Selasa, 08 September 2009

KODE ETIK NOTARIS

KODE ETIK NOTARIS
IKATAN NOTARIS INDONESIA (I.N.I.)

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Kode Etik ini yang dimaksud dengan :

1.    Ikatan Notaris Indonesia disingkat I.N.I. adalah Perkumpulan/organisasi bagi pars Notaris, berdiri semenjak tanggal 1 Juli 1908, diakui sebagai Badan Hukum (rechtspersoon) berdasarkan Gouvernements Besluit (Penetapan Pemerintah) tanggal 5 September 1908 Nomor 9, merupakan satu-satunya wadah pemersatu bagi semua dan setiap -orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatan sebagai pejabat umum di Indonesia, sebagaimana hal itu telah diakui dan mendapat pengesahan dari pemerintah berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia pada tanggal 23 Januari 1995 Nomor C2- 1022.HT.01.06 Tahun 1995, dan telah diumumkan di dalam Berita Negara Republik Indonesia tanggal 7 April 1995 No. 28 Tambahan Nomor 1/P-1995, oleh karena itu sebagai dan merupakan organisasi Notaris sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 117.

2.    Kode Etik Notaris dan untuk selanjutnya akan disebut Kode Etik adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan lkatan Notaris Indonesia yang selanjutnya akan disebut "Perkumpulan" berdasarkan keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota Perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, termasuk didalamnya pars Pejabat Sementara Notaris, Notaris Pengganti dan Notaris Pengganti Khusus.

3.    Disiplin Organisasi adalah kepatuhan anggota Perkumpulan dalam rangka memenuhi kewajiban­kewajiban terutama kewajiban administrasi dan kewajiban finansial yang telah diatur oleh Perkumpulan.

4.    Notaris adalah setiap orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatan sebagai pejabat umum, sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1 angka 1 juncto pasal 15 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

5.    Pengurus Pusat adalah Pengurus Perkumpulan, pads tingkat nasional yang mempunyai tugas, kewajiban serta kewenangan untuk mewakili dan bertindak atas nama Perkumpulan, balk di luar maupun di muka Pengadilan.

6.    Pengurus Wilayah adalah Pengurus Perkumpulan pads tingkat Propinsi atau yang setingkat dengan itu.

7.    Pengurus Daerah adalah Pengurus Perkumpulan pads tingkat kota atau Kabupaten.

8.    a. Dewan Kehormatan adalah alat perlengkapan Perkumpulan sebagai suatu badan atau lembaga yang mandiri dan bebas dari keberpihakan dalam Perkumpulan yang bertugas untuk :

·   melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan anggota dalam menjunjung tinggi kode etik;

·   memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan kode etik yang bersifat internal atau yang tidak mempunyai kaitan dengan kepentingan masyarakat secara langsung;

·   memberikan saran dan pendapat kepada Majelis    Pengawas     atas dugaan pelanggaran Kode Etik dan jabatan Notaris.

 

b. Dewan Kehormatan Pusat adalah Dewan   

    Kehormatan pada tingkat nasional dan yang bertugas untuk :

·   melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan anggota, dalam menjunjung tinggi kode etik;

·   memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan kode etik dan/atau disiplin organisasi, yang bersifat internal atau yang tidak mempunyai kaitan dengan kepentingan masyarakat, secara langsung, pads tingkat akhir dan bersifat final;

·   memberikan saran dan pendapat kepada Majelis Pengawas atas dugaan pelanggaran Kode Etik dan Jabatan Notaris.

9.     Pelanggaran adalah perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh anggota Perkumpulan maupun orang lain yang memangku clan menjalankan jabatan Notaris yang melanggar ketentuan Kode Etik dan/atau disiplin organisasi.

10. Kewajiban adalah sikap, perilaku, perbuatan atau tindakan yang harus dilakukan anggota Perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris, dalam rangka menjaga dan memelihara citra wibawa lembaga notariat clan menjunjung tinggi keluhuran harkat clan martabat jabatan Notaris.

11. Larangan adalah sikap, perilaku, perbuatan atau tindakan yang tidak boleh dilakukan oleh anggota Perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris, yang dapat menurunkan citra serta wibawa lembaga notariat ataupun keluhuran harkat dan martabat jabatan Notaris.

12. Sanksi adalah suatu hukuman yang dimaksudkan sebagai sarana, upaya dan sifat pemaksa ketaatan dan disiplin anggota Perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris, dalam menegakkan Kode Etik dan disiplin organisasi;

13. Eksekusi adalah pelaksanaan sanksi yang dijatuhkan oleh clan berdasarkan putusan Dewan Kehormatan yang telah mempunyai kekuatan tetap dan pasti untuk dijalankan.

14. Klien adalah setiap orang atau badan yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama datang kepada Notaris untuk membuat akta, berkonsultasi dalam rangka pembuatan akta serta minta jasa Notaris lainnya.

 

BAB II
RUANG LINGKUP KODE ETIK

Pasal 2

Kode Etik ini berlaku bagi seluruh anggota Perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris balk dalam pelaksanaan jabatan maupun dalam kehidupan sehari-hari.

BAB III
KEWAJIBAN, LARANGAN DAN PENGECUALIAN

Kewajiban
Pasal 3

Notaris dan orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris wajib :

1.    Memiliki moral, akhlak serta kepribadian yang balk.

2.    Menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat jabatan Notaris.

3.    Menjaga dan membela kehormatan Perkumpulan.

4.    Bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab, berdasarkan peraturan perundang-undangan dan isi sumpah jabatan Notaris.

5.    Meningkatkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki tidak terbatas pada ilmu pengetahuan hukum dan kenotariatan.

6.    Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan Negara;

7.    Memberikan jasa pembuatan akta dan jasa keNotarisan lainnya untuk masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium.

8.    Menetapkan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut merupakan satu-satunya kantor bagi Notaris yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas jabatan sehari-hari.

9.    Memasang 1 (satu) buah papan nama di depan / di lingkungan kantornya dengan pilihan ukuran yaitu 100 cm x 40 cm, 150 cm x 60 cm atau 200 cm x 80 cm, yang memuat :

a.     Nama lengkap dan gelar yang sah;

b.     Tanggal dan nomor Surat Keputusan pengangkatan yang terakhir sebagai Notaris.

c.     Tempat kedudukan;

d.     Alamat kantor dan nomor telepon/fax. Dasar papan nama berwarna putih dengan huruf berwarna hitam dan tulisan di papan nama harus ielas dan mudah dibaca. Kecuali di lingkungan kantor tersebut tidak dimungkinkan untuk pemasangan papan nama dimaksud.

10.                    Hadir, mengikuti dan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh Perkumpulan; menghormati, mematuhi, melaksanakan setiap dan seluruh keputusan Perkumpulan.

11.                    Membayar uang iuran Perkumpulan secara tertib.

12.                    Membayar uang duka untuk membantu ahli waris teman sejawat yang meninggal dunia.

13.                    Melaksanakan dan mematuhi semua ketentuan tentang honorarium ditetapkan Perkumpulan.

14.                    Menjalankan jabatan Notaris terutama dalam pembuatan, pembacaan dan penandatanganan akta dilakukan di kantornya, kecuali alasan-alasan yang sah.

15.                    Menciptakan         suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam melaksanakan tugas jabatan dan    kegiatan sehari-hari serta          saling
memperlakukan rekan sejawat secara baik, saling menghormati, saling menghargai, saling membantu serta selalu berusaha menjalin komunikasi dan tali silaturahmi.

16.                    Memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik, tidak membedakan status ekonomi dan/atau status sosialnya.

17.                    Melakukan perbuatan-perbuatan yang secara umum disebut sebagai kewajiban untuk ditaati dan dilaksanakan antara lain namun tidak terbatas pada ketentuan yang tercantum dalam :

a.       UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;

b.       Penjelasan Pasal 19 ayat (2) UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;

c.       Isi Sumpah Jabatan Notaris;

d.  Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Notaris Indonesia.

Larangan
Pasal 4

Notaris dan orang lain yang memangku clan menjalankan jabatan. Notaris dilarang :

1.   Mempunyai lebih dari 1 (satu) kantor, baik kantor cabang ataupun kantor perwakilan.

2.   Memasang pagan Hama dan/atau tulisan yang berbunyi “Notaris/ Kantor Notaris" di luar lingkungan kantor.

3.     Melakukan publikasi atau promosi diri, baik sendiri maupun secara   bersama-sama, dengan mencantumkan nama dan jabatannya, 
  
menggunakan sarana media cetak dan/atau elektronik, dalam
     bentuk

a.        Iklan;

b.       Ucapan selamat;

c.        Ucapan belasungkawa;

d.       Ucapan terima kasih;

e.        Kegiatan pemasaran;

f.         Kegiatan sponsor, baik dalam bidang sosial, keagamaan, maupun olahraga;

4. Bekerja sama dengan Biro jasa/orang/Badan Hukum yang pada hakekatnya bertindak sebagai perantara untuk mencari atau mendapatkan klien.

5. Menandatangani akta yang proses pembuatan minutanya telah dipersiapkan oleh pihak lain.

6. Mengirimkan minuta kepada klien untuk ditanda tangani.

7. Berusaha atau berupaya dengan jalan apapun, agar seseorang berpindah dari Notaris lain kepadanya, baik upaya itu ditujukan langsung kepada klien yang bersangkutan maupun melalui perantara orang lain.

8. Melakukan pemaksaan kepada klien dengan cara menahan dokumen-dokumen yang telah diserahkan dan/atau melakukan tekanan psikologis dengan maksud agar klien tersebut tetap membuat akta padanya.

9.  Melakukan usaha-usaha, baik langsung maupun tidak langsung yang menjurus ke arah timbulnya persaingan yang tidak sehat dengan sesama rekan Notaris.

10.                                         Menetapkan  honorarium yang harus dibayar oleh klien dalam jumlah yang lebih rendah dari honorarium yang telah ditetapkan Perkumpulan.

11.                                         Mempekerjakan dengan sengaja orang yang masih berstatus karyawan kantor Notaris lain tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Notaris yang bersangkutan.

12.                                         Menjelekkan dan/atau mempersalahkan rekan Notaris atau akta yang dibuat olehnya. Dalam hal seorang Notaris menghadapi dan/atau menemukan suatu akta yang dibuat oleh rekan sejawat yang ternyata didalamnya terdapat kesalahan-kesalahan yang serius dan/atau membahayakan klien, make Notaris tersebut wajib memberitahukan kepada rekan sejawat yang bersangkutan etas kesalahan yang dibuatnya dengan cara yang tidak bersifat menggurui, melainkan untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan terhadap klien yang bersangkutan ataupun rekan sejawat tersebut.

13.                                         Membentuk kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat ekslusif dengan tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi atau lembaga, apalagi menutup kemungkinan bagi Notaris lain untuk berpartisipasi.

14.                                         Menggunakan dan mencantumkan gelar yang tidak sesuai dengan peraturan perundang­undangan yang berlaku.

15.                                         Melakukan perbuatan-perbuatan lain yang secara umum disebut sebagai pelanggaran terhadap Ko­de Etik Notaris, antara lain namun tidak terbatas pada pelanggaran-pelanggaran terhadap :

a.   Ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004  
     tentang Jabatan
Notaris;

b.     Penjelasan pasal 19 ayat (2) Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;

c.     Isi sumpah jabatan Notaris;

d.     Hal-hal yang menurut ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan/atau Keputusan-Keputusan lain yang telah ditetapkan oleh organisasi Ikatan Notaris Indonesia tidak boleh dilakukan oleh anggota.

Pengecualian
Pasal 5

Hal-hal yang tersebut di bawah ini merupakan pengecualian oleh karena itu tidak termasuk pelanggaran, yaitu :

1.     Memberikan ucapan selamat, ucapan berdukacita dengan mempergunakan kartu ucapan, surat, karangan bunga ataupun media lainnya yang tidak mencantumkan Notaris, tetapi hanya nama saja.

2.     Pemuatan nama dan alamat Notaris dalam buku panduan telepon, fax dan telex, yang diterbitkan secara resmi oleh PT. Telkom dan/atau instansi­instansi dan/atau lembaga-lembaga resmi lainnya.

3.     Memasang 1 (satu) tanda penujuk jalan dengan ukuran tidak melebihi 20 cm x 50 cm, dasar berwarna putih, huruf berwarna hitam, tanpa mencantumkan nama Notaris serta dipasang dalam radius maksimum 100 meter dari kantor Notaris.

 

BAB IV SANKSI

Pasal 6

1. Sanksi yang dikenakan terhadap anggota yang melakukan pelanggaran Kode Etik dapat berupa

a.          Teguran;

b.          Peringatan;

c.           Schorsing (pemecatan sementara) dari keanggotaan Perkumpulan;

d.          Onzetting (pemecatan) dari keanggotaan Perkumpulan;

e.          Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan Perkumpulan.

2. Penjatuhan sanksi-sanksi sebagaimana terurai di atas terhadap anggota yang melanggar Kode Etik disesuaikan dengan kwantitas dan kwalitas pelanggaran yang dilakukan anggota tersebut.

BAB V
TATA CARA PENEGAKAN KODE ETIK

Bagian Pertama
Pengawasan

Pasal 7

Pengawasan atas pelaksanaan Kode Etik itu dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a.       Pada tingkat pertama oleh Pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia dan Dewan Kehormatan Daerah;

b.     Pada tingkat banding oleh Pengurus Wilayah Ikatan Notaris Indonesia clan Dewan Kehormatan Wilayah;

c.     Pada tingkat akhir oleh Pengurus Pusat Ikatan Notaris. Indonesia clan Dewan Kehormatan Pusat.

Bagian Kedua
Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi

Alat Perlengkapan
Pasal 8

Dewan Kehormatan merupakan alat perlengkapan Perkumpulan yang berwenang melakukan pemeriksaan atas pelanggaran terhadap Kode Etik dan menjatuhkan sanksi kepada pelanggarnya sesuai dengan kewenangan masing-masing.

Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi Pada Tingkat Pertama

Pasal 9

1.         Apabila ada anggota yang diduga melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik, baik dugaan tersebut berasal dari pengetahuan Dewan Kehormatan Daerah sendiri maupun karena laporan dari Pengurus Daerah ataupun pihak lain kepada Dewan Kehormatan Daerah, maka selambat-lambatnya dalam waktu tujuh (7) hari kerja Dewan Kehormatan Daerah wajib segera mengambil tindakan dengan mengadakan sidang Dewan Kehormatan Daerah untuk membicarakan dugaan terhadap pelanggaran tersebut.

2.         Apabila menurut hasil sidang Dewan Kehormatan Daerah sebagaimana yang tercantum dalam ayat (1), ternyata ada dugaan kuat terhadap pelanggaran Kode Etik, maka dalam waktu tujuh (7) hari kerja setelah tanggal sidang tersebut, Dewan Kehormatan Daerah berkewajiban memanggil anggota yang diduga melanggar tersebut dengan surat tercatat atau dengan ekspedisi, untuk didengar keterangannya dan diberi kesempatan untuk membela diri.

3.         Dewan Kehormatan Daerah barn akan menentukan putusannya mengenai terbukti atau tidaknya pelanggaran kode etik serta penjatuhan sanksi terhadap pelanggarnya (apabila terbukti), setelah mendengar keterangan dan pembelaan diri dari anggota yang bersangkutan dalam sidang Dewan Kehormatan Daerah yang diadakan untuk keperluan itu, dengan perkecualian sebagaimana yang diatur dalam ayat (6) dan ayat (7) pasal ini.

4.         Penentuan putusan tersebut dalam ayat (3) diatas dapat dilakukan oleh Dewan Kehormatan Daerah, balk dalam sidang itu maupun dalam sidang lainnya, sepanjang penentuan keputusan melanggar atau tidak melanggar tersebut dilakukan selambat-lambatnya dalam waktu 15 (limabelas) hari kerja, setelah tanggal sidang Dewan Kehormatan Daerah dimana Notaris tersebut telah didengar keterangan dan/atau pembelaannya.

5.              Bila dalam putusan sidang Dewan Kehormatan Daerah dinyatakan terbukti ada pelanggaran terhadap Kode Etik, maka sidang sekaligus menentukan sanksi terhadap pelanggarnya.

6.         Dalam hal anggota yang dipanggil tidak datang atau tidak memberi kabar apapun dalam waktu tujuh (7) hari kerja setelah dipanggil, maka Dewan Kehormatan Daerah akan mengulangi panggilannya sebanyak 2 (dua) kali dengan jarak waktu tujuh (7) hari kerja, untuk setiap panggilan.

7.         Dalam waktu tujuh (7) hari kerja, setelah panggilan ketiga (3) ternyata masih juga tidak datang atau tidak memberi kabar dengan alasan apapun, maka Dewan Kehormatan Daerah akan tetap bersidang untuk membicarakan pelanggaran yang diduga dilakukan oleh anggota yang dipanggil itu dan menentukan putusannya, selanjutnya secara mutatis mutandis berlaku ketentuan dalam ayat (5) dan ayat (6) di atas serta ayat (9).

8.         Terhadap sanksi pemberhentian sementara (schorsing) atau pemecatan (onzetting) dari keanggotaan Perkumpulan diputuskan, Dewan Kehormatan Daerah wajib berkonsultasi terlebih dahulu dengan Pengurus Daerahnya.

9.         Putusan sidang Dewan Kehormatan Daerah wajib dikirim oleh Dewan Kehormatan Daerah kepada anggota yang melanggar dengan surat tercatat atau dengan ekspedisi dan tembusannya kepada Pengurus Cabang, Pengurus Daerah, Pengurus Pusat dan Dewan Kehormatan Pusat, semuanya itu dalam waktu tujuh (7) hari kerja, setelah dijatuhkan putusan oleh sidang Dewan Kehormatan Daerah.

10.     Apabila pada tingkat kepengurusan Daerah belum dibentuk Dewan Kehormatan Daerah, maka Dewan Kehormatan Wilayah berkewajiban dan mempunyai wewenang untuk menjalankan kewajiban serta kewenangan Dewan Kehormatan Daerah dalam rangka penegakan Kode Etik atau melimpahkan tugas kewajiban dan kewenangan Dewan Kehormatan Daerah kepada kewenangan Dewan Kehormatan Daerah terdekat dari tempat kedudukan atau tempat tinggal anggota yang melanggar Kode Etik tersebut. Hal tersebut berlaku pula apabila Dewan Kehormatan Daerah tidak sanggup menyelesaikan atau memutuskan permasalahan yang dihadapinya.

Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi Pada Tingkat Banding

Pasal 10

1.     Putusan yang berisi penjatuhan sanksi pemecatan sementara (schorsing) atau pemecatan (onzetting) dari keanggotaan Perkumpulan dapat diajukan/dimohonkan banding kepada Dewan Kehormatan Wilayah.

2.     Permohonan untuk naik banding wajib dilakukan oleh anggota yang bersangkutan dalam waktu tiga puluh (30) hari kerja, setelah tanggal penerimaan surat putusan penjatuhan sanksi dari Dewan Kehormatan Daerah.

3.          Permohonan naik banding dikirim dengan surat tercatat atau dikirim langsung oleh anggota yang bersangkutan kepada Dewan Kehormatan Wilayah dan tembusannya kepada Dewan Kehormatan Pusat, Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah dan Pengurus Daerah.

4.     Dewan Kehormatan Daerah dalam waktu tujuh (7) hari setelah menerima surat tembusan permohonan banding wajib mengirim semua salinan/foto copy berkas pemeriksaan kepada Dewan Kehormatan Pusat.

5.     Setelah menerima permohonan banding, Dewan Kehormatan Wilayah wajib memanggil anggota yang naik banding, selambat-lambatnya dalam waktu tujuh (7) hari kerja, setelah menerima permohonan tersebut. Anggota yang mengajukan banding dipanggil untuk didengar keterangannya dan diberi kesempatan untuk membela diri dalam sidang Dewan Kehormatan Wilayah.

6.     Dewan Kehormatan Wilayah wajib memberi putusan dalam tingkat banding melalui sidangnya, dalam waktu tiga puluh (30) hari kerja, setelah anggota yang bersangkutan dipanggil, didengar keterangannya dan diberi kesempatan untuk membela diri.

7.     Apabila anggota yang dipanggil tidak datang clan tidak memberi kabar dengan alasan yang sah me­lalui surat tercatat, maka sidang Dewan Kehor­matan Wilayah tetap akan memberi putusan da­lam waktu yang ditentukan pada ayat (5) di atas.

8.     Dewan Kehormatan Wilayah wajib mengirim putusannya kepada anggota yang minta banding dengan surat tercatat dengan ekspedisi dan tembusannya kepada Dewan Kehormatan Daerah, Pengurus Wilayah, Pengurus Daerah dan Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia Pusat semuanya itu dalam waktu tujuh (7) hari kerja setelah sidang Dewan Kehormatan Wilayah menjatuhkan keputusannya atas banding tersebut.

9.     Apabila pemeriksaan dan penjatuhan sanksi dalam tingkat pertama telah dilakukan oleh Dewan Kehormatan Wilayah, berhubung pads tingkat kepengurusan daerah yang bersangkutan belum dibentuk Dewan Kehormatan Daerah; maka keputusan Dewan Kehormatan Wilayah tersebut merupakan keputusan tingkat banding.

 

Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi Pada Tingkat Akhir

Pasal 11

1.     Putusan yang berisi penjatuhan sanksi pemecatan sementara (schorsing) atau pemecatan (onzetting) dari keanggotaan Perkumpulan yang dilakukan oleh Dewan Kehormatan Wilayah dapat diajukan/dimohonkan pemeriksaan pada tingkat terakhir kepada Dewan Kehormatan Pusat.

2.     Permohonan untuk pemeriksaan tingkat akhir wajib dilakukan oleh anggota yang bersangkutan dalam waktu tiga puluh (30) hari kerja, setelah tanggal penerimaan surat putusan penjatuhan sanksi dari Dewan Kehormatan Wilayah.

3.     Permohonan pemeriksaan tingkat akhir dikirim dengan surat tercatat atau melalui ekspedisi atau oleh anggota yang bersangkutan kepada Dewan Kehormatan Pusat dan tembusannya kepada Dewan Kehormatan Daerah, Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah dan Pengurus Daerah.

4.     Dewan Kehormatan Wilayah dalam waktu tujuh (7) hari setelah menerima surat tembusan permohonan pemeriksaan tingkat terakhir wajib mengirim semua salinan/foto copy berkas pemeriksaan kepada Dewan Kehormatan Pusat.

5.     Setelah menerima permohonan pemeriksaan tingkat terakhir, Dewan Kehormatan Pusat wajib memanggil anggota yang meminta pemeriksaan tersebut, selambat-lambatnya dalam waktu tiga puluh (30) hari kerja, setelah menerima permohonan pemeriksaan tersebut, dipanggil, didengar keterangannya dan diberi kesempatan untuk membela diri dalam sidang Dewan Kehormatan Pusat.

6.     Dewan Kehormatan Pusat wajib memberi putusan dalam pemeriksaan tingkat terakhir melalui sidangnya, dalam waktu tiga puluh (30) hari kerja, setelah anggota yang bersangkutan dipanggil, didengar keterangannya dan diberi kesempatan untuk membela diri.

7.     Apabila anggota yang dipanggil tidak datang dan tidak memberi kabar dengan alasan yang sah melalui surat tercatat, maka sidang Dewan Kehormatan Pusat tetap akan memberi putusan dalam waktu yang ditentukan pads ayat (5) di atas.

8.     Dewan Kehormatan Wilayah Pusat wajib mengirim putusannya kepada anggota yang minta pemeriksaan tingkat terakhir dengan surat tercatat atau dengan ekspedisi dan tembusannya kepada Dewan Kehormatan Daerah, Pengurus Cabang, Pengurus Daerah dan Pengurus Pusat, semuanya itu dalam waktu tujuh (7) hari kerja, setelah sidang Dewan Kehormatan Pusat menjatuhkan keputusannya atas pemeriksaan tingkat terakhir tersebut.

Bagian Ketiga
Eksekusi atas Sanksi-Sanksi Dalam
Pelanggaran Kode Etik

Pasal 12

1.    Putusan yang ditetapkan oleh Dewan Kehormatan Daerah, Dewan Kehormatan Wilayah maupun yang ditetapkan oleh Dewan Kehormatan Pusat dilaksanakan oleh Pengurus Daerah.

2.    Pengurus Daerah wajib mencatat dalam buku angngota Perkumpulan yang ada pada Pengurus Daerah atas setiap keputusan yang telah ditetapkan oleh Dewan Kehormatan Daerah, Dewan Kehormatan Wilayah dan/atau Dewan Kehormatan Pusat mengenai kasus Kode Etik berikut nama anggota yang bersangkutan.

Selanjutnya nama Notaris tersebut, kasus dan keputusan Dewan Kehormatan Daerah, Dewan Kehormatan Wilayah dan/atau Dewan Kehormatan Pusat diumumkan dalam Media Notariat yang terbit setelah pencatatan dalam buku anggota Perkumpulan tersebut.

BAB VI
PEMECATAN SEMENTARA

Pasal 13

Tanpa mengurangi ketentuan yang mengatur tentang prosedur atau tata cara maupun penjatuhan sanksi secara bertingkat, maka terhadap seorang anggota Perkumpulan yang telah melanggar Undang-undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan yang bersangkutan dinyatakan bersalah, serta dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, Pengurus Pusat wajib memecat sementara sebagai anggota Perkumpulan disertai usul kepada Kongres agar anggota Perkumpulan tersebut dipecat dari anggota Perkumpulan.

 

BAB VII
KEWAJIBAN PENGURUS PUSAT

Pasal 14

Pengenaan sanksi pemecatan sementara (schorsing) demikian jugs sanksi (onzetting) maupun pemberhentian dengan tidak hormat sebagai anggota Perkumpulan terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 di atas wajib diberitahukan oleh Pengurus Pusat kepada Majelis Pengawas Daerah dan tembusannya disampaikan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 15

1. Semua anggota Perkumpulan wajib menyesuaikan praktek maupun perilaku dalam menjalankan jabatannya dengan ketentuan­ketentuan yang tercantum dalam peraturan dan/atau Kode Etik ini.

2. Hanya Pengurus Pusat dan/atau alat perlengkapan yang lain dari Perkumpulan atau anggota yang ditunjuk olehnya dengan cara yang dipandang baik oleh kedua lembaga tersebut berhak dan berwenang untuk memberikan penerangan seperlunya kepada masyarakat tentang Kode Etik dan Dewan Kehormatan.

Ditetapkan di Bandung

Pada tanggal 27 Januari 2005

Komisi Kode Etik

Ketua,                                                                     Sekretaris,

Ttd                                                                                     ttd

ADRIAN DJUAINI, SH                                IRWAN SANTOSA, SH

Wakil Ketua,
Ttd
ETIEF MOESA SUTJIPTO, SH

TIM PERUMUS KODE ETIK

1.     R. Muhammad Hendarmawan, SH.

2.     DR. muhammad Afandhi Nawawi, SH.

3.     DR. Herlien Budiono, SH.

4.     Darwani Sidi Bakaroeddin, SH.

5.     I Ketut Rames Iswara, SH.

6.     Henricus Subekti, SH.

7.     H. Abu Jusuf, SH.

8.     Etief Moesa Sutjipto, SH.

9.     Miftachul Machsun, SH.

10. Syahril Sofyan, SH.

11. Adrian Djuaini, SH.

12. Supriyanto, SH.

13. Irwan Santosa, SH.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar