris PPAT memiliki kewenangan yang “lengkap”, sedangkan “stok” PPAT yang diinginkan BPN juga cepat terpenuhi. Bukankah jika PPAT bertambah, negara juga diuntungkan? Pasti, pundi-pundi pendapatan negara dari sektor pajak dan non pajak akan bertambah. Selain itu, sengketa pertanahan juga berpotensi menurun seiring kehadiran PPAT.
Jika kemanfaatan (zweekmasigkeit) tidak lebih banyak daripada mudharatnya, tentu revisi klausul usia dan mekanisme pengangkatan PPAT dalam PP 37/1998 dan PerKa BPN 1/2006 adalah sebuah keniscayaan. Apalagi, landasan yuridis, sosiologis dan filosofis kebijakan pengangkatan PPAT sudah mulai menjauhi tujuan mulia cita hukum (idée des recht).
By : Cak Rony, 25-01-2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar