SIAPA PEJABAT PEMBUAT
AKTA TANAH
A. Dasar Hukum
·
UU
No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
·
(Pasal
20 ayat (2), Pasal 28 ayat (3), Pasal 35 ayat (3), Pasal 43) Jo. PP No. 40 Tahun 1996 tentang
Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai.
·
UU
No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun.
·
UU
NO. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang
Berkaitan dengan Tanah.
·
Peraturan
Pemerintah No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun.
·
Peraturan
Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
·
Peraturan
Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta
Tanah.
·
Peraturan
Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 4 Tahun 1999 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan
Pejabat Pembuat Akta Tanah.
B.
Jenis-jenis PPAT, terdiri atas:
·
PPAT,
adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik
mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas
satuan rumah susun.
·
PPAT
Sementara adalah pejabat Pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk
melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup
terdapat PPAT.
·
PPAT
Khusus adalah pejabat BPN yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan
tugas PPAT dengan membuat Akta PPAT tertentu khusus dalam rangka pelaksanaan
program atau tugas pemerintah tertentu.
C. Tugas Pokok Dan Kewenangan PPAT
Berdasarkan pasal 2 PP No. 37 Tahun 1998, menyebutkan bahwa tugas pokok
PPAT adalah melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat
akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak
atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun, yang akan dijadikan dasar
bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh
perbuatan hukum itu.
Perbuatan hukum tersebut adalah jual beli; tukar menukar; hibah; pemasukan
ke dalam perusahaan (inbreng); pembagian hak bersama; pemberian Hak Guna
Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik; pemberian Hak Tanggungan; dan
pemberian kuasa memberikan Hak Tanggungan.
Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut, maka PPAT mempunyai kewenangan
untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan hukum mengenai hak atas
tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang terletak di dalam daerah
kerjanya. Menurut penjelasan pasal 3 PP No. 37 Tahun 1998, bahwa PPAT sebagai
pejabat umum, maka akta yang dibuatnya diberi
kedudukan sebagai akta otentik. Selanjutnya menurut penjelasan pasal 4,
bahwa kecuali ada ketentuan lain, maka apabila seorang PPAT melakukan
pelanggaran dengan membuat akta di luar daerah kerjanya, akta yang dibuatnya
adalah tidak sah dan tidak dapat digunakan sebagai dasar pendaftaran.
Khusus bagi sebidang tanah atau satuan rumah susun yang tidak semuanya
terletak dalam daerah kerja seorang PPAT, maka dalam hal pembuatan akta tukar
menukar, akta pemasukan ke dalam perusahaan dan akta pemberian hak bersama,
dapat dibuat oleh PPAT yang daerah kerjanya meliputi salah satu bidang tanah
atau satuan rumah susun yang haknya menjadi objek perbuatan hukum dalam akta.
Sehubungan dengan pelaksanaan tugas pokok PPAT (membuat akta), maka
berdasarkan Pasal 17 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 4 Tahun
1999 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998
tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, disebutkan bahwa dalam
tugasnya membuat akta, harus dilaksanakan di kantor PPAT yang bersangkutan
dengan dihadiri oleh para pihak atau kuasanya sesuai ketentuan yang berlaku
dalam perbuatan hukum tersebut.
Pengecualian dari ketentuan tersebut, yaitu apabila salah satu pihak atau
kuasanya yang harus hadir di Kantor PPAT tidak dapat datang di Kantor PPAT
karena alasan yang sah, misalnya sakit atau alasan yang lain di luar kekuasaan
yang bersangkutan, maka PPAT dapat membuat akta di luar kantornya, yaitu
mendatangai orang tersebut dengan ketentuan bahwa para pihak atau kuasanya
harus hadir bersama dihadapan PPAT yang bersangkutan.
Berkaitan dengan pelaksanaan tugas pembuatan akta, sebagaimana diatur dalam
pasal 38 PP 24/1997, bahwa pembuatan akta dihadiri oleh para pihak yang
melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan dan disaksikan oleh
sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi yang memenuhi syarat untuk bertindak
sebagai saksi dalam perbuatan hukum itu.
Berdasarkan Pasal 39 PP 24/1997, disebutkan bahwa, PPAT dapat menolak untuk
membuat akta, jika:
a. mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar
atau hak milik atas satuan rumah susun, kepadanya tidak disampaikan sertipikat
asli hak yang bersangkutan atau sertipikat yang diserahkan tidak sesuai dengan
daftar-daftar yang ada di Knator Pertanahan; atau
b. mengenai bidang tanah yang belum
terdaftar, kepadanya tidak disampaikan:
- surat bukti hak atau surat keterangan Kepala desa/Kelurahan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan meneguasai bidang tanah tersebut selama 20 tahun berturut-turut atau lebih (pasal 24 ayat2).
- Surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan belum bersertipikat dari Kantor Pertanahan, atau untuk tanah yang terletak jauh dari kedudukan kantor pertnahan, bagi pemegang hak yang bersangkutan dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan, atau
c. Salah satu atau para pihak yang akan
melakukan perbuatn hukum ybs. Atau salah satu saksi sebagaimana dimaksud dalam
pasal 38, tidak berhak atau tidak memenuhi syarat untuk bertindak demikian;
d. Salah satu pihak atau para [pihak
bertindak atas dasar suatu surat kuasa mutlak yang pada hakekatnya berisikan
perbuatan hukum pemindahan hak.
e. Objek perbuatan hukum yang bersangkutan
sedang dalam sengketa mengenai data fisik dan atau data yuridisnya.
PPAT dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal
ditandatanganinya akta yang bersangkutan, wajib menyampaikan akta yang
dibuatnya berikut dokumen-dokumen yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan
untuk didaftar. Selain itu. PPAT wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis
mengenai telah disampaikannya akta kepada pihak yang bersangkutan (Pasal 40 PP
24/1997).
Dalam hal perlaihan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun
karena pengabungan atau peleburan perseroan atau koperasi yang
didahului dengan likuidasi perseroan atau koperasi yang bergabung atau melebur
didaftar berdasarkan pemindahan hak dalam rangka likuidasi yang dibuktikan
dengan akta yang dibuta oleh PPAT yang berwenang (Pasal 43 ayat 2 PP 24/1997).
Pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah atau hak milik atas satuan
rumah susun, pembebanan hak guna bangunan, hak pakai dan hak sewa untuk
bangunan atas hak milik, dan pembebanan lain pada hak atas tanah atau hak milik
atas satuan rumah susun yang ditentukan dengan peraturan perundang-undangan,
dapat didaftar jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang
menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
D.
Pengangkatan dan Pemberhentian PPAT
Menurut pasal 5 PP No. 37/1998, PPAT diangkat dan diberhentikan oleh
Menteri (Menteri yang bertanggungjawab dibidang agraria/pertanahan), dan
diangkat untuk suatu daerah kerja tertentu. Untuk melayani masyarakat dalam
pembuatan akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT, maka Menteri
dapat menunjuk Camat atau Kepala Desa sebagai PPAT Sementara. Pengangkatan dan
pemberhentian Camat sebagai PPAT Sementara dilimpahkan Kepala Kantor Wilayah
Pertanahan Propinsi atas nama Menteri (PMNA/Kepala BPN No. 1 Tahun 1998).
Sedangkan untuk melayani golongan masyarakat tertentu dalam pembuatan akta
PPAT tertentu yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan program-program
pelayanan masyarakat atau bagi negara sahabat berdasarkan asas
resiprositas sesuai pertimbangan dari
Departemen Luar Negeri, Menteri dapat menunjuk Kepala Kantor Pertanahan sebagai
PPAT Khusus.
Formasi Pengangkatan PPAT
Pengangkatan PPAT dilakukan untuk memenuhi formasi PPAT di
Kabupaten/Kota tertentu yang formasi
PPAT-nya belum terpenuhi. Formasi PPAT ditetapkan secara periodik dan ditinjau kembali apabila
terjadi perubahan pada faktor-faktor penentu yang telah ditetapkan.
Formasi PPAT ditetapkan oleh Menteri untuk setiap daerah kerja PPAT dengan
mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut: (Pasal 2 PMNA No. 4/1999).
1. jumlah kecamatan di daerah yang
bersangkutan;
2. tingkat perkembangan ekonomi daerah yang
bersangkutan;
3. jumlah bidang tanah yang sudah
bersertipikat di daerah yang bersangkutan;
4. frekuensi peralihan hak di daerah yang
bersangkutan dan prognosa mengenai
pertumbuhannya;
5. jumlah rata-rata akta PPAT yang dibuat di
daerah kerja yang bersangkutan.
Selanjutnya menurut Pasal 3 PMNA No. 4/1999 ditentukan pula bahwa apabila
formasi PPAT untuk suatu daerah kerja PPAT sudah terpenuhi, maka daerah
tersebut tertutup untuk pengangkatan PPAT. Dalam menghitung jumlah PPAT,
diperhitungkan juga PPAT Sementara yang dijabat oleh Camat. Di suatu daerah
yang formasinya sudah penuh, pengangkatan hanya dapat dilakukan apabila jumlah
PPAT yang ada berkurang atau formasinya ditambah. Tetapi, bila terjadi
penggantian Camat, maka camat penggantinya (baru) tidak ditunjuk sebagai PPAT
(ketentuan lama, yaitu Surat Edaran Menteri Pertanian dan Agraria tanggal 21
April 1962 No. Unda 1/2/6, Camat sebagai PPAT Sementara karena jabatannya (ex-officio).
Selanjutnya untuk daerah Kotamadya (Ibukota Propinsi) bila sudah ditetapkan
menjadi daerah tertutup, hanya dilakukan dengan pengangkatan PPAT dari daerah
kerja lain atau dari Notaris (non-PPAT) yang berkedudukan di daerah tersebut.
Persyaratan Pengangkatan PPAT
Untuk dapat diangkat menjadi PPAT menurut pasal 6 PP No. 37/1998, harus
memenuhi pernyaratan sebagai berikut:
1. berkewarganegaraan Indonesia;
2. berusia sekurang-kurangnya 30 tahun;
3. berkelakuan baik yang dinyatakan dengan
surat kelakuan baik yang dibuat oleh instansi Kepolisian setempat;
4. belum pernah dihukum penjara karena
melakukan kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan
hukum tetap;
sehat jasmani dan rohani;
5. lulusan program pendidikan spesialis
notaris atau program pendidikan khusus PPAT yang diselenggarakan oleh lembaga
pendidikan tinggi; dan
6. lulus ujian yang diselenggarakan oleh
Kantor Menteri Negara Agraria/BPN.
(materi ujian: Hukum Tanah Nasional; Pendaftaran
Tanah; Peraturan Jabatan PPAT; dan Pembuatan Akta PPAT, Pasal 4 PMNA No.
4/1999).
Dalam pelaksanaan tugasnya, menurut pasal 7 PP No. 37/1998, PPAT dapat
merangkap jabatan sebagai Notaris, Konsultan atau Penasihat Hukum.
Sebaliknya, terdapat beberapa larangan bagi PPAT, yaitu:
1. merangkap jabatan atau profesi sebagai
pengacara atau advokat; pegawai negeri atau pegawai BUMN/BUMD. (pasal 7 ayat
2).
2. membuat akta, apabila PPAT sendiri, suami
atau isterinya, keluarganya sedarah atau semenda dalam garis lurus tanpa
pembatasan derajat dalam garis ke samping sampai derajat kedua, menjadi pihak
dalam perbuatan hukum yang bersangkutan, baik dengan cara bertindak sendiri
maupun melalui kuasa, atau menjadi kuasa dari pihak lain (pasal 23 ayat 1).
3. Meninggalkan kantornya lebih 6 (enam) hari
kerja berturut-turut kecuali dalam rangka menjalankan cuti (pasal 30).
Pemberhentian PPAT
PPAT berhenti menjabat sebagai PPAT, menurut pasal 8 PP NO. 37/1998,
karena:
1. meninggal dunia;
2. telah mencapai usia 65 tahun;
3. diangkat dan mengangkat sumpah jabatan
atau melaksanakan tugas sebagai Notaris
dengan tempat kedudukan di Kabupaten/Kotamadya yang lain daripada daerah
kerjanya sebagai PPAT;
4. diberhentikan oleh menteri.
Sedangkan bagi PPAT Sementara atau PPAT Khusus berhenti melaksanakan tugas
PPAT apabila tidak lagi memegang jabatan atau diberhentikan oleh menteri.
Menurut Pasal 10 ayat 1 PP NO. 37/1998, PPAT diberhentikan dengan hormat
dari jabatannya, karena:
1. permintaan sendiri; (dapat diangkat
kembali sebagai PPAT didaerah lain, bila formasi belum penuh).
2. tidak lagi mampu menjalankan tugasnya
karena keadaan kesehatan badan atau kesehatan jiwanya;
3. melakukan pelanggaran ringan terhadap
larangan atau kewajiban sebagai PPAT;
4. diangkat sebagai pegawai negeri sipil atau
ABRI (TNI/POLRI).
Selain diberhentikan dengan hormat, PPAT juga dapat diberhentikan dengan
tidak hormat dari jabatannya, karena: (pasal 10 ayat 2 PP No. 37/1998)
a. melakukan pelanggaran berat atau kewajiban
sebagai PPAT;
b. dijatuhi hukuman kurungan/penjara karena
melakukan kejahatan perbuatan pidana yang diancam dengan hukuman kurungan atau
penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau lebih berat berdasarkan putusan
pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap.
b.
PPAT dapat diberhentikan untuk sementara, bilamana PPAT tersebut sedang
dalam pemeriksaan pengadilan sebagai terdakwa suatu perbuatan pidana yang
diancam dengan hukuman 5 tahun atau lebih. Pemberhentian sementara tersebut
berlaku sam[pai ada putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap (pasal 11 PP 37/1998).
Sumpah Jabatan PPAT
Sebelum menjalankan jabatannya, PPAT dan PPAT Sementara wajib mengangkat
sumpah jabatan PPAT dihadapan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kotamadya
(Kota) didaerah kerja PPAT yang bersangkutan. Sedangkan bagi PPAT Khusus tidak
perlu mengangkat sumpah jabatan. Demikian pula halnya, PPAT yang daerah
kerjanya disesuaikan karena pemecahan wilayah, tidak perlu mengangkat sumpah
jabatan PPAT untuk melaksanakan tugasnya didaerah kerjanya yang baru. (pasal 15
PP 37/1998).
Untuk keperluan pengangkatan sumpah sebelum menjalankan jabatannya, maka
PPAT harus melapor kepada Kepala Kantor Pertanahan mengenai pengangkatannya
sebagai PPAT, bilamana tidak melapor
dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan) terhitung sejak ditetapkannya sebagai PPAT,
maka keputusan pengangkatan tersebut batal demi hukum.
Bilamana seorang PPAT atau PPAT Sementara belum mengucapkan sumpah jabatan,
maka PPAT tersebut dilarang menjalankan jabatannya sebagai PPAT. Apabila
larangan tersebut dilanggar, maka akta yang dibuatnya tidak sah dan tidak dapat
dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah (Pasal 18 PP
37/1998).
PPAT Pengganti
Selama PPAT diberhentikan sementara atau menjalani cuti, maka tugas dan
kewenangan PPAT dapat dilaksanakan oleh PPAT pengganti atas permohonan PPAt
yang bersangkutan. PPAT pengganti tersebut diusulkan oleh PPAt yang
bersangkutan dan diangkat oleh pejabat yang berwenang menetapkan pemberhentian
sementara atau persetujuan cuti di dalam keputusan mengenai pemberhentian
sementara atau keputusan persetujuan cuti yang bersangkutan sereta diambil
sumpahnya oleh Kepala Kantor Pertanahan. Persyaratan untuk menjadi PPAt
Pengganti adalah telah lulus program pendidikan strata satu jurusan hukum dan
telah menjadi pegawai kantor PPAT yang bersangkutan sekurang-kurangnya selama 2
(dua) tahun (Pasal 31 PP 37/1998).
Honorarium (Uang Jasa)
Uang jasa (honorarium) PPAT atau PPAT Sementara termasuk uang jasa saksi,
tidak boleh melebihi 1 % dari harga yang tercantum di dalam akta. Bagi
seseorang yang tidak mampu, PPAT atau PPAT Sementara wajib memberikan jasa
tanpa memungut biaya. Di dalam melaksanakan tugasnya, PPAT atau PPAT Sementara
dilarang melakukan pungutan di luar
ketentuan yang telah ditetapkan.
PPAT Khusus dalam melaksanakan
tugasnya tidak memungut biaya (PPAT Khusus melaksanakan tugas pembuatan akta
PPAT sebagai bagian dari tugasnya di bidang pendaftaran tanah, karena itu
pembuatan akta tersebut dilakukan dengan cuma-cuma, (penjelasan pasal 32 ayat
4)).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar