A. Pengertian Kode Etik Notaris
Kode etik sebetulnya bukan merupakan hal yang barn. Sejak dahulu telah dilakukan usaha-usaha untuk mengatur tingkah laku moral suatu kelompok khusus dalam masyarakat melalui ketentuan tertulis sehingga dapat menjadi pegangan pokok anggota profesi untuk tetap menjalankan hakikat moralitas profesinya. Dengan posisi yang demikian ini orang yang menjalin hubungan dengan sebuah profesi memiliki jaminan atas keperluannya berupa jaminan pelayanan sesuai dengan lingkup profesi.
Kode etik dengan demikian memberikan jaminan dalam perolehan pelayanan profesi clan menghindarkan dari perbuatan tercela. Selain jaminan atas mutu profesi, kode etik merupakan sebuah kompas yang akan memberikan pencerahan moral dalam pelayanan. Kode etik pertama disusun atas dasar sumpah hipokrates seorang dokter Yunani yang hidup pada abad ke-5 SM. Akibat pemikirannya mengenai penyakit, yaitu bahwa penyakit bukanlah modifikasi dari aspek tahayul, jin dan sejenisnya,
melainkan merupakan kumulatif dari situasi, kebersihan, dan lingkungan. [1]
Kode etik dengan demikian memberikan jaminan dalam perolehan pelayanan profesi clan menghindarkan dari perbuatan tercela. Selain jaminan atas mutu profesi, kode etik merupakan sebuah kompas yang akan memberikan pencerahan moral dalam pelayanan. Kode etik pertama disusun atas dasar sumpah hipokrates seorang dokter Yunani yang hidup pada abad ke-5 SM. Akibat pemikirannya mengenai penyakit, yaitu bahwa penyakit bukanlah modifikasi dari aspek tahayul, jin dan sejenisnya,
melainkan merupakan kumulatif dari situasi, kebersihan, dan lingkungan. [1]
Kode Etik dalam arti materiil adalah norma atau peraturan yang praktis balk tertulis maupun tidak tertulis mengenai etika berkaitan dengan sikap serta pengambilan putusan hal-hal fundamental dari nilai dan standar perilaku orang yang dinilai baik atau buruk dalam menjalankan profesinya yang secara mandiri dirumuskan, ditetapkan dan ditegakkan oleh organisasi profesi.
Kode Etik Notaris merupakan suatu kaidah moral yang ditentukan oleh perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia berdasarkan Keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi, serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas clan jabatan Notaris.
Kaidah moral adalah tuntunan perilaku manusia yang ditaati karena kesadaran yang bersumber pada hati nurani, yang bertujuan untuk mencapai kebahagiaan. Kaidah moral umumnya tidak tertulis, namun jika dibuat tertulis seperti Kode Etik Notaris ini maksudnya adalah untuk kejelasan informasi semata. Kaidah moral diharapkan ditaati oleh kelompok masyarakat fungsional tertentu, yakni notaris dalam kehidupannya di organisasi notaris. Ciri utama dari kaidah moral ini adalah keberlakuannya yang tidak ditegakkan dengan sanksi yang tegas. Meskipun demikian dalam pergaulan organisasi apabila ada notaris yang melanggar kode etik maka notaris tersebut dapat dijatuhi sanksi oleh organisasi. Dengan demikian organisasi notaris mempunyai peran yang signifikan. Oleh karena itulah pembangunan organisasi notaris menjadi penting.
Kode Etik Notaris dilandasi oleh kenyataan bahwa Notaris sebagai pengemban profesi adalah orang yang memiliki keahlian dan keilmuan dalam bidang kenotariatan, sehingga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang memerlukan pelayanan dalam bidang kenotariatan. Secara pribadi Notaris bertanggungjawab atas mutu pelayanan jasa yang diberikannya.
Spirit Kode Etik Notaris adalah penghormatan terhadap martabat manusia pada umumnya dan martabat Notaris pada khususnya. Dengan dijiwai pelayanan yang berintikan penghormatan terhadap martabat manusia pada umumnya dan martabat Notaris pada khususnya, maka pengemban Profesi Notaris mempunyai ciri-ciri mandiri dan tidak memihak; tidak mengacu pamrih; rasionalitas dalam arti mengacu pada kebenaran objektif; spesifitas fungsional serta solidaritas antar sesama rekan seprofesi.
Lebih jauh, dikarenakan Notaris merupakan profesi yang menjalankan sebagian kekuasaan negara di bidang hukum privat dan mempunyai peranan penting dalam membuat akta otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian
sempurna dan oleh karena jabatan Notaris merupakan jabatan kepercayaan, maka seorang Notaris harus mempunyai perilaku yang baik. Perilaku Notaris yang baik dapat diperoleh dengan berlandaskan pada Kode Etik Notaris. Dengan demikian, maka Kode Etik Notaris mengatur mengenai hal-hal yang harus ditaati oleh seorang Notaris dalam menjalankan jabatannya dan juga di luar menjalankan jabatannya.
Menurut Munir Fuady kedudukan kode etik bagi notaris sangatlah penting, pertama, bukan hanya karena notaris merupakan suatu profesi sehingga perlu diatur dengan suatu kode etik, melainkan juga karena sifat dan hakikat dari pekerjaan notaris yang sangat berorientasi pada legalisasi, sehingga dapat menjadi fundamen hukum utama tentang status harta benda, hak dan kewajiban seorang klien yang menggunakan jasa notaris tersebut. Kedua, agar tidak terjadi ketidakadilan sebagai akibat dari pemberian status harta benda, hak dan kewajiban yang tidak sesuai dengan kaidah dan prinsip-prinsip hukum dan keadilan, sehingga dapat mengacaukan ketertiban umum dan juga mengacaukan hak-hak pribadi dari masyarakat pencari keadilan, maka bagi dunia notaris sangat diperlukan juga suatu kode etik profesi yang baik dan modern. [2]
Kode etik profesi sebagai seperangkat kaidah perilaku yang disusun secara tertulis dan sistematis sebagai pedoman yang harus dipatuhi dalam mengembangkan suatu profesi bagi suatu masyarakat profesi memiliki beberapa tujuan pokok. Adapun kode etik yang dibuat secara tertulis, menurut Sumaryono, memiliki alasan-alasan dan tujuan tujuan tertentu, yaitu sebagai berikut: [3]
1. sebagai sarana kontrol sosial
Kode etik merupakan kriteria prinsip profesional sehingga dapat menjadi parameter mengenai kewajiban profesional pars anggotanya. Dengan parameter kode etik dapat dicegah kemungkinan terjadinya konflik kepentingan antara sesama anggota kelompok profesi, atau antara anggota kelompok profesi dan masyarakat. Anggota kelompok atau anggota masyarakat yang berkepentingan dapat melakukan kontrol melalui rumusan kode etik profesi.
2. Sebagai pencegah campur tangan pihak lain
Kode etik menentukan standarisasi kewajiban profesional suatu kelompok profesi. Dengan demikian pemerintah atau masyarakat tidak perlu lagi ikut campur tangan untuk menentukan bagaimana seharusnya anggota kelompok profesi melaksanakan kewajiban profesionalnya.
3. Sebagai pencegah kesalahpahaman dan konflik
Substansi dari kode etik profesi adalah norma perilaku yang sudah dianggap benar atau yang telah mapan dan tentunya akan lebih efektif lagi apabila norms perilaku tersebut dirumuskan sedemikian baiknya, sehingga memuaskan pihak-pihak yang berkepentingan. Kode etik merupakan kristalisasi perilaku yang dianggap benar menurut pendapat umum karena berdasarkan pertimbangan kepentingan profesi yang bersangkutan. Dengan demikian, kode etik dapat mencegah segala kesalahpahaman dan konflik, dan sebaliknya berguna sebagai bahan refleksi nama baik profesi. Kode etik profesi yang baik adalah yang mencerminkan nilai moral anggota kelompok profesi sendiri dan pihak yang membutuhkan pelayanan profesi yang bersangkutan.
Adapun yang menjadikan tujuan pokok dari rumusan etika yang dituangkan dalam kode etik profesi adalah: [4]
1. Memberikan standar etika
Standar etika yang harus dipenuhi oleh pelaku profesi dirumuskan dalam kode etik profesi. Di dalamnya dijelaskan mengenai penetapan hak, tanggung jawab, dan kewajiban terhadap klien, lembaga dan masyarakat pads umumnya.
2. Memberikan batasan kebolehan atau larangan
Kode etik memuat batasan kebolehan dan atau larangan terhadap anggota profesi dalam menjalankan profesinya. Tidak jarang dalam menjalankan tugas profesinya, seorang profesional menghadapi dilema dalam menentukan apa yang harus mereka perbuat.
3. Memberikan imbauan moralitas
Kode etik memberi imbauan moralitas kepada anggotanya dalam melaksanakan tugas di bidangnya. Dengan imbauan meskipun bersifat moralitas, seorang profesional diingatkan untuk melakukan profesi tanpa tekanan, paksaan atau kepura-puraan. Pelaksanaan moral profesi adalah sesuatu yang bersifat luhur.
4. Saran kontrol sosial
Kemandirian profesi yang dimiliki seringkali menjadikan sebuah profesi sangat sulit untuk terjangkau oleh nalar mereka yang tidak mengemban atau mematuhi ciri profesi. Meskipun demikian, tidak pada tempatnya apabila semua profesional selalu berlindung dalam etik profesinya. Kode etik menjamin perlindungan sejauh moralitas dasar perbuatannya terpenuhi. Kemandirian profesional dikontrol melalui kode etik profesinya.
Sejalan dengan hal tersebut mengenai kode etik sebagai suatu standar etika dapat dijelaskan sebagai berikut: [5]
1. Standar-standar etika menjelaskan dan menetapkan tanggung jawab kepada klien, lembaga (institution), dan masyarakat pada umumnya.
2. Standar-standar etika membantu tenaga ahli profesi dalam menentukan apa yang harus mereka perbuat, apabila mereka menghadapi dilema-dilema etika dalam pekerjaannya.
3. Standar-standar etika membiarkan profesi menjaga reputasi atau nama dan fungsi profesi dalam masyarakat melawan kelakuan-kelakuan yang jahat dari anggota-anggota tertentu.
4. Standar etika mencerminkan pengharapan moral dari komunitas. Dengan demikian, standar etika menjamin bahwa pars anggota profesi akan mentaati kode etik profesi dalam pelayanannya.
5. Standar etika merupakan dasar untuk menjaga kelakuan dan integritas atau kejujuran dari tenaga ahli profesi.
Kode etik yang terdapat dalam setiap profesi pada dasarnya merupakan cermin dari profesi yang bersangkutan. Kode etik tidak hanya sekedar merupakan rumusan norma moral manusia yang mengemban profesi tersebut melainkan juga menjadi tolok ukur perbuatan anggota profesinya. Kode etik merupakan upaya pencegahan agar anggota dari profesi yang bersangkutan tidak melakukan perbuatan yang tidak etis. Ketentuan ini hanya berlaku efektif jika dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup dalam lingkungan profesi itu sendiri. Oleh sebab itu perlu ditekankan bahwa notaris sebagai pejabat umum harus memiliki integritas dan moralitas yang tinggi dalam menjalankan tugas jabatannya, notaris hendaknya mencapai hidup yang bermakna, karena hal tersebut merupakan kodrat manusia. Notaris juga harus memiliki idealisms yang tinggi, karena sifat ini tidak hanya memberikan cerminan terhadap pribadi notaris yang bersangkutan tetapi juga terhadap profesi yang sedang dijalankannya. Setiap profesional harus menjalankan profesinya dengan suatu ketulusan hati dan beritikad baik, karena kedudukan seorang profesional dalam suatu profesi pada dasarnya merupakan kedudukan yang terhormat. Hal demikian seharusnya juga dapat diaktualisasikan oleh profesi notaris sebagai pejabat umum dalam menjalankan tugas jabatannya. Etika setiap profesi merupakan pilar dan ukuran terhadap setiap profesional termasuk juga perofasi notaris, dengan harapan supaya notaris selalu bersikap dan bekerja secara etis, tidak hanya etis menurut peraturan perundang-undangan namun, juga kaidah-kaidah yang tercantum dalam sumpah jabatan dan kode etik profesinya. [6]
Rumusan kode etik pada umumnya memberikan petunjuk yang bersifat mendasar untuk hal-hal sebagai berikut: [7]
1. Batas-batas hubungan kesetaraan antara klien dan profesional yang bersangkutan. Batas-batas hubungan seorang profesi melakukan tugas profesionalnya, memberi gambaran kepada publik sejauh mana profesional itu memberi pelayanan terhadap kilennya. Penilaian publik terhadap sebuah profesi salah satunya dapat dilakukan melalui telaah terhadap kode etiknya. Penilaian ini akan menyimpulkan sampai sejauh mana sebuah profesi memiliki kepedulian sosial terhadap masyarakat umum yang seharusnya adalah hal yang utama.
2. Standar baku evaluasi yang dipakai sebagai batasan minimal dalam pemberian jasa layanan profesi. Pemuatan standar baku ini menunjukkan kualitas ilmiah sebuah profesi.
3. Pengembangan jenjang profesi, dapat berupa kajian ilmiah maupun penelitian dan publikasi atau penerbitan lainnya. Ini akan menjadi petunjuk penilaian aktivitas sampai sejauh mana sebuah profesi memiliki wacana pengembangan kajian terhadap bidang ilmunya.
4. Bentuk-bentuk pelayanan yang diberikan oleh profesi, baik bersifat mandiri maupun kolegial.
5. Manajemen pengelolaan sebuah profesi. Manajemen pengelolaan merupakan sesuatu yang harus ada dalam sebuah organisasi.
6. Standar-standar untuk melakukan pelatihan. Setiap organisasi profesi memberikan persyaratan minimal dalam keanggotaan maupun dalamkegiatan pelatihan tingkat lanjut selama seseorang tergabung dalam organisasi profesi.
Setiap profesi memiliki kode etik, tidak terkecuali profesi notaris. Secara umum manfaat yang dapat dipetik dari adanya kode etik, di antaranya adalah menjaga dan meningkatkan kualitas moral, menjaga dan meningkatkan kualitas keterampilan teknis, melindungi kesejahteraan materiil para pengemban profesi, dan bersifat terbuka. Apabila dijabarkan secara lebih teliti, melalui kode etik akan dapat dicapai manfaat sebagai berikut: [8]
1. Menghindari unsur persaingan tidak sehat di kalangan anggota profesi. Kode etik memuat moralitas profesi, batasan-batasan kebolehan dan larangan bagi anggota serta pilihan kemungkinan yang harus dilakukan jika terjadi dilema dalam pelaksanaan profesinya. Oleh karena itu, setiap anggota terhindar dari perbuatan persaingan tidak sehat. Dalam skala yang lebih luas, kualitas moral profesi akan selalu terjaga.
2. Menjamin solidaritas dan kolegialitas antar anggota untuk saling menghormati. Sikap solidaritas ini akan mewujudkan kehidupan tata persaudaraan di antara anggota profesi. Dengan memiliki pola kolegialitas maka dapat dipastikan profesi dan anggotanya mampu menghindarkan diri dari campur tangan pihak ketiga atau pihak-pihak lain dalam mengamalkan profesinya.
3. Mewajibkan pengutamaan kepentingan pelayanan terhadap masyarakat umum/publik. Adanya tuntutan pelayanan yang optimal dalam kode etik secara tersirat harus memacu kejujuran dan keterampilan diri pribadi anggota profesinya untuk tetap menambah keterampilan dalam bidangnya. Kewajiban ini memberikan jaminan kepuasan materiil pengemban profesinya.
4. Kode etik profesi menuntut para anggotanya bekerja secara terbuka dan transparan dalam mengamalkan keahlian profesinya. Pertanggungjawaban moral profesi dilakukan selain kepada hati nurani dan moralitas dirinya, juga dilakukan terhadap masyarakat luas. Dengan pemaknaan demikian, maka seorang profesi dalam menjalankan keahlian profesi terhindarkan dari wacana penipuan dan kebohongan terhadap publik. Namun, terhadap rahasia personal yang harus dipegang teguh oleh seorang profesional karena jabatan yang ditentukan hukum wajib untuk tidak dipublikasikannya.
Tuntutan pertanggungjawaban dalam kode etik adalah pertanggungjawaban etis dan ini berbeda dari pertanggungjawaban hukum. Dalam konteks notaris sebagai profesional yang ahli dalam bidang hukum tanggung jawab etis merupakan hal yang menyangkut kegiatan penggunaan ilmu pengetahuan hukum tersebut. Dalam kaftan dengan hal ini terjadi keharusan untuk memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, menjaga keseimbangan ekosistem, bertanggung jawab pada kepentingan umum, kepentingan generasi mendatang, dan bersifat universal. Karena pada dasarnya ilmu pengetahuan, termasuk hukum, adalah untuk mengembangkan dan memperkokoh eksistensi manusia bukan untuk menghancurkan eksistensi manusia. [9]
Kode etik dalam konteks etika menjadi tidak tepat apabila hanya berupa peraturan-peraturan yang dititikberatkan pada sanksi bagi mereka yang melanggar etika tersebut. Keberadaan sanksi dalam kode etik merupakan suatu hal yang sekunder, karena apa yang sebenarnya disebut sebagai kode etik adalah merupakan norma yang penghormatan atasnya timbul dari diri sendiri. Kode etik justru tujuannya adalah bahwa tanpa sanksi hukuman para profesional tidak melanggar prinsip-prinsip etik yang telah disepakati olehnya. Artinya keberadaan sanksi bukanlah merupakan peringatan untuk tidak melanggar peraturan-peraturan. Kode etik adalah persetujuan bersama, yang timbul dari diri para anggota itu sendiri untuk lebih mengarahkan perkembangan mereka, sesuai dengan nilai-nilai ideal yang diharapkan. Jadi kode etik adalah hasil murni yang sesuai dengan aspirasi profesional suatu kelompok tertentu demi untuk kepentingan bersama dan kerukunan. [10] Bahkan secara ekstrim Budi Untung terkait dengan hal ini berpendapat bahwa sangatlah tidak masuk akal apabila kode etik notaris ini harus diujikan pada setiap calon notaris. [11]
B. Beberapa Pengaruh Negatif dalam Pelaksanaan Kode Etik
Aturan yang termuat dalam suatu kode etik terkadang tidak diindahkan oleh notaris. Pengabaian kode etik notaris tentu disebabkan adanya pengaruh negatif baik sebagai individu dalam masyarakat maupun dalam hubungan kerja dalam organisasi profesi. Secara internal yakni dalam diri individu notaris itu sendiri mungkin dikarenakan sifat manusiawinya, misalnya sifat konsumerisme atau nilai salary yang diperoleh dalam menjalankan profesi sebagai notaris. Sedangkan faktor eksternal mungkin dikarenakan lingkungan budaya yang melingkupi notaris. Berikut ini dikemukakan mengenai alasan-alasan mendasar mengapa notaris cenderung mengabaikan dan bahkan melanggar kode etik notaris.
Menurut Abdulkadir Muhammad terdapat empat alasan mendasar mengapa profesional, termasuk notaris, mengabaikan kode etik. Alasan-alasan tersebut meliputi: pengaruh sifat kekeluargaan; pengaruh jabatan; pengaruh konsumerisme; dan karena lemah iman. [12] Sedangkan I Gede A.B. Wiranata menginventarisir delapan faktor yang mempengaruhi merosotnya moralitas profesi hukum yang meliputi: penyalahgunaan profesi; profesi menjadi kegiatan bisnis; kurangnya kesadaran dan kepedulian sosial; kontinuasi sistem peradilan; pengaruh jabatan; gaya hidup konsumerisme; faktor keimanan dan pengaruh sifat kekeluargaan. [13]
1. Pengaruh sifat kekeluargaan
Salah satu ciri kekeluargaan adalah memberikan perlakukan dan penghargaan yang sama terhadap anggota keluarga dan ini dipandang adil. Perlakukan terhadap orang bukan keluarga lain lagi. Hal ini berpengaruh terhadap perilaku profesional hukum yang terkait pada kode etik profesi, yang seharusnya memberikan perlakukan yang sama terhadap klien.
Seorang notaris yang profesional semestinya membedakan antara persoalan keluarga dan persoalan profesi. Hubungan kekeluargaan boleh ditanggalkan ketika berada di kantor namun hubungan kekeluargaan tetap dibina di luar kantor.
2. Pengaruh jabatan
Pengaruh jabatan juga seringkali menjadi faktor yang menyebabkan notaris berlaku tanpa mengidahkan kode etik profesi. Notaris sebagai pejabat negara yang melayani publik semestinya memperlakukan semua masyarakat dalam kedudukan yang sama. Namun karena pengaruh jabatan yang melekat pada diri seseorang kadangkala notaris bertindak lebih istimewa terhadap seorang klien dibandingkan dengan klien yang lain. Mungkin hal ini manusiawi namun secara tidak langsung telah membuat perbedaan antara satu manusia dengan manusia yang lain. Perlakuan ini merupakan perlakuan yang tidak adil dan karenanya notaris sebagai profesional telah melanggar etika.
3. Pengaruh konsumerisme
Kehidupan yang serba materialistis dapat berpengaruh negatif atas tindakan seorang notaris. Tuntutan konsumerisme yang merupakan bagian dari kehidupan materialistic dapat berasal dari diri sendiri maupun keluarga. Seorang notaris bila telah dihinggapi oleh sifat meterialistis dan konsumtif maka notaris tersebut seringkali melakukan langkah-langkah yang melanggar kode etik demi memenuhi kepuasan hidupnya. Profesi dianggapnya sebagai ladang untuk mencari uang semata dan mengabaikan fungsi pelayanan yang melekat pada suatu profesi. Dapat dikemukakan di sini sekedar sebagai contoh banyaknya notaris yang melakukan jemput bola terhadap klien demi untuk mendapatkan klien sebanyakbanyaknya atau menyarankan mengaktakan setiap perjanjian yang sejatinya tidak mesti menggunakan akta demi larisnya praktek notaris yang digelutinya.
4. Profesi menjadi kegiatan bisnis
Seorang yang mengabdikan dirinya pada suatu profesi mulia seperti notaris harus memahami bahwa profesi berbeda dengan kegiatan bisnis. Hukum ekonomi tidak dapat diterapkan dalam suatu profesi mulia. Bisnis memusatkan pada tujuan utamanya yakni untuk memperoleh keuntungan, sedangkan cita-cita suatu profesi didasarkan pada semangat kesediaan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dalam suatu kegiatan bisnis dipentingkan nilai kuantitatif sementara dalam profesi yang dicari bukanlah nilai kuantitatif melainkan nilai kualitatif.
Imbalan jasa dalam dunia profesionalisme bukanlah suatu hal yang utama. Terdapat dua asas yang mempengaruhi sistem imbalan jasa. Pertama, asas melayani sebatas upah yang diterima. Asas ini berlangsung atau dilaksanakan bila penyandang profesi mendasarkan imbalan jasanya atas keuntungan real atau keuntungan material dari pelayanan yang dilakukan bagi anggota masyarakat. Asas ini memungkinkan terjadinya berbagai bentuk penyelewengan atau penyalahgunaan yang serius. Sistem demikian memungkinkan orang berpeluang menggunakan kemampuannya secara egois, bahkan tidak benar, terhadap sesamanya. Kedua, adalah asas melayani sesuai dengan permintaan. Asas ini dapat ditemukan pada diri penyandang profesi yang mendasarkan imbalan jasanya atas waktu, energi dan keahlian/spesialisasinya sebagaimana dirasakannya sebagai hal-hal yang memang perlu untuk disediakan. Secara umum asas yang kedua ini dinilai lebih masuk akal, dan kemungkinan terjadinya penyelewengan atau penyalahgunaan jabatan akan kecil saja. [14]
5. Karena lemah iman
Salah satu syarat menjadi profesional itu adalah taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yaitu melaksanakan perintah dan menjauhi laranganlarangan Nya. Ketaqwaan adalah dasar moral manusia. Jika manusia mempertebal iman dengan taqwa maka di dalam diri akan tertanam nilai moral yang menjadi rem untuk berbuat buruk. Dengan taqwa manusia makin sadar bahwa kebaikan akan dibalas dengan kebaikan, sebaliknya keburukan akan dibalas dengan keburukan. Sesungguhnya Tuhan itu Maha Adil. Dengan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, profesional memiliki benteng moral yang kuat, tidak mudah tergoda dan tergiur dengan beragam macam bentuk materi di sekitarnya. Dengan iman yang kuat kebutuhan akan terpenuhi secara wajar dan itulah kebahagiaan.
C. Kode Etik Notaris
Berdasarkan ketentuan Pasal 83 ayat (1) UUJN Ikatan Notaris Indonesia (INI) sebagai Organisasi Notaris pada Kongres Luar Biasa di Bandung pada Tanggal 27 Januari 2005, telah menetapkan Kode Etik yang terdapat dalam Pasal 13 Anggaran Dasar. Kode etik profesi notaris hanya berlaku bagi kalangan anggota organisasi notaris yang bersangkutan.
Kode Etik merupakan kaidah moral yang wajib ditaati oleh setiap anggota perkumpulan untuk menjaga kehormatan dan keluhuran jabatan Notaris. Penegakan Kode Etik Notaris ditegakkan oleh Dewan Kehormatan, sementara Pengurus perkumpulan dan/atau Dewan Kehormatan bekerjasama dan berkoordinasi dengan Majelis Pengawas untuk melakukan upaya penegakan Kode Etik.
Mengenai Kewajiban, larangan dan pengecualian diatur dalam BAB III Kode Etik Notaris. Pasal 3 Kode Etik mengatur mengenai kewajiban Notaris. Seorang Notaris mempunyai kewajiban sebagai berikut:
1. Memiliki moral, akhlak serta kepribadian yang baik karena Notaris menjalankan sebagian kekuasaan Negara di bidang Hukum Privat, merupakan jabatan kepercayaan dan jabatan terhormat.
2. Menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat jabatan Notaris.
a. Notaris harus menyadari bahwa perilaku diri dapat mempengaruhi jabatan yang diembannya.
b. Kehormatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perkumpulan.
3. Bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab berdasarkan perundang-undangan dan isi sumpah jabatan Notaris.
a. Jujur terhadap diri sendiri, terhadap klien dan terhadap profesi.
b. Mandiri dalam arti dapat menyelenggarakan kantor sendiri, tidak bergantung pada orang atau pihak lain serta tidak menggunakan jasa pihak lain yang dapat mengganggu kemandiriannya.
c. Tidak berpihak berarti tidak membela/menguntungkan salah satu pihak dan selalu bertindak untuk kebenaran dan keadilan.
d. Penuh rasa tanggung jawab dalam arti selalu dapat mempertanggungjawabkan semua tindakannya, akta yang dibuatnya dan bertanggung jawab terhadap kepercayaan yang diembannya.
4. Meningkatkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki tidak terbatas pada ilmu pengetahuan hukum dan kenotariatan.
a. Menyadari Ilmu selalu berkembang.
b. Hukum tumbuh dan berkembang bersama dengan perkembangan masyarakat.
5. Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan Negara. Notaris diangkat bukan untuk kepentingan individu Notaris, jabatan Notaris adalah jabatan pengabdian, oleh karena itu Notaris harus selalu mengutamakan kepentingan masyarakat dan negara.
6. Memberikan jasa pembuatan akta dan jasa kenotarisan lainnya untuk masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk kepedulian (rasa sosial) Notaris terhadap lingkungannya dan merupakan bentuk pengabdian Notaris terhadap masyarakat, bangsa dan Negara.
7. Menetapkan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut merupakan satu-satunya kantor bagi Notaris yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas jabatan sehari-hari.
a. Notaris tidak boleh membuka kantor cabang, kantor tersebut harus benar-benar menjadi tempat ia menyelenggarakan kantornya.
b. Kantor Notaris dan PPAT harus berada di satu kantor.
8. Memasang 1 (satu) buah pagan nama di depan/di lingkungan kantornya dengan pilihan ukuran, yaitu 100 cm x 40 cm; 150 cm x 60 cm atau 200 cm x 80 cm, yang memuat: (a) Nama lengkap dan gelar yang sah; (b) Tanggal dan Nomor Surat Keputusan; (c) Tempat kedudukan; (d) Alamat kantor dan Nomor telepon/fax. (e) Papan nama bagi kantor Notaris adalah Papan Jabatan yang dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa di tempat tersebut ada Kantor Notaris, bukan tempat promosi. (f) Papan jabatan tidak boleh bertendensi promosi seperti jumlah lebih dari satu atau ukuran tidak sesuai dengan standar.
9. Hadir, mengikuti dan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh perkumpulan; menghormati, mematuhi, melaksanakan setiap dan seluruh keputusan perkumpulan.
a. Aktivitas dalam berorganisasi dianggap dapat menumbuhkembangkan rasa persaudaraan profesi.
b. Mematuhi dan melaksanakan keputusan organisasi adalah keharusan yang merupakan tindak lanjut dari kesadaran dan kemauan untuk bersatu dan bersama.
10. Membayar uang iuran perkumpulan secara tertib.
Memenuhi kewajiban finansial adalah bagian dari kebersamaan untuk menanggung biaya organisasi secara bersama dan tidak membebankan pada salah seorang atau sebagian orang.
11. Membayar uang duka untuk membantu ahli waris teman sejawat yang meninggal dunia. Meringankan beban ahli waris rekan seprofesi merupakan wujud kepedulian dan rasa kasih antar rekan.
12. Melaksanakan dan mematuhi semua ketentuan tentang honorarium yang ditetapkan perkumpulan. Hal ini adalah untuk menghindari persaingan tidak sehat, menciptakan peluang yang sama dan mengupayakan kesejahteraan bagi seluruh Notaris.
13. Menjalankan jabatan Notaris terutama dalam pembuatan, pembacaan dan penandatanganan akta dilakukan di kantornya, kecuali karena alasan-alasan yang sah.
a. Akta dibuat dan diselesaikan di Kantor Notaris, diluar kantor pada dasarnya merupakan pengecualian.
b. Di luar kantor harus dilakukan dengan tetap mengingat Notaris hanya boleh mempunyai satu kantor.
14. Menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam melaksanakan tugas jabatan dan kegiatan sehari-hari serta saling memperlakukan rekan sejawat secara baik, saling menghormati, saling menghargai, saling membantu serta selalu berusaha menjalin komunikasi dan tali silaturahim.
a. Dalam berhubungan antar sesama rekan dilakukan dengan sikap dan perilaku yang baik dengan saling menghormati dan menghargai atas dasar saling bantu membantu.
b. Tidak boleh saling menjelekkan apalagi dihadapan klien.
15. Memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik, tidak membedakan status ekonomi dan/atau status sosialnya. Memperlakukan dengan baik harus diartikan tidak saja Notaris bersikap baik tetapi juga tidak membuat pembedaan atas dasar suku, ras, agama serta status sosial dan keuangan. Melakukan perbuatan-perbuatan yang secara umum disebut sebagai kewajiban untuk mentaati dan melaksanakan antara lain namun tidak terbatas pada ketentuan yang tercantum dalam UUJN, Penjelasan Pasal 19 ayat (2) UUJN, Isi Sumpah Jabatan Notaris, Anggaran Dasar dan Rumah tangga INI.
Mengenai larangan bagi notaris diatur dalam Pasal 4 Kode Etik Notaris. Larangan tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Mempunyai lebih dari 1(satu) kantor, baik kantor cabang maupun kantor perwakilan.
a. Larangan ini diatur pula dalam Pasal 19 UUJN sehingga pasal ini dapat diartikan pula sebagai penjabaran UUJN.
b. Mempunyai satu kantor harus diartikan termasuk kantor PPAT
2. Memasang papan nama dan/atau tulisan yang berbunyi "Notaris/Kantor Notaris" di luar lingkungan kantor. Larangan ini berkaitan dengan kewajiban yang terdapat dalam Pasal 3 ayat (9) Kode Etik Notaris sehingga tindakannya dapat dianggap sebagai pelanggaran atas kewajibannya.
3. Melakukan publikasi atau promosi diri, baik sendiri maupun secara bersama-sama dengan mencantumkan nama dan jabatannya, menggunakan sarana media cetak dan atau elektronik dalam bentuk iklan, ucapan selamat, ucapan bela sungkawa, ucapan terima kasih, kegiatan pemasaran, kegiatan sponsor baik dalam bidang sosial, keagamaan maupun olah raga.
4. Larangan ini merupakan konsekuensi logis dari kedudukan Notaris sebagai Pejabat Umum dan bukan sebagai Pengusaha/Kantor Badan Usaha sehingga publikasi/promosi tidak dapat dibenarkan.
5. Bekerjasama dengan biro jasa/orang/Badan Hukum yang pada hakikatnya bertindak sebagai perantara untuk mencari atau mendapatkan klien. Notaris adalah Pejabat Umum dan apa yang dilakukan merupakan pekerjaan jabatan dan bukan dengan tujuan pencarian uang atau keuntungan sehingga penggunaan biro jasa/orang/badan hukum sebagai perantara pada hakikatnya merupakan tindakan pengusaha dalam pencarian keuntungan yang tidak sesuai dengan kedudukan peran dan fungsi Notaris.
6. Menandatangani akta yang proses pembuatan minutanya telah disiapkan oleh pihak lain.
7. Jabatan Notaris harus mandiri, jujur dan tidak berpihak sehingga pembuatan minuta yang telah dipersiapkan oleh pihak lain tidak memenuhi kewajiban Notaris yang terdapat dalam Pasal 3 ayat (4) Kode Etik Notaris.
8. Mengirimkan minuta kepada klien untuk ditandatangani. Penandatanganan akta Notaris merupakan bagian dari keharusan agar akta tersebut dikatakan sebagai akta. otentik. Selain hal tersebut, Notaris menjamin kepastian tanggal penandatanganan.
9. Berusaha atau berupaya dengan jalan apapun agar seseorang berpindah dari Notaris lain kepadanya, baik upaya itu ditujukan langsung kepada klien yang bersangkutan maupun melalui perantara orang lain. Berperilaku baik dan menjaga hubungan baik dengan sesama rekan diwujudkan antara lain dengan tidak melakukan upaya baik langsung maupun tidak langsung mengambil klien rekan.
10. Melakukan pemaksaan kepada klien dengan cara menahan dokumen-dokumen yang telah diserahkan dan/atau melakukan tekanan psikologis dengan maksud agar klien tersebut tetap membuat akta, padanya. Pada dasarnya setiap, pembuatan akta harus dilakukan dengan tanpa adanya paksaan dari siapapun termasuk dari Notaris. Kebebasan membuat akta merupakan hak dari klien itu.
11. Melakukan usaha-usaha baik langsung maupun tidak langsung yang menjurus ke arah timbulnya persaingan yang tidak sehat dengan sesama rekan Notaris. Persaingan yang tidak sehat merupakan pelanggaran terhadap Kode Etik sehingga upaya yang dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung harus dianggap sebagai pelanggaran Kode Etik.
12. Menetapkan honorarium yang harus dibayar oleh klien dengan jumlah lebih rendah dari honorarium yang telah ditetapkan Perkumpulan. Penetapan honor yang lebih rendah dianggap telah melakukan persaingan yang tidak sehat yang dilakukan melalui penetapan honor.
13. Mempekerjakan dengan sengaja orang yang masih berstatus karyawan kantor Notaris lain tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Notaris yang bersangkutan. Mengambil karyawan rekan Notaris dianggap sebagai tindakan tidak terpuji yang dapat mengganggu jalannya kantor Rekan Notaris.
14. Menjelekkan dan/atau mempersalahkan rekan Notaris atau akta yang dibuat olehnya.
Dalam hal seorang Notaris menghadapi dan/atau menemukan suatu akta, yang dibuat oleh rekan sejawat yang ternyata di dalamnya terdapat kesalahan-kesalahan yang serius dan/atau membahayakan klien, maka Notaris tersebut wajib memberitahukan kepada rekan sejawat yang bersangkutan atas kesalahan yang dibuatnya dengan cara yang tidak bersifat menggurui, melainkan untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan terhadap klien yang bersangkutan ataupun rekan sejawat tersebut.
15. Membentuk kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat eksklusif dengan tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi atau lembaga, apalagi menutup kemungkinan bagi Notaris lain untuk berpartisipasi. Notaris wajib memperlakukan rekan Notaris sebagai keluarga seprofesi, sehingga diantara sesama rekan Notaris harus saling menghormati, saling membantu serta selalu berusaha menjalin komunikasi dan tali silaturahim.
16. Menggunakan dan mencantumkan gelar yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mencantumkan gelar yang tidak sah merupakan tindak pidana, sehingga Notaris dilarang menggunakan gelar-gelar tidak sah yang dapat merugikan masyarakat dan Notaris itu sendiri.
17. Melakukan perbuatan-perbuatan lain yang secara umum disebut sebagai pelanggaran terhadap, Kode Etik Notaris, antara lain namun tidak terbatas pada pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam UUJN; Penjelasan Pasal 19 ayat (2) UUJN; Isi Sumpah Jabatan Notaris; Hal-hal yang menurut ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan/ atau keputusan-keputusan lain yang sudah ditetapkan organisasi INI yang tidak boleh dilakukan anggota.
Mengenai pengecualian diatur dalam Pasal 5 Kode Etik Notaris mengatur mengenai hal-hal yang merupakan pengecualian, sehingga tidak termasuk pelanggaran. Hal tersebut meliputi:
1. Memberikan ucapan selamat, ucapan duka cita dengan menggunakan kartu ucapan, surat, karangan bunga ataupun media lainnya dengan tidak mencantumkan Notaris, tetapi hanya nama saja.
a. Yang dibolehkan sebagai pribadi dan tidak dalam jabatan.
b. Tidak dimaksudkan sebagai promosi tetapi upaya menunjukkan kepedulian sosial dalam pergaulan.
2. Pemuatan nama dan alamat Notaris dalam buku panduan nomor telepon, fax dan telex yang diterbitkan secara resmi oleh PT. Telkom dan/atau instansi-instansi dan atau lembaga-lembaga resmi lainnya. Hal tersebut dianggap tidak lagi sebagai media promosi tetapi lebih bersifat pemberitahuan.
3. Memasang 1 (satu) tanda penunjuk jalan dengan ukuran tidak melebihi 20 x 50 cm, dasar berwarna putih, huruf berwarna hitam, tanpa mencantumkan nama Notaris serta dipasang dalam radius maksimum 100 meter dari Kantor Notaris. Dipergunakan sebagai papan petunjuk, bukan papan promosi.
D. Pelanggaran Kode Etik
Terdapat berbagai kemungkinan pelanggaran yang dilakukan oleh notaris terhadap kode etik. Fitrizki Utami dalam Disertasinya pada Universitas Hasanuddin menemukan beberapa bentuk tindakan pelanggaran profesi notaris antara lain meliputi klien tidak bertandatangan di hadapan notaris, adanya penurunan tarif, tidak membacakan akta, salah dalam memberikan tindakan hukum, melaksanakan tugas di luar wilayah kerja, menggunakan jasa perantara dan menjelek-jelekkan sesama rekan notaris. [15]
Tercatat sepanjang tahun 2007, Majelis Pengawas Notaris (MPN) Pusat telah memutus dua perkara mengenai pelanggaran kode etik ini. Dua perkara tersebut adalah kasus yang datang dari MPN Wilayah Riau dan Jawa Barat. Putusan yang diberikan oleh MPN Wilayah masing-masing tersebut berupa teguran tertulis dan juga pembinaan. Pelanggaran yang dilakukan oleh salah seorang notaris di Jawa Barat (Bekasi) tersebut adalah ketika pembacaan dan penandatangan Minuta Akta Pengikatan Jual Beli dan Akta Kuasa Jual, Notaris yang bersangkutan tidak menghadirkan pihak pembeli dan penjual, tidak pula dihadiri oleh dua orang saksi. Padahal nama-nama mereka tercantum dalam akta tersebut, namun tetap dibacakan dan disahkan oleh notaris yang bersangkutan. Sedangkan pelanggaran yang dilakukan oleh salah seorang notaris di Riau yakni akta yang berisi jual beli tanah pada halaman terakhirnya tidak disertai tanda tangan para pihak, saksi-saksi, dan juga notaris itu sendiri, bahkan tidak dibubuhi dengan stempel notaris. [16]
Pelanggaran etika profesi notaris juga terjadi dalam hal peran ganda yang dijalani oleh seorang notaris. Artinya notaris yang bersangkutan turut menjadi pihak dalam akta yang dibuatnya sendiri. [17]
Wawan Setiawan menyebutkan terdapat setidaknya tiga kategori pelanggaran dengan konsekuensi yang harus dipikul sebagai akibat dari perbuatan yang telah dilakukannya yaitu sebagai berikut: [18]
1. Notaris dalam menjalankan jabatannya tidak lagi mengindahkan etika profesi. Apabila didasarkan kepada kepatutan, segi moral dan kegamaan dan menurut kata hati nurani, seharusnya tidak dilakukan oleh notaris yang menyandang dan mengemban jabatan terhormat terlebih sebagai pemegang amanat. Bila telah terjadi pelanggaran dan masih tersisa padanya nilai-nilai luhur yang dimiliki notaris maka hukuman yang dijalani dan dirasa adalah rasa tidak tenang, karena diliputi perasaan bersalah. Apabila perasaan tidak tenang selalu meliputi dirinya, maka notaris tidak akan memperoleh kebahagiaan hidup, kecuali apabila notaris tersebut termasuk golongan orang yang merasakan sama nikmatnya antara melakukan kejahatan dengan amal kebaikan. Jadi notaris yang melanggar etika profesi, hukumannya berupa penderitaan batiniah dan hukuman yang diderita eras sekali hubungannya dengan jabatan dan profesinya. Notaris tersebut menjadi golongan orang yang tidak dipercaya lagi oleh masyarakat dan secara alamiah is akan dijatuhi dan sirna kepercayaan yang ada padanya. Notaris yang kehilangan kepercayaan atau sudah tidak mendapat kepercayaan lagi dari masyarakat, pada hakikatnya bukan notaris dan tidak ada pilihan lain kecuali harus berhenti dan meletakkan jabatan serta profesinya sebagai notaris. Dengan demikian manusia yang menjalankan jabatan dan profesi sebagai notaris hanyalah manusia pilihan yang berkualitas dan berperilaku baik, hal ini sebagai penjabaran dari pengamalan ilmu amaliah dan beramal ilmiah.
2. Pelanggaran terhadap kode etik, artinya pelanggaran yang dilakukan oleh notaris terhadap etika profesi yang telah dibukukan atau peraturanperaturan yang telah disusun secara tertulis dan mengikat serta wajib ditaati oleh segenap anggota kelompok profesi untuk ditaati dan dapat dikenakan sanksi bagi yang melanggar ketentuan tersebut. Berdasarkan pertimbangan rasa keadilan, akan dirasakan tidak adil, jika tindakan dan hukuman hanya dijatuhkan kepada anggota organisasi profesi saja, sedangkan mereka yang menjalankan profesi yang sama, karena bukan anggota organisasi bebas dari sanksi, walaupun melakukan pelanggaran atau kejahatan. Berkaitan dengan hal ini organisasi profesi Ikatan Notaris Indonesia telah menyusun aturan-aturan tertulis dari hasil kesepakatan dan ikrar bersama sebagai aturan main yaitu berupa perangkat peraturan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga serta Kode Etik Notaris.
3. Pelanggaran terhadap kode etik yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Notaris yang melakukan pelanggaran kode etik sebagaimana ditemukan dalam peraturan perundang-undangan maka penyelesaiannya berdasarkan ketentuannya itu sendiri, sehingga kepastian hukum terhadap profesi notaris lebih terjamin. Notaris yang melakukan pelanggaran terhadap etika, kepatutan atau moral penyelesaiannya bukan hanya menurut kode etik semata namun dapat juga berdasarkan peraturan perundang‑undangan. Segala sesuatu yang tidak boleh dilakukan oleh notaris dengan jelas dan tegas diatur dalam bentuk perundang-undangan.
Keterangan Skema
Aspek Keilmuan
1. Skema di atas dapat memberikan gambaran arch penulis bahwa Prodi MKn dibangun dengan mendasarkan pada dua hal, yaitu pendidikan yang menekankan pada ranah keilmuan dan ranah keprofesian (Profesi Jabatan Notaris)
2. Dari ranah pendidikan yang perlu dipahami adalah menyangkut hakikat/ makna dasar dan ilmu hukum itu sendiri sebagai ilmu yang dipelajari pada Program MKn.
a. Hakekat makna dasar, di dalamnya ditujukan untuk memahami landasan ilmiah dan pendidikan, sedangkan dari ilmu hukum hendak dipahami mengenai aspek pembuktian berupa ilmu tentang akta dan ilmu pokok yang mencangkup ilmu-ilmu yang relevan dengan MKn.
b. Landasan Ilmiah dari Program MKn adalah adanya kebutuhan atau kepentingan dari masyarakat akan adanya pejabat yang mempunyai kewenangan dalam pembuatan alas bukti berupa akta otentik terhadap peristiwa hukum dan/atau perbuatan hukum tertentu yang dilakukannya.
c. Pendidikan meliputi arti pendidikan, bahwa pendidikan notaris (Prodi MKn) adalah pendidikan yang menekankan pada ilmu pengetahuan (knowledge/science) dan keahlian (skill).
3. Ilmu hukum dengan aspek pembuktian beserta ilmu-ilmu hukum yang relevan menghasilkan perangkat ilmiah/teori bidang ilmu, yaitu ilmu kenotariatan. Landasan ilmiah dan pendidikan yang ada dimaksud kemudian akan melahirkan kompetensi.
4. Kompetensi dan ilmu kenotariatan merupakan dua hal yang harus diupayakan menuju MKn UGM yang unggul dari sisi akademik.
Aspek Keprofesian dan Aspek Jabatan
1. Bidang notariat/aspek kenotariatan meliputi dua hal yang harus dipahami oleh mahasiswa yakni aspek profesi dan aspek jabatan.
2. Aspek profesi meliputi karakteristik (bahwa Prodi MKn berbeda dengan prodi lain). Pada aspek profesi ini juga perlu dipahami pengertian dari profesi. Dua hal ini menjadi landasan dasar baik internal maupun eksternal atas profesi. Internal dalam arti kaitannya profesi itu sendiri, sedangkan secara eksternal merupakan hubungan keluar profesi, yaitu dengan masyarakat atau pihak lain di luar profesi.
3. Kaedah dasar profesi merupakan hal-hal yang menjadi dasar berkaitan dengan profesi. Kaedah dasar dari profesi notaris adalah berupa adanya pengakuan dari masyarakat dan pelaksanaan etika profesi.
Catatan: Landasan dasar adalah sesuatu yang harus dipegang untuk menjalankan suatu profesi, sedangkan kaedah dasar merupakan aturanaturan yang tetap bagi profesi itu sendiri yang diwujudkan dalam etika dan pengakuan masyarakat.
4. Pada aspek jabatan menekankan bahwa jabatan notaris membutuhkan keahlian khusus, berupa keahlian di bidang pembuatan akta dan secara yuridis pemegang profesi notaris harus memenuhi formalitas tertentu dan menguasai bidangnya.
5. Adanya menjadi dasar bagi negara untuk melakukan pengangkatan. Pengangkatan merupakan kaedah jabatan yang harus dilaksanakan agar seseorang secara sah (legal) menjalankan praktik notaris.
6. Dengan adanya pengangkatan oleh negara, pengakuan oleh masyarakat, dan andanya pelaksanaan nilai moral yang terkandung dalam kode etik dan UUJN, berarti telah tercipta suatu profesi dengan keahlian spesifik, dalam hal ini adalah profesi jabatan notaris.
Pertanggungjawaban Profesi Jabatan Notaris
Bahwa dengan dikuasainya aspek ilmiah/akademik yang diperoleh melalui pendidikan di MKn, yang kemudian karena telah memenuhi persyaratan berupa pengangkatan dan adanya pengakuan masyarakat yang melahirkan Profesi Jabatan Notaris, maka seorang pemangku jabatan notaris memikul tanggung jawab baik secara ilmiah/akademik maupun tanggung jawab dalam lingkup organisasi profesi.
1. Pertanggungjawaban secara ilmiah, yaitu pertanggungjawaban notaris yang dikenakan ketika seorang notaris melakukan kesalahan dalam menjalankan tugasnya, misalnya terkait dengan adanya malpraktik dalam pembuatan akta.
2. Pertanggung.jawaban secara profesi, terjadi dalam hal terjadi pelanggaran kode etik profesi sehingga penyelesaiannya adalah melalui organisasi profesi yang bersangkutan.
Berdasarkan ciri-ciri dan tugas-tugas sebagaimana tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
(1) Seorang notaris harus mempunyai pengetahuan umum dan pengetahuan yuridis yang cukup memadai untuk melaksanakan tugas-tugasnya. Kemampuan yuridis yang dipersyaratkan tersebut sampai pada tataran penemuan hukum dan pembentukan hukum. Oleh karena itu ia harus dibekali kemampuan yang mendalam di bidang hukum yang menunjang pelaksanaan tugasnya sedemikian rupa sehingga ia mampu melaksanakan analisis dan sintesa ke arah penemuan hukum dan pembentukan hukum;
(2) Harus terampil dalam arti mempunyai kemampuan untuk melaksanakan penerapan hukum terhadap kasus-kasus yang dihadapkan kepadanya oleh kliennya;
(3) Dengan demikian diperlukan pendidikan yang dapat membekali kemampuan akademis dan ketrampilan untuk menerapkan hukum.
[1] I Gede A.B. Wiranata, op.cit., hal 251.1
[2] Munir Fuady, 2005, Profesi Mulia (Etika Profesi Hukum bagi Hakim, Jaksa, Advokat, Notaris, Kurator dan Pengurus, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti hal 133.
[4] I Gede A.B. Wiranata, op.cit., hal 251-252.
[5] Suhrawardi K. Lubis, op.cit., hal 13. lihat juga Spillane dalam Lilian Tedjosaputro, op.cit., hal 52.
[6] Nico, op.cit., hal 301.
[7] I Gede A.B. Wiranata, op.cit., hal 253.
[9] Ahmad Charris Zubair, 2002, Dimensi Etik dan Asketik Ilmu Pengetahuan Manusia: Kajian Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam (LSFI), hal 49.
[11] Budi Untung, 2005, Visi Global Notaris, Yogyakarta: Andi, hal 66.
[12] Abdulkadir Muhammad, op.cit., hal 82-85.
[13] I Gede A.B. Wiranata, op.cit., hal 261.1
[16] Lihat Putusan Teguran Kepada Notaris Tidak Bisa Naik Banding, dalam www.hukumonline.com, 01 Oktober 2007.
[17] Lihat Jika Notaris Merangkap Jadi Makelar Tanah Kasus Bapeten, dalam www.hukumonline.com, 05 Desember 2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar