Dalam ilmu hukum, subyek hukum (legal subject) adalah setiap pembawa
atau penyandang hak dan kewajiban dalam hubungan-hubungan hukum. Subyek hukum
dapat merupakan orang atau natuurlijkpersoon (menselijkpersoon)
dan bukan orang (rechtspersoon). Rechtspersoon biasa disebut
badan hukum yang merupakan persona ficta atau orang yang diciptakan oleh
hukum sebagai persona.
Pandangan demikian dianut oleh Carl von Savigny, C.W.Opzoomer, A.N.Houwing
dan juga Langemeyer. Mereka badan hukum
adalah hanyalah fiksi hukum. Oleh karena itu pendapat
ini disebut teori fiktif atau teori fiksi. Beberapa sarjana lain mendekati
persoalan badan hukum dari aspek harta kekayaan yang dipisahkan tersendiri.
Pandangan ini
disebut teori pemisahan kekayaan dengan beberapa variasi. Teori van het
ambtelijk vermogen diajarkan oleh Holder dan Binder mengembangkan pandangan
bahwa badan hukum adalah badan yang mempunyai harta yang berdiri sendiri yang dimiliki pengurus
harta itu karena jabatannya sebagai pengurus harta yang bersangkutan.
Teori zweck vermogen ataupun doel
vermogens theorie diajarkan oleh A. Brinz dan F.J. van Heyden mengembangkan
pendapat bahwa badan hukum merupakan
badan yang mempunyai hak atas harta kekayaan
tertentu yang dibentuk untuk ytujuan melayai kepentingan tertentu.
Adanya tujuan tersebut menentukan bahwa harta kekayaan dimaksud sah untuk
diorganisasikan menjadi badan hukum.
Teori propriete collective yang
diajarkan oleh Marcel Planiol, , gezammenlijke
vermogens theorie diajarkan oleh P.A. Mollengraff. Menurut Molengraff,
badan hukum hakikatnya merupakan hak dan kewajiban anggotanya secra
bersama-sama di dalamnya terdapat harta kekayaan bersama yang tidak dapat
dibagi-bagi. Setiap anggota tidak hanya menjadi pemilik sebagai pribadi untuk
masing-masing bagiannya dalam satu kesatuan yang tidak dapat dibagi itu, tetapi
juga pemilik bersama untuk keseluruhan harta
kekayaan, sehingga masing-masing pribadi anggota adalah pemilik harta kekayaan
yang terorganisasikan dalam badan hukum itu.
Teori organ yang diajarkan Otto van Gierke
memandang badan hukum sebagai suatu yang nyata (reliteit) bukan fiksi,
pandangan ini diikuti oleh L.C. Polano.
Menurut teori organ badan hukum merupakan een
bestaan, dat hun realiteit dari konstruksi yuridis seoalah-olah sebagai
manusia yang sesuangguhnya dalam lalu
lintas hukum yang juga mempunyai
kehendak sendiri yuang dibentuk melalui alat-alat kelkengkapannya yaitu
pengurus dan anggotanya dan sebagainya.
Putusan yang dibuat oleh pengurus adalah
kemauan badan hukum.Semua pandangan teoritis di atas berusaha memberi
pembenaran ilmiah terhadap keberadaan badan hukum sebagai subyek hukum yang sah
dalam lalu lintas pergaayulan hukum. Teori propriate collective atau gezamenlijke
vermogens theorie pada umunya relevan diberlakukan bagi korporasi atau
badan hukum yang mempunyai anggota.
Tetapi untuk yayasan teori ini kurang cocok
digunakan. Bagi yayasan lebih tepat digunakan teori kekayaan bertujuan atau doel
vermogens theorie, karena yayasan (stiftung, stichting, wakaf) tidak
memiliki anggota. Teori fiksi dan teori organ yang nampaknya kebalikan dari
teori kekayaan bertujuan, sebenarnya dapat dilihat sebagai dua sisi mata
uang yang sama. Maksudnya bahwa badan
hukum dapat diakui sebagai subyek hukum
sebagai rechtspersoon atau menselijk persoon yang merupakan lawan
kata dan sekaligus pasangan bagi konsep orang sebagai subyek hukum atau natuurlijke
persoon. Badan hukum tidak mempunyai kehendak sendiri. Badan hukum hanya
dapat melakukan perbuatan melalui
perantaraan orang atau orang-orang yang duduk sebagai pengurus. Orang atau
orang-orang yang menjadi pengurus tersebut bekerja tidak untuk dirinya sendiri
melainkan untuk dan atas nama badan hukum tersebut.Pengurus salah satu unsur
badan hukum (4 unsur badan hukum:
i.
harta kekayaan terpisah;
ii.
Tujuan
yang ideal;
iii.
Kepentingan;
iv.
organisasi
(pengurus) adalah organisasi yang mengelola badan hukum. Dalam kegiatannya
badan hukum tunduk atau terikat pada hukum internal anggaran dasar (AD) dan
hukum negara.
Kedua hukum yang mengikat tersebut menghendaki
keteraturan organisasi kepengurusan setiap badan hukum. Hukum negara
memungkinkan suatu badan hukum dapat melakukan aktivitas hukum dengan subyek
hukum lainnya, sedangkan AD mengatur
pembagian tugas dan tanggung
jawab unsur pengurus. AD merupakan hukum
tertinggi atau konstitusi dalam badan hukum. AD kemudian dijabarkan
dalam anggaran rumah tangga (ART).
Dalam organisasi yang baik juga disediakan
kode etik (code of etics) bagi pengurus dan anggota. AD, ART dan kode
etik penting bagi organisasi untuk menghadapi berbagai persoalan internal agar
persoalan semcam itu tidak menjadi biang pendeknya usia organisasi.Dalam sistem
hukum Indonesia suatu badan
hukum selain memenuhi empat unsur
seperti disebutkan di atas juga perlu didaftarkan sebagi badan hukum. Sebelum
didaftarkan sebagai badan hukum, organisasi itu secara formal belum dapat
diakui sah sebagai badan hukum. Perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukan oleh
pengurus suatu badan hukum yang belum didaftarkan dianggap sebagai perbuatan
pribadi pengurus.
Oleh karena itu timbul persoalan, apakah
pendaftaran sebagai badan hukum juga dapat disebut sebagai unsur kelima dari
badan hukum?
Sesuai tuntutan perkembangan moderen,
pendaftaran badan hukum sekurang-kurangnya dapat dilihat sebagai sayarat
formil,sedang empat syarat terdahulu disebut syarat materil. Meskipun
pendaftaran badan hukum sebagai syarat formil, dalam praktek acapkali sahnya
suatu badan hukum berkaitan dengan tanggung jawab hukum pengurus.
Dalam hal perbuatan-perbuatan perdata tanggung
jawab pengurus badan hukum yang sah sebatas tanggungjawab pengurus yang menjadi
tanggung-jawabnya menurut AD/ART. Sebaliknya jika badan hukumnya belum sah,
maka tanggung-jawabnya bersifat pribadi dari orang-orang yang duduk sebagai
pengurus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar