IKATAN NOTARIS INDONESIA (I.N.I)
KODE ETIK
KODE ETIK
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Kode Etik ini yang dimaksud dengan
Ikatan Notaris
Indonesia disingkat I.N.I adalah Perkumpulan/organisasi bagi para Notaris, berdiri
semenjak tanggal 1 Juli 1908, diakui sebagai Badan Hukum (rechtspersoon)
berdasarkan Gouvernements Besluit (Penetapan Pemerintah) tanggal 5 September
1908 Nomor 9, merupakan satu-satunya wadah pemersatu bagi semua dan setiap
orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatan sebagai pejabat umum di
Indonesia, sebagaimana hal itu telah diakui dan mendapat pengesahan dari
Pemerintah berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia pada
tanggal 23 Januari 1995 Nomor C2-1022.HT.01.06.Tahun 1995, dan telah diumumkan
di dalam Berita Negara Republik Indonesia tanggal 7 April 1995 No.28 Tambahan
Nomor 1/P-1995, oleh karena itu sebagai dan merupakan organisasi Notaris
sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris yang diundangkan dalam Lembaran Negara Repulblik Indonesia
tahun 2004 Nomor 117.
Kode Etik
Notaris dan untuk selanjutnya akan disebut Kode Etik adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan
oleh Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia yang selanjutnya akan disebut
"Perkumpulan" berdasar keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang
ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua
anggota Perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai
Notaris, termasuk didalamnya para Pejabat Sementara Notaris, Notaris Pengganti
dan Notaris Pengganti Khusus. Disiplin Organisasi adalah kepatuhan anggota
Perkumpulan dalam rangka memenuhi kewajiban-kewajiban terutama kewajiban
administrasi dan kewajiban finansial yang telah diatur oleh Perkumpulan.
Notaris adalah setiap orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatan sebagai pejabat umum, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 juncto Pasal 15 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Pengurus Pusat adalah Pengurus Perkumpulan, pada tingkat nasional yang mempunyai tugas, kewajiban serta kewenangan untuk mewakili dan bertindak atas nama Perkumpulan, baik di luar maupun di muka Pengadilan. Pengurus Wilayah adalah Pengurus Perkumpulan pada tingkat Propinsi atau yang setingkat dengan itu. Pengurus Daerah adalah Pengurus Perkumpulan pada tingkat Kota atau Kabupaten..
a. Dewan Kehormatan adalah alat perlengkapan Perkumpulan sebagai suatu badan atau lembaga yang mandiri dan bebas dari keberpihakan dalam Perkumpulan yang bertugas untuk: melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan anggota dalam menjunjung tinggi kode etik; memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan kode etik yang bersifat internal atau yang tidak mempunyai kaitan dengan kepentingan masyarakat secara langsung; memberikan saran dan pendapat kepada Majelis Pengawas atas dugaan pelanggaran kode etik dan jabatan Notaris.
Notaris adalah setiap orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatan sebagai pejabat umum, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 juncto Pasal 15 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Pengurus Pusat adalah Pengurus Perkumpulan, pada tingkat nasional yang mempunyai tugas, kewajiban serta kewenangan untuk mewakili dan bertindak atas nama Perkumpulan, baik di luar maupun di muka Pengadilan. Pengurus Wilayah adalah Pengurus Perkumpulan pada tingkat Propinsi atau yang setingkat dengan itu. Pengurus Daerah adalah Pengurus Perkumpulan pada tingkat Kota atau Kabupaten..
a. Dewan Kehormatan adalah alat perlengkapan Perkumpulan sebagai suatu badan atau lembaga yang mandiri dan bebas dari keberpihakan dalam Perkumpulan yang bertugas untuk: melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan anggota dalam menjunjung tinggi kode etik; memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan kode etik yang bersifat internal atau yang tidak mempunyai kaitan dengan kepentingan masyarakat secara langsung; memberikan saran dan pendapat kepada Majelis Pengawas atas dugaan pelanggaran kode etik dan jabatan Notaris.
b. Dewan
Kehormatan Pusat adalah Dewan Kehormatan pada tingkat nasional dan yang
bertugas untuk : melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan anggota
dalam menjunjung tinggi kode etik; memeriksa dan mengambil keputusan atas
dugaan pelanggaran ketentuan kode etik Kode Etik dan/atau disiplin organisasi,
yang bersifat internal atau yang tidak mempunyai kaitan dengan kepentingan
masyarakat secara langsung, pada tingkat akhir dan bersifat final; memberikan
saran dan pendapat kepada Majelis Pengawas atas dugaan pelanggaran Kode Etik
dan Jabatan Notaris.
c. Dewan
Kehormatan Wilayah adalah Dewan Kehormatan tingkat Wilayah yaitu pada
tingkat Propinsi atau yang setingkat dengan itu, yang bertugas untuk : melakukan
pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan anggota dalam menjunjung tinggi
kode etik; memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan
kode etik Kode Etik dan/atau disiplin organisasi, yang bersifat internal atau
yang tidak mempunyai kaitan dengan kepentingan masyarakat secara langsung pada
tingkat banding, dan dalam keadaan tertentu pada tingkat pertama; memberikan
saran dan pendapat kepada Majelis Pengawas Wilayah dan/atau Majelis Pengawas
Daerah atas dugaan pelanggaran Kode Etik dan Jabatan Notaris.
d. Dewan Kehormatan Daerah yaitu Dewan Kehormatan tingkat Daerah, yaitu pada tingkat Kota atau Kabupaten yang bertugas untuk : melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan anggota dalam menjunjung tinggi kode etik;
memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan kode etik Kode Etik dan/atau disiplin organisasi, yang bersifat internal atau yang tidak mempunyai kaitan dengan kepentingan masyarakat secara langsung, pada tingkat pertama ;
d. Dewan Kehormatan Daerah yaitu Dewan Kehormatan tingkat Daerah, yaitu pada tingkat Kota atau Kabupaten yang bertugas untuk : melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan anggota dalam menjunjung tinggi kode etik;
memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan kode etik Kode Etik dan/atau disiplin organisasi, yang bersifat internal atau yang tidak mempunyai kaitan dengan kepentingan masyarakat secara langsung, pada tingkat pertama ;
memberikan
saran dan pendapat kepada Majelis Pengawas Daerah atas dugaan pelanggaran Kode
Etik dan Jabatan Notaris.
Pelanggaran
adalah perbuatan atau
tindakan yang dilakukan oleh anggota Perkumpulan maupun orang lain yang
memangku dan menjalankan jabatan Notaris yang melanggar ketentuan Kode Etik
dan/atau disiplin organisasi.
Kewajiban
adalah sikap,
perilaku, perbuatan atau tindakan yang harus dilakukan anggota Perkumpulan
maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris, dalam rangka
menjaga dan memelihara citra serta wibawa lembaga notariat dan menjunjung
tinggi keluhuran harkat dan martabat jabatan Notaris.
Larangan adalah sikap, perilaku dan perbuatan atau
tindakan apapun yang tidak boleh dilakukan oleh anggota Perkumpulan maupun
orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris, yang dapat menurunkan
citra serta wibawa lembaga notariat ataupun keluhuran harkat dan martabat
jabatan Notaris.
Sanksi adalah suatu hukuman yang dimaksudkan sebagai
sarana, upaya dan alat pemaksa ketaatan dan disiplin anggota Perkumpulan maupun
orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris, dalam menegakkan Kode
Etik dan disiplin organisasi.
Eksekusi adalah pelaksanaan sanksi yang dijatuhkan
oleh dan berdasarkan putusan Dewan Kehormatan yang telah mempunyai kekuatan
tetap dan pasti untuk dijalankan.
Klien adalah setiap orang atau badan yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama datang kepada Notaris untuk membuat akta, berkonsultasi dalam rangka pembuatan akta serta minta jasa Notaris lainnya.
Klien adalah setiap orang atau badan yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama datang kepada Notaris untuk membuat akta, berkonsultasi dalam rangka pembuatan akta serta minta jasa Notaris lainnya.
BAB II
RUANG LINGKUP KODE ETIK
Pasal 2
RUANG LINGKUP KODE ETIK
Pasal 2
Kode Etik ini berlaku bagi seluruh anggota Perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris baik dalam pelaksanaan jabatan maupun dalam kehidupan sehari-hari.
BAB III
KEWAJIBAN, LARANGAN DAN PENGECUALIAN
Kewajiban
Pasal 3
KEWAJIBAN, LARANGAN DAN PENGECUALIAN
Kewajiban
Pasal 3
Notaris dan orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris wajib:
- Memiliki moral, akhlak serta kepribadian yang baik.
- Menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat Jabatan Notaris.
- Menjaga dan membela kehormatan Perkumpulan.
- Bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggungjawab, berdasarkan peraturan perundang-undangan dan isi sumpah jabatan Notaris.
- Meningkatkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki tidak terbatas pada ilmu pengetahuan hukum dan kenotariatan.
- Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan Negara;
- Memberikan jasa pembuatan akta dan jasa keNotarisan lainnya untuk masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium.
- Menetapkan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut merupakan satu-satunya kantor bagi Notaris yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas jabatan sehari-hari.
- Memasang 1 (satu) buah papan nama di depan / di lingkungan kantornya dengan pilihan ukuran yaitu 100 cm x 40 cm, 150 cm x 60 cm atau 200 cm x 80 cm , yang memuat :
Nama lengkap dan gelar yang sah;
Tanggal dan nomor Surat Keputusan
pengangkatan yang terakhir sebagai Notaris;
Tempat kedudukan;
Tempat kedudukan;
Alamat kantor dan nomor telepon/fax.
Dasar papan nama berwarna putih dengan huruf berwarna hitam dan tulisan di atas
papan nama harus jelas dan mudah dibaca. Kecuali di lingkungan kantor tersebut
tidak dimungkinkan untuk pemasangan papan nama dimaksud.
- Hadir, mengikuti dan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh Perkumpulan; menghormati, mematuhi, melaksanakan setiap dan seluruh keputusan Perkumpulan.
- Membayar uang iuran Perkumpulan secara tertib.
- Membayar uang duka untuk membantu ahli waris teman sejawat yang meninggal dunia.
- Melaksanakan dan mematuhi semua ketentuan tentang honorarium ditetapkan Perkumpulan.
- Menjalankan jabatan Notaris terutama dalam pembuatan, pembacaan dan penandatanganan akta dilakukan di kantornya, kecuali karena alasan-alasan yang sah.
- Menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam melaksanakan tugas jabatan dan kegiatan sehari-hari serta saling memperlakukan rekan sejawat secara baik, saling menghormati, saling menghargai, saling membantu serta selalu berusaha menjalin komunikasi dan tali silaturahim.
- Memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik, tidak membedakan status ekonomi dan/atau status sosialnya.
- Melakukan perbuatan-perbuatan yang secara umum disebut sebagai kewajiban untuk ditaati dan dilaksanakan antara lain namun tidak terbatas pada ketentuan yang tercantum dalam:
- UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;
- Penjelasan Pasal 19 ayat (2) UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;
- Isi Sumpah Jabatan Notaris;
- Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Notaris Indonesia.
Larangan
Pasal 4
Pasal 4
Notaris dan orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris dilarang :
·
Mempunyai
lebih dari 1 (satu) kantor, baik kantor cabang ataupun kantor perwakilan.
·
Memasang
papan nama dan/atau tulisan yang berbunyi "Notaris/Kantor Notaris" di
luar lingkungan kantor.
·
Melakukan
publikasi atau promosi diri, baik sendiri maupun secara bersama-sama, dengan
mencantumkan nama dan jabatannya, menggunakan sarana media cetak dan/atau
elektronik, dalam bentuk :
Iklan;
Ucapan selamat;
Ucapan belasungkawa;
Ucapan terima kasih;
Kegiatan pemasaran;
Kegiatan sponsor, baik dalam bidang sosial, keagamaan,
maupun olah raga.
Bekerja sama dengan Biro jasa/orang/Badan Hukum yang pada
hakekatnya bertindak sebagai perantara untuk mencari atau mendapatkan klien.
Menandatangani akta yang proses pembuatan minutanya telah
dipersiapkan oleh pihak lain.
Mengirimkan minuta kepada klien untuk ditandatangani.
Berusaha atau berupaya dengan jalan apapun, agar
seseorang berpindah dari Notaris lain kepadanya, baik upaya itu ditujukan
langsung kepada klien yang bersangkutan maupun melalui perantaraan orang lain.
Melakukan pemaksaan kepada klien dengan cara menahan
dokumen-dokumen yang telah diserahkan dan/atau melakukan tekanan psikologis
dengan maksud agar klien tersebut tetap membuat akta padanya.
Melakukan usaha-usaha, baik langsung maupun tidak
langsung yang menjurus ke arah timbulnya persaingan yang tidak sehat dengan
sesama rekan Notaris.
Menetapkan honorarium yang harus dibayar oleh klien dalam
jumlah yang lebih rendah dari honorarium yang telah ditetapkan Perkumpulan.
Mempekerjakan dengan sengaja orang yang masih berstatus
karyawan kantor Notaris lain tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Notaris
yang bersangkutan.
Menjelekkan dan/atau mempersalahkan rekan Notaris atau
akta yang dibuat olehnya. Dalam hal seorang Notaris menghadapi dan/atau
menemukan suatu akta yang dibuat oleh rekan sejawat yang ternyata di dalamnya
terdapat kesalahan-kesalahan yang serius dan/atau membahayakan klien, maka
Notaris tersebut wajib memberitahukan kepada rekan sejawat yang bersangkutan
atas kesalahan yang dibuatnya dengan cara yang tidak bersifat menggurui,
melainkan untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan terhadap klien
yang bersangkutan ataupun rekan sejawat tersebut.
Membentuk kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat
eksklusif dengan tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi atau lembaga,
apalagi menutup kemungkinan bagi Notaris lain untuk berpartisipasi.
Menggunakan dan mencantumkan gelar yang tidak sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Melakukan perbuatan-perbuatan lain yang secara umum
disebut sebagai pelanggaran terhadap Kode Etik Notaris, antara lain namun tidak
terbatas pada pelanggaran-pelanggaran terhadap :
Ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun
2004 tentang Jabatan Notaris;
Penjelasan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 tahun
2004 tentang Jabatan Notaris;
Pengecualian
Pasal 5
Pasal 5
Hal-hal yang tersebut di bawah ini merupakan pengecualian oleh karena itu tidak termasuk pelanggaran, yaitu :
Memberikan ucapan selamat, ucapan berdukacita dengan
mempergunakan kartu ucapan, surat, karangan bunga ataupun media lainnya dengan
tidak mencantumkan Notaris, tetapi hanya nama saja.
Pemuatan nama dan alamat Notaris dalam buku panduan nomor
telepon, fax dan telex, yang diterbitkan secara resmi oleh PT. Telkom dan/atau
instansi-instandan/atau lembaga-lembaga resmi lainnya.
Memasang 1 (satu) tanda penunjuk jalan dengan ukuran
tidak melebihi 20 cm x 50 cm, dasar berwarna putih, huruf berwarna hitam, tanpa
mencantumkan nama Notaris serta dipasang dalam radius maksimum 100 meter dari
kantor Notaris.
BAB IV
S A N K S I
Pasal 6
S A N K S I
Pasal 6
1. Sanksi yang dikenakan terhadap anggota yang melakukan pelanggaran Kode Etik dapat berupa :
Teguran;
Peringatan;
Schorsing (pemecatan sementara) dari keanggotaan Perkumpulan;
Onzetting (pemecatan) dari keanggotaan Perkumpulan;
Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan Perkumpulan.
2. Penjatuhan sanksi-sanksi sebagaimana terurai di atas terhadap anggota yang melanggar Kode Etik disesuaikan dengan kwantitas dan kwalitas pelanggaran yang dilakukan anggota tersebut.
BAB V
TATA CARA PENEGAKKAN KODE ETIK
Bagian Pertama
Pengawasan
Pasal 7
TATA CARA PENEGAKKAN KODE ETIK
Bagian Pertama
Pengawasan
Pasal 7
Pengawasan atas pelaksanaan Kode Etik itu dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Pada tingkat pertama oleh Pengurus Daerah Ikatan
Notaris Indonesia dan Dewan Kehormatan Daerah;
b. Pada tingkat banding oleh Pengurus Wilayah Ikatan
Notaris Indonesia dan Dewan Kehormatan Wilayah;
c. Pada tingkat terakhir oleh Pengurus Pusat Ikatan
Notaris Indonesia dan Dewan Kehormatan Pusat.
Bagian Kedua
Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi
Pasal 8
Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi
Pasal 8
1. Alat Perlengkapan
Dewan
Kehormatan merupakan alat perlengkapan Perkumpulan yang berwenang melakukan
pemeriksaan atas pelanggaran terhadap Kode Etik dan menjatuhkan sanksi kepada
pelanggarnya sesuai dengan kewenangan masing-masing.
2. Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi
Pada Tingkat Pertama
Pasal 9
1. Apabila ada anggota yang diduga melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik, baik dugaan tersebut berasal dari pengetahuan Dewan Kehormatan Daerah sendiri maupun karena laporan dari Pengurus Daerah ataupun pihak lain kepada Dewan Kehormatan Daerah, maka selambat-lambatnya dalam waktu tujuh (7) hari kerja Dewan Kehormatan Daerah wajib segera mengambil tindakan dengan mengadakan sidang Dewan Kehormatan Daerah untuk membicarakan dugaan terhadap pelanggaran tersebut.
Apabila menurut
hasil sidang Dewan Kehormatan Daerah sebagaimana yang tercantum dalam ayat (1),
ternyata ada dugaan kuat terhadap pelanggaran Kode Etik, maka dalam waktu tujuh
(7) hari kerja setelah tanggal sidang tersebut, Dewan Kehormatan Daerah
berkewajiban memanggil anggota yang diduga melanggar tersebut dengan surat
tercatat atau dengan ekspedisi, untuk didengar keterangannya dan diberi
kesempatan untuk membela diri.
Dewan
Kehormatan Daerah baru akan menentukan putusannya mengenai terbukti atau
tidaknya pelanggaran kode etik serta penjatuhan sanksi terhadap pelanggarnya
(apabila terbukti), setelah mendengar keterangan dan pembelaan diri dari
anggota yang bersangkutan dalam sidang Dewan Kehormatan Daerah yang diadakan
untuk keperluan itu, dengan perkecualian sebagaimana yang diatur dalam ayat (6)
dan ayat (7) pasal ini.
Penentuan
putusan tersebut dalam ayat (3) diatas dapat dilakukan oleh Dewan Kehormatan
Daerah, baik dalam sidang itu maupun dalam sidang lainnya, sepanjang penentuan
keputusan melanggar atau tidak melanggar tersebut, dilakukan selambat-lambatnya
dalam waktu 15 (limabelas) hari kerja, setelah tanggal sidang Dewan Kehormatan
Daerah dimana Notaris tersebut telah didengar keterangan dan/atau pembelaannya.
Bila dalam putusan sidang Dewan
Kehormatan Daerah dinyatakan terbukti ada pelanggaran terhadap Kode Etik, maka
sidang sekaligus menentukan sanksi terhadap pelanggarnya.
Dalam hal
anggota yang dipanggil tidak datang atau tidak memberi kabar apapun dalam waktu
tujuh (7) hari kerja setelah dipanggil, maka Dewan Kehormatan Daerah akan
mengulangi panggilannya sebanyak 2 (dua) kali dengan jarak waktu tujuh (7) hari
kerja, untuk setiap panggilan.
Dalam waktu
tujuh (7) hari kerja, setelah panggilan ke tiga (3) ternyata masih juga tidak
datang atau tidak memberi kabar dengan alasan apapun, maka Dewan Kehormatan
Daerah akan tetap bersidang untuk membicarakan pelanggaran yang diduga
dilakukan oleh anggota yang dipanggil itu dan menentukan putusannya,
selanjutnya secara mutatis mutandis berlaku ketentuan dalam ayat (5) dan ayat
(6) diatas serta ayat (9).
Terhadap sanksi
pemberhentian sementara (schorsing) atau pemecatan (onzetting) dari
keanggotaan Perkumpulan diputuskan, Dewan Kehormatan Daerah wajib berkonsultasi
terlebih dahulu dengan Pengurus Daerahnya.
Putusan sidang
Dewan Kehormatan Daerah wajib dikirim oleh Dewan Kehormatan Daerah kepada
anggota yang melanggar dengan surat tercatat atau dengan ekspedisi dan
tembusannya kepada Pengurus Cabang, Pengurus Daerah, Pengurus Pusat dan Dewan
Kehormatan Pusat, semuanya itu dalam waktu tujuh (7) hari kerja, setelah
dijatuhkan putusan oleh sidang Dewan Kehormatan Daerah.
Apabila pada
tingkat kepengurusan Daerah belum dibentuk Dewan Kehormatan Daerah, maka Dewan
Kehormatan Wilayah berkewajiban dan mempunyai wewenang untuk menjalankan
kewajiban serta kewenangan Dewan Kehormatan Daerah dalam rangka penegakan Kode
Etik atau melimpahkan tugas kewajiban dan kewenangan Dewan Kehormatan Daerah
kepada kewenangan Dewan Kehormatan Daerah terdekat dari tempat kedudukan atau
tempat tinggal anggota yang melanggar Kode Etik tersebut. Hal tersebut berlaku
pula apabila Dewan Kehormatan Daerah tidak sanggup menyelesaikan atau
memutuskan permasalahan yang dihadapinya.
3. Pemeriksaan Dan Penjatuhan Sanksi
Pada Tingkat Banding
Pasal 10
Putusan yang berisi penjatuhan sanksi pemecatan sementara (schorsing) atau pemecatan (onzetting) dari keanggotaan Perkumpulan dapat diajukan/ dimohonkan banding kepada Dewan Kehormatan Wilayah.
Permohonan
untuk naik banding wajib dilakukan oleh anggota yang bersangkutan dalam waktu
tiga puluh (30) hari kerja, setelah tanggal penerimaan surat putusan penjatuhan
sanksi dari Dewan Kehormatan Daerah.
Permohonan naik banding dikirim dengan surat tercatat atau dikirim langsung oleh anggota yang bersangkutan kepada Dewan Kehormatan Wilayah dan tembusannya kepada Dewan Kehormatan Pusat, Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah, dan Pengurus Daerah.
Permohonan naik banding dikirim dengan surat tercatat atau dikirim langsung oleh anggota yang bersangkutan kepada Dewan Kehormatan Wilayah dan tembusannya kepada Dewan Kehormatan Pusat, Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah, dan Pengurus Daerah.
Dewan
Kehormatan Daerah dalam waktu tujuh (7) hari setelah menerima surat tembusan permohonan
banding wajib mengirim semua salinan/foto copy berkas pemeriksaan kepada Dewan
Kehormatan Pusat.
Setelah menerima permohonan banding, Dewan Kehormatan Wilayah wajib memanggil anggota yang naik banding, selambat-lambatnya dalam waktu tujuh (7) hari kerja, setelah menerima permohonan tersebut. Anggota yang mengajukan banding dipanggil untuk didengar keterangannya dan diberi kesempatan untuk membela diri dalam sidang Dewan Kehormatan Wilayah.
Dewan Kehormatan Wilayah wajib memberi putusan dalam tingkat banding melalui sidangnya, dalam waktu tiga puluh (30) hari kerja, setelah anggota yang bersangkutan dipanggil, didengar keterangannya dan diberi kesempatan untuk membela diri.
Setelah menerima permohonan banding, Dewan Kehormatan Wilayah wajib memanggil anggota yang naik banding, selambat-lambatnya dalam waktu tujuh (7) hari kerja, setelah menerima permohonan tersebut. Anggota yang mengajukan banding dipanggil untuk didengar keterangannya dan diberi kesempatan untuk membela diri dalam sidang Dewan Kehormatan Wilayah.
Dewan Kehormatan Wilayah wajib memberi putusan dalam tingkat banding melalui sidangnya, dalam waktu tiga puluh (30) hari kerja, setelah anggota yang bersangkutan dipanggil, didengar keterangannya dan diberi kesempatan untuk membela diri.
Apabila anggota
yang dipanggil tidak datang dan tidak memberi kabar dengan alasan yang sah
melalui surat tercatat, maka sidang Dewan Kehormatan Wilayah, tetap akan
memberi putusan dalam waktu yang ditentukan pada ayat (5) di atas.
Dewan Kehormatan Wilayah wajib mengirim putusannya kepada anggota yang minta banding dengan surat tercatat atau dengan ekspedisi dan tembusannya kepada Dewan Kehormatan Daerah, Pengurus Wilayah, Pengurus Daerah dan Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia Pusat, semuanya itu dalam waktu tujuh (7) hari kerja setelah sidang Dewan Kehormatan Wilayah menjatuhkan keputusannya atas banding tersebut.
Apabila pemeriksaan dan penjatuhan sanksi dalam tingkat pertama telah dilakukan oleh Dewan Kehormatan Wilayah, berhubung pada tingkat kepengurusan Daerah yang bersangkutan belum dibentuk Dewan Kehormatan Daerah, maka keputusan Dewan Kehormatan Wilayah tersebut merupakan keputusan tingkat banding.
4. Pemeriksaan Dan Penjatuhan Sanksi Pada Tingkat Terakhir
Dewan Kehormatan Wilayah wajib mengirim putusannya kepada anggota yang minta banding dengan surat tercatat atau dengan ekspedisi dan tembusannya kepada Dewan Kehormatan Daerah, Pengurus Wilayah, Pengurus Daerah dan Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia Pusat, semuanya itu dalam waktu tujuh (7) hari kerja setelah sidang Dewan Kehormatan Wilayah menjatuhkan keputusannya atas banding tersebut.
Apabila pemeriksaan dan penjatuhan sanksi dalam tingkat pertama telah dilakukan oleh Dewan Kehormatan Wilayah, berhubung pada tingkat kepengurusan Daerah yang bersangkutan belum dibentuk Dewan Kehormatan Daerah, maka keputusan Dewan Kehormatan Wilayah tersebut merupakan keputusan tingkat banding.
4. Pemeriksaan Dan Penjatuhan Sanksi Pada Tingkat Terakhir
Pasal 11
Putusan yang berisi penjatuhan sanksi pemecatan sementara (schorsing) atau pemecatan (onzetting) dari keanggotaan Perkumpulan yang dilakukan oleh Dewan Kehormatan Wilayah dapat diajukan/dimohonkan pemeriksaan pada tingkat terakhir kepada Dewan Kehormatan Pusat.
Permohonan
untuk pemeriksaan tingkat terakhir wajib dilakukan oleh anggota yang
bersangkutan dalam waktu tiga puluh (30) hari kerja, setelah tanggal penerimaan
surat putusan penjatuhan sanksi dari Dewan Kehormatan Wilayah.
Permohonan pemeriksaan tingkat terakhir dikirim dengan surat tercatat atau melalui ekspedisi atau oleh anggota yang bersangkutan kepada Dewan Kehormatan Pusat dan tembusannya kepada Dewan Kehormatan Daerah, Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah dan Pengurus Daerah.
Permohonan pemeriksaan tingkat terakhir dikirim dengan surat tercatat atau melalui ekspedisi atau oleh anggota yang bersangkutan kepada Dewan Kehormatan Pusat dan tembusannya kepada Dewan Kehormatan Daerah, Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah dan Pengurus Daerah.
Dewan
Kehormatan Wilayah dalam waktu tujuh (7) hari kerja, setelah menerima surat
tembusan permohonan pemeriksaan tingkat terakhir, wajib mengirim semua
salinan/foto copy berkas pemeriksaan kepada Dewan Kehormatan Pusat.
Setelah menerima permohonan pemeriksaan tingkat terakhir, Dewan Kehormatan Pusat wajib memanggil anggota yang meminta pemeriksaan tersebut, selambat-lambatnya dalam waktu tiga puluh (30) hari kerja, setelah menerima permohonan itu. Anggota yang mengajukan permohonan pemeriksaan tersebut, dipanggil, didengar keterangannya dan diberi kesempatan untuk membela diri dalam sidang Dewan Kehormatan Pusat.
Setelah menerima permohonan pemeriksaan tingkat terakhir, Dewan Kehormatan Pusat wajib memanggil anggota yang meminta pemeriksaan tersebut, selambat-lambatnya dalam waktu tiga puluh (30) hari kerja, setelah menerima permohonan itu. Anggota yang mengajukan permohonan pemeriksaan tersebut, dipanggil, didengar keterangannya dan diberi kesempatan untuk membela diri dalam sidang Dewan Kehormatan Pusat.
Dewan Kehormatan
Pusat wajib memberi putusan dalam pemeriksaan tingkat terakhir melalui
sidangnya, dalam waktu tiga puluh (30) hari kerja, setelah anggota yang
bersangkutan dipanggil, didengar keterangannya dan diberi kesempatan untuk
membela diri.
Apabila anggota
yang dipanggil tidak datang dan tidak memberi kabar dengan alasan yang sah
melalui surat tercatat, maka sidang Dewan Kehormatan Pusat tetap akan memberi
putusan dalam waktu yang ditentukan pada ayat (5) di atas.
Dewan Kehormatan Pusat wajib mengirim putusannya kepada anggota yang minta pemeriksaan tingkat terakhir dengan surat tercatat atau dengan ekspedisi dan tembusannya kepada Dewan Kehormatan Daerah, Pengurus Cabang, Pengurus Daerah dan Pengurus Pusat, semuanya dalam waktu tujuh (7) hari kerja, setelah sidang Dewan Kehormatan Pusat menjatuhkan keputusan atas pemeriksaan tingkat terakhir tersebut.
Dewan Kehormatan Pusat wajib mengirim putusannya kepada anggota yang minta pemeriksaan tingkat terakhir dengan surat tercatat atau dengan ekspedisi dan tembusannya kepada Dewan Kehormatan Daerah, Pengurus Cabang, Pengurus Daerah dan Pengurus Pusat, semuanya dalam waktu tujuh (7) hari kerja, setelah sidang Dewan Kehormatan Pusat menjatuhkan keputusan atas pemeriksaan tingkat terakhir tersebut.
Bagian Ketiga
Eksekusi Atas Sanksi-Sanksi Dalam Pelanggaran Kode Etik
Pasal 12
Eksekusi Atas Sanksi-Sanksi Dalam Pelanggaran Kode Etik
Pasal 12
Putusan yang ditetapkan oleh Dewan Kehormatan Daerah, Dewan Kehormatan Wilayah maupun yang ditetapkan oleh Dewan Kehormatan Pusat dilaksanakan oleh Pengurus Daerah.
Pengurus Daerah
wajib mencatat dalam buku anggota Perkumpulan yang ada pada Pengurus Daerah
atas setiap keputusan yang telah ditetapkan oleh Dewan Kehormatan Daerah, Dewan
Kehormatan Wilayah dan/atau Dewan Kehormatan Pusat mengenai kasus Kode Etik
berikut nama anggota yang bersangkutan.
Selanjutnya
nama Notaris tersebut, kasus dan keputusan Dewan Kehormatan Daerah, Dewan
Kehormatan Wilayah dan/atau Dewan Kehormatan Pusat diumumkan dalam Media
Notariat yang terbit setelah pencatatan dalam buku anggota Perkumpulan
tersebut.
BAB VI
PEMECATAN SEMENTARA
Pasal 13
PEMECATAN SEMENTARA
Pasal 13
Tanpa mengurangi ketentuan yang mengatur tentang prosedur atau tata cara maupun penjatuhan sanksi secara bertingkat, maka terhadap seorang anggota Perkumpulan yang telah melanggar Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan yang bersangkutan dinyatakan bersalah, serta dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, Pengurus Pusat wajib memecat sementara sebagai anggota Perkumpulan disertai usul kepada Kongres agar anggota Perkumpulan tersebut dipecat dari anggota Perkumpulan.
BAB VII
KEWAJIBAN PENGURUS PUSAT
Pasal 14
KEWAJIBAN PENGURUS PUSAT
Pasal 14
Pengenaan sanksi pemecatan sementara (schorsing) demikian juga sanksi (onzetting) maupun pemberhentian dengan tidak hormat sebagai anggota Perkumpulan terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 di atas wajib diberitahukan oleh Pengurus Pusat kepada Majelis Pengawas Daerah dan tembusannya disampaikan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
BAB
VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 15
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 15
Semua anggota Perkumpulan wajib menyesuaikan praktek maupun perilaku dalam menjalankan jabatannya dengan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam peraturan dan/atau Kode Etik ini.
Hanya Pengurus Pusat dan/atau alat
perlengkapan yang lain dari Perkumpulan atau anggota yang ditunjuk olehnya
dengan cara yang dipandang baik oleh kedua lembaga tersebut berhak dan
berwenang untuk memberikan penerangan seperlunya kepada masyarakat tentang Kode
Etik Notaris dan Dewan Kehormatan.
Ditetapkan di Bandung
Pada tanggal 28 Januari 2005
Komisi Kode Etik
Pada tanggal 28 Januari 2005
Komisi Kode Etik
Ketua, Sekretaris,
ttd ttd
ADRIAN DJUAINI, SH. IRWAN SANTOSA, SH.
Wakil Ketua,
ttd
ETIEF MOESA SUTJIPTO, SH.
ttd
ETIEF MOESA SUTJIPTO, SH.
TIM PERUMUS KODE ETIK
R. Muhammad Hendarmawan, SH.
DR. Muhammad Afandhi Nawawi, SH.
DR. Herlien Budiono, SH.
Darwani Sidi Bakaroeddin, SH.
I Ketut Rames Iswara, SH.
Henricus Subekti, SH.
H. Abu Jusuf, SH.
Etief Moesa Sutjipto, SH.
Miftachul Machsun, SH.
Syahril Sofyan, SH.
Adrian Djuaini, SH.
Supriyanto, SH.
Irwan Santosa, SH.
R. Muhammad Hendarmawan, SH.
DR. Muhammad Afandhi Nawawi, SH.
DR. Herlien Budiono, SH.
Darwani Sidi Bakaroeddin, SH.
I Ketut Rames Iswara, SH.
Henricus Subekti, SH.
H. Abu Jusuf, SH.
Etief Moesa Sutjipto, SH.
Miftachul Machsun, SH.
Syahril Sofyan, SH.
Adrian Djuaini, SH.
Supriyanto, SH.
Irwan Santosa, SH.
sumber : http://herman-notary.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar