Sabtu, 12 Oktober 2013

KONTRAK DIBATALKAN, KONTRAK BATAL DEMI HUKUM, PENGHENTIAN KONTRAK DAN PEMUTUSAN KONTRAK




Dalam sebulan terakhir ini, saya banyak menerima pertanyaan mengenai masalah Kontrak. Pertanyaan itu muncul dengan latar belakang masalah yang beragam, dan setelah saya pelajari referensi dari Prof. Dr. Y Sogar Simamora, M. Hum.,   Guru   Besar   Fakultas   Hukum   Universitas   Airlangga   saat   mengikuti Pelatihan Saksi Ahli (sekarang disebut Pelatihan Pemberi Keterangan Ahli) yang diselenggarakan oleh LKPP tanggal 21-25 Februari 2011  dan berdiskusi dengan Prof. Tan Kamaro, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Tulisan ini membahas aspek hubungan Perdata dalam Kontrak antara PPK dan Penyedia dengan menggunakan asumsi tidak ada pelanggaran Pidana atau keputusan Tata Usaha Negara yang menyertainya.
Kontrak antara PPK dan Penyedia dapat digambarkan dalam peta pikiran (mind map) yang terlampir dalam tulisan ini. Permasalahan dalam hubungan Kontrak dapat digambarkan dalam matriks berikut :


Kontrak Dibatalkan/ Batal Demi Hukum
Penghentian
Kontrak
Pemutusan Kontrak
Penyebab
Tidak terpenuhinya syarat sah nya Kontrak, sehingga :
·   Kontrak dapat dibatalkan; atau
·   Kontrak batal demi hukum.
·   Kontrak selesai
·   Kahar
·   Pengguna tidak melakukan
pembayaran
Penyedia tidak dapat menyediakan barang/jasa yang diatur dalam Kontrak
Akibat bagi
Penyedia
Dalam hal kontrak dibatalkan atau batal demi hukum, maka:
·   Penyedia harus mengembalikan kondisi seperti semula saat belum dilaksanakannya Kontrak.
·   Penyedia tidak boleh memperoleh
keuntungan
finansial dari
Kontrak
·   Penyedia berhak mendapatkan pembayaran atas pekerjaan yang telah dilakukan
·   Penyedia berhak menghentikan pekerjaan
·   Penyedia berhak mendapatkan
ganti rugi finansial
·   Penyedia dinyatakan wanprestasi
·   Penyedia harus mengusahakan dengan cara apapun sampai diperolehnya barang/jasa yang diatur dalam Kontrak
Akibat bagi
Pengguna
Dalam hal kontrak dibatalkan atau batal demi hukum
·   Jika barang/jasa akan dimanfaatkan oleh Pengguna, maka Penggunahanya boleh membayar sebatas biaya yang dikeluarkan oleh Penyedia tanpa perlu memberikan
·   Pembeli harus melakukan pembayaran atas barang/jasa yang diterimanya
·   Pembeli harus memberikan ganti rugi finansial atas keterlambatan pembayaran
Pembeli tidak perlu melakukan pembayaran jika barang/jasa yang diatur dalam Kontrak tidak diterima 100%,.




Kontrak Dibatalkan/ Batal Demi Hukum
Penghentian
Kontrak
Pemutusan Kontrak

keuntungan.
·   Jika barang/jasa tidak dimanfaatkan oleh Pengguna, maka barang/jasa dikembalikan



Syarat Sahnya Perjanjian
Untuk memahami matriks tersebut di atas, pembahasan akan saya mulai dari syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam pasal 1320 BW yang langsung diimplementasikan dalam konteks Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yaitu:
1.   Syarat Subyektif, yang terdiri dari:
a.   Sepakat melakukan perikatan
Sepakat merupakan pernyataan kehendak yang disetujui oleh Para Pihak.Pernyataan pihak yang menawarkan disebut tawaran, dalam konteks Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dinyatakan dalam Dokumen
Pengadaan.Sementara pernyataan pihak yang menerima tawaran disebut akseptasi, dalam konteks Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dinyatakan dalam Dokumen Penawaran.
b.   Cakap membuat perikatan
Untuk memenuhi syarat sah nya perjanjian, Peraturan Presiden Nomor
54 Tahun 2010 (dan perubahannya) menetapkan persyaratan PPK selaku pembeli pada pasal 12 dan Penyedia selaku penjual pada pasal 19. Tidak terpenuhinya ketentuan pasal 12 dan pasal 19 mengakibatkan Para Pihak yang menandatangani Kontrak tidak dianggap cakap untuk melakukan
perikatan. Salah satu penyebab tidak terpenuhinya pasal 19 apabila Penyedia       sedang                    menjalani                    sanksi    Daftar    Hitam     namun    tetap memaksakan diri mengikuti proses pemilihan berikutnya.
2.   Syarat Obyektif, yang terdiri dari:
a.   Suatu hal tertentu
Suatu hal tertentu adalah pokok yang diperjanjikan. Dalam konteks Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah syarat adanya suatu hal tertentu sudah pasti dipenuhi sejak tahap Rencana Umum Pengadaan.
b.   Suatu sebab yang halal
Sebab yang halal (kausa yang legal) mengatur mengapa Kontrak tersebut dibuat. Sebuah perjanjian dapat dinyatakan tidak memenuhi kausa yang legal apabila perjanjian itu memuat:
·    Kausa yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan;
·    Kausa yang bertentangan dengan kesusilaan;
·    Kausa yang bertentangan dengan ketertiban umum.
Dalam  konteks  Pengadaan  Barang/Jasa  Pemerintah,  dapat  dikatakan tidak ada pelanggaran kausa kesusilaan dan ketertiban umum, sehingga kausa peraturan perundang-undangan lah yang harus menjadi fokus perhatian.Peraturan        perundang-undangan dalam            arti      luas                     adalah termasuk             Peraturan              Presiden     Nomor  54       Tahun                      2010             (dan perubahannya).



Akibat Tidak Terpenuhinya Syarat Sahnya Perjanjian
Tidak terpenuhinya syarat sahnya perjanjian, akan mengakibatkan:
1.   Perjanjian Dapat Dibatalkan
Perjanjian dapat dibatalkan apabila tidak memenuhi persyaratan subyektif sebagaimana diuraikan di atas. Proses membatalkan sebuah perjanjian harus diselesaikan  melalui  mekanisme  sengketa  yang  sudah  diatur  sebelumnya,
yaitu melalui Abitrase atau Pengadilan. Jika Para Pihak tidak membawa pelanggaran syarat subyektif ini dalam sengketa Kontrak, maka perjanjian tetap berlaku sebagaimana adanya.
Dalam konteks Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, kemungkinan terjadinya
perjanjian yang dapat dibatalkan adalah pada pemenuhan persyaratan PPK
dan Penyedia dalam membuat perikatan.
2.   Perjanjian Batal Demi Hukum
Perjanjian    dinyatakan    batal    demi    hukum    apabila    tidak    memenuhi persyaratan                           obyektif       sebagaimana    diuraikan    di    atas.Perjanjian    yang
dinyatakan batal demi hukum artinya adalah perjanjian itu dianggap tidak
pernah ada atau tidak mempunyai kekuatan hukum.
Dalam konteks Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, kemungkinan terjadinya perjanjian batal demi hukum apabila proses pengadaan (tahap perencanaan,
tahap pemilihan dan tahap pelaksanaan kontrak) melanggar peraturan perundang-undangan termasuk di dalamnya Peraturan Presiden Nomor 54
Tahun 2010 (dan perubahannya).

Konsekwensi Kontrak Dibatalkan dan Kontrak Batal Demi Hukum
Secara umum, jika Kontrak Dibatalkan atau Kontrak Batal Demi Hukum, maka keadaan harus dikembalikan kepada kondisi semula seperti saat belum dilaksanakannya  Kontrak.Tanggung  jawab  untuk  mengembalikan  ke  dalam
kondisi   semula   ada   pada   Pihak   yang   melakukan   kesalahan.Pihak   yang melakukan kesalahan tidak boleh mendapatkan keuntungan dari Kontrak dan Piihak yang tidak melakukan kesalahan tidak boleh dirugikan akibat Kontrak tersebut.
Jika dikaitkan dengan pelaksanaan anggaran belanja negara, masalah krusial yang muncul adalah apakah Kontrak Dibatalkan dan Kontrak Batal Demi Hukum bisa digunakan sebagai dasar pembayaran?Jawaban normatifnya adalah TIDAK.Oleh  karena  itu,  PPK  dan/atau  Penyedia  yang  melakukan  kesalahan
sehingga mengakibatkan Kontrak Dibatalkan atau Kontrak Batal Demi Hukum tidak bisa melakukansejumlah pembayaran yang telah diatur dalam Kontrak tersebut.
Kondisi-kondisi  yang  mungkin  terjadi  akibat  Kontrak  Dibatalkan  atau
Kontrak Batal Demi Hukum dalam konteks PengadaanBarang/Jasa Pemerintah diantaranya adalah:
1.   Pembeli tidak menerima/memanfaatkan barang/jasa
Jika  kesalahan  Penyedia  mengakibatkan  Kontrak  Dibatalkan  atau  Kontrak
Batal     Demi     Hukum     dan     PPK     selaku     pembeli     tidak     bersedia menerima/memanfaatkan            barang/jasa       dimaksud,  maka    PPK            harus
mengembalikan  seluruh  barang/jasa  yang  telah  diterima  atau  menolak
pengiriman barang/jasa berikutnya. Dalam kondisi ini Penyedia harus menanggung   ongkos   untuk   menarik   kembali   barang/jasa   yang   sudah


dikirimkan,      termasuk     kemungkinan      membongkar     bangunan     dan mengembalikan seperti kondisi semula.
2.   Pembeli sudah menerima dan memanfaatkan barang/jasa
Jika kesalahan Penyedia mengakibatkan Kontrak Dibatalkan atau Kontrak Batal   Demi   Hukum   dan   PPK   selaku   pembeli   sudah                                                    menerima   dan memanfaatkan barang/jasa dimaksud, maka pada prinsipnya PPK harus melakukan  pembayaran  atas  barang/jasa  yang  sudah/akan  diterimanya. Azas manfaat dan pencapaian output tentu menjadi dasar pertimbangan utama PPK dalam mengambil keputusan ini.
Yang harus disadari oleh Penyedia adalah bahwa dia tidak berhak menerima pembayaran   yang   sudah   disepakati   sebelumnya   dan   dia   tidak   berhak
memperoleh   keuntungan   finansial   dari   barang/jasa   yang   sudah/akan diterima dan dimanfaatkan oleh PPK.Oleh karena itu, dalam kondisi pilihan ini, PPK hanya bisa membayarkan sebatas biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Penyedia tanpa memberikan keuntungan apapun kepada Penyedia.
Salah satu larangan dalam Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 (dan perubahannya) adalah melakukan pemecahan paket untuk menghindari pelelangan. Jika pemecahan paket dilakukan untuk menghindari pelelangan, lalu pemilihan menggunakan metode pengadaan langsung, dapat dikatakan bahwa  Kontrak  yang  dibuat  batal  demi  hukum,  sehingga  Penyedia  tidak
berhak atas keuntungan dari Kontrak tersebut atau harus mengembalikan keuntungan yang telah diterimanya. Menghitung besarnya keuntungan Penyedia yang tidak sah secara sederhana dapat digunakan pendekatan besarnya  prosentase  keuntungan  yang  diberikan  saat  penentuan  Harga
Perkiraan Sendiri (HPS).

Penghentian Kontrak oleh Pengguna/PPK
Dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 (dan perubahannya)
diatur bahwa PPK melakukan penghentian kontrak pada saat pekerjaan selesai atau keadaan  kahar.Penghentian kontrak karena pekerjaan selesai dan kahar menuntut          dipenuhinya   hak                    dan                   kewajiban  masing-masing                         pihak.Kepada Penyedia harus dibayarkan sejumlah yang disepakati dalam Kontrak atau senilai pekerjaan yang telah dilaksanakan pada saat Kahar terjadi.

Penghentian Kontrak oleh Penyedia
Apabila  Penyedia  sudah  memenuhi  seluruh  kewajibannya  yang  diatur dalam  Kontrak  sampai  dengan  suatu  waktu  tertentu  dan  sudah  mengajukan
permintaan pembayaran sesuai ketentuan yang berlaku, namun tidak dilakukan
pembayaran   tanpa   alasan   yang   sah,   maka   Penyedia   bisa   menghentikan pekerjaan dan menuntut ganti rugi atas keterlambatan pembayaran.Kalimat sampai  dengan  suatu  waktu  tertentu  bisa  diartikan  akhir  masa  pelaksanaan
maupun bagian dari masa pelaksanaan dimana Penyedia sudah memiliki hak pembayaran.
Penyedia bisa mengajukan gugatan perdata kepada PPK dan pihak-pihak lain  yang  mengakibatkan  tidak  dilakukannya  pembayaran.Gugatan  penyedia
meliputi pembayaran atas pekerjaan yang telah dilakukan dan kerugian finansial atas keterlambatan pembayaran. Jika proses perdata dilalui, baik melalui jalur Abritase atau Pengadilan, akan terjadi mediasi yang mengharuskan PPK (dan pihak-pihak lain) untuk:


·    mengupayakan penyediaan anggaran senilai barang/jasa yang menjadi milik negara; dan
·    secara tanggung renteng membayar ganti rugi kerugian finansial Penyedia.

Pemutusan Kontrak sepihak oleh PPK
Dalam   hubungan   perdata,  Pengguna   hanya   dapat   dituntut   untuk melakukan  pembayaran  jika  barang/jasa  yang  diatur  dalam  Kontrak  dapat
dipenuhi oleh Penyedia.Oleh karena itu, jika Penyedia gagal menyediakan barang/jasa,     Pengguna                            tidak               dapat     dituntut   untuk           melakukan pembayaran.Kegagalan Penyedia termasuk keadaan dimana Penyedia hanya mampu menyelesaikan sebagian dari barang/jasa yang diperjanjikan.
Dalam konteks Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.Pemutusan Kontrak sepihak akibat kesalahan Penyedia diatur dalam pasal 93 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 (dan perubahannya).Sebagai akibat dari pemutusan sepihak oleh PPK, kepada Penyedia dikenakan Sanksi sebagaimana diatur dalam
pasal 93 ayat (2). Yang perlu menjadi diskusi berikutnya adalah apakah rumusan sanksi  tersebut  sudah  cukup  menggantikan  kerugian  perdata  Negara  akibat tidak diperolehnya barang/jasa yang telah direncanakan ?Perlu tulisan terpisah untuk membahas masalah ini.
Masalah besar yang dihadapi akibat pemutusan kontrak karena kesalahan Penyediadan pengenaan sanksi berdasarkan pasal 93 ayat (2) adalah: Penyedia tidak melanjutkan pekerjaan dan dibebaskan dari tanggung jawab, pembayaran yang sudah dilakukan dengan cara termijn tidak dapat ditarik kembali, dan sisa anggaran tidak akan mencukupi untuk menyelesaikan pekerjaan. Penyelesaian
pekerjaan dilakukan tahun berikutnya dan dibutuhkan anggaran yang nilainya lebih besar dari sisa pembayaran tahun sebelumnya.
Pemutusan  Kontrak sepihak berpotensi merugikan Negara baik secara finansial maupun non finansial. Oleh karena itu, PPK sebagaiwakil Negara dalam
hubungan perdata dengan Penyedia selayaknya diberikan kewenangan seluas- luasnya untuk menghindari terjadinya pemutusan Kontrak.Namun di sisi lain PPK tidak bisa menggunakan kewenangan-kewenangan menghindari pemutusan Kontrak karena   PPKadalah aparat Negara yang harus tunduk pada ketentuan
administrasi  keuangan,  khususnya  batas  akhir  tahun  anggaran.  Dilema  PPK
terjadi saat orang berbahagia menjelang pergantian kalender masehi.


 Sumber :
Agus Kuncoro, CERT SCM(ITC