Rabu, 05 Desember 2012

UNSUR-UNSUR PIDANA YANG DIHADAPI NOTARIS DALAM MENJALANKAN JABATANNYA



Unsur-unsur Pidana yang Dihadapi Notaris dalam Menjalankan Jabatannya

Pertanyaan:
Unsur-unsur dan/atau aspek-aspek pidana apa sajakah yang dihadapi oleh seorang notaris dalam menjalankan jabatannya?

Jawaban :
Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (“UUJN”) tidak memuat ketentuan pidana bagi notaris. Tapi, hal itu tidak berarti notaris kebal hukum ketika melakukan pelanggaran hukum dalam menjalankan jabatannya.

Dari pemberitaan di hukumonline.com, diketahui bahwa dalam menjalankan jabatannya notaris berpotensi melakukan beberapa tindak pidana di antaranya:
1.      Pemalsuan dokumen atau surat (pasal 263 dan pasal 264 KUHP).
Contoh 1: Pemalsuan surat setoran bea (SSB) perolehan hak atas tanah dan bangunan (“BPHTB”) dan surat setoran pajak (SSP). Lebih jauh simak artikel Dirjen Pajak Lakukan Pembersihan terhadap Notaris Nakal

Contoh 2: Membuat akta padahal mengetahui syarat-syarat untuk membuat akta tersebut tidak dipenuhi. Misalnya, dalam pembuatan perjanjian kredit antara bank dan nasabah. Notaris tetap membuat akta perjanjian tersebut, meskipun tidak memenuhi syarat lantaran jaminannya bermasalah. Konsekuensi pembuatan akta seperti itu oleh notaris bisa menyebabkan seseorang hilang hak. Lebih jauh simak artikel Ketika Notaris Dipanggil Polisi)

2.      Penggelapan (pasal 372 dan pasal 374 KUHP). Misalnya, penggelapan BPHTB yang dibayarkan klien. Lebih jauh simak artikel Tak Ada Hukuman Buat Notaris Nakal).

3.      Pencucian uang (UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang). Modusnya, pemilik uang melakukan pembelian saham yang kemudian dicatat dalam akta notaris. Modus pembelian saham memudahkan pelaku pencucian uang untuk memindahkan uang. Jika berbentuk saham, otomatis uang hasil kejahatan menjadi sah, sehingga mudah dipindahkan sesuai keinginan pelaku tindak pidana. Karenanya, notaris sebagai profesi bertugas membuat akta pendirian perusahaan dan jual beli saham diminta mewaspadai kemungkinan terjadinya pencucian uang. Lebih jauh simak artikel-artikel Organisasi Notaris Harus Buka Akses Luas kepada PPATK dan Notaris Diminta Waspadai Pencucian Uang Lewat Pembelian Saham.

4.      Memberikan keterangan palsu di bawah sumpah (pasal 242 KUHP). Contohnya, kasus keterangan palsu yang diberikan seorang notaris di Jawa Timur yang menjadi saksi dalam sebuah perkara pidana. Lebih jauh simak artikel Majelis Pengawas Notaris Pusat Putuskan Perkara Pertama.

Demikian jawaban kami, semoga dapat dipahami.

Dasar hukum:

sumber :




Ketika Notaris Dipanggil Polisi

Banyak notaris yang takut ketika dipanggil polisi. Biasanya para pejabat pembuat akta ini dipanggil gara-gara coroboh dalam membuat akta.

Sudah bukan rahasia umum apabila seseorang takut dipanggil polisi. Padahal belum tentu juga orang itu bersalah. Ketakutan ini juga dialami notaris. Akibatnya, pemanggilan notaris ke Kepolisian menjadi momok yang menakutkan bagi para pembuat akta. Begitu menerima surat panggilan dari polisi, notaris langsung gemetar, begitu kata notaris Soegeng Santosa saat Kongres XX Ikatan Notaris Indonesia (INI) di Surabaya akhir Januari lalu. Mantan anggota Majelis Pengawas Notaris (MPN) Pusat itu mensinyalir, pemanggilan oleh polisi disebabkan kecerobohan notaris sendiri dalam membuat akta.

Direktur I Keamanan Transnasional Bareskrim Mabes Polri Badrodin Haiti menyatakan, notaris biasanya dipanggil terkait kasus pertanahan dan pemalsuan dokumen. Kapasitas notaris bisa sebagai saksi ataupun tersangka. Kalau dipanggil polisi kemudian kasus itu membahayakan posisi notaris, dia bisa tidak kooperatif, ujarnya saat ditemui pada Rapat Komisi Kepolisian RI di DPR, Senin (9/2).

Seperti tertuang dalam Pasal 15 UU Jabatan Notaris No. 30 Tahun 2004, notaris berwenang untuk membuat akta otentik terkait dengan perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh UU atau dikehendaki para pihak. Notaris juga berwenang membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan dan melegalisasi akta di bawah tangan.

Dalam Kongres XX INI terungkap, masih banyak notaris yang melanggar UU Jabatan Notaris dalam membuat akta. Misalnya pembuatan perjanjian kredit antara bank dan nasabah. Ada notaris nakal' yang tetap menelurkan akta meskipun tidak memenuhi syarat lantaran jaminannya bermasalah. Adapula notaris yang tidak mengetahui pihak-pihak yang tertuang dalam akta lantaran kliennya merupakan limpahan dari notaris dari daerah lain.

Konsekuensi pembuatan akta oleh notaris itu bisa menyebabkan seseorang hilang hak. Inilah yang kerap terjadi dan berujung laporan ke polisi. Bahkan, Dirjen Administrasi Hukum dan HAM Syamsudin Manan Sinaga beberapa waktu lalu menghimbau notaris tidak sembarangan mengeluarkan akta pendirian Perseroan Terbatas. Sebab ada kemungkinan uang hasil kejahatan dicuci di perseroan dengan cara membeli saham yang dituangkan dalam akta pembuatan atau perubahan perseroan.

Untuk mengecek sejarah akta yang bermasalah, biasanya polisi memanggil notaris guna menerangkan proses pembuatan akta. Bahkan polisi kerap memanggil saksi notaris sebagai orang menyaksikan pembuatan akta. Kecenderungannya si notaris menyuruh asistennya untuk mewakilinya jika statusnya saksi, ujar Badrodin.

Menanggapi hal itu, Soegeng menyatakan tidak semua polisi mengerti tugas dan jabatan notaris. Ia menyatakan untuk akta di bawah tangan yang dilegalisasi notaris, si pembuat akta tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban atas kebenaran isi akta. Legalisasi itu artinya notaris hanya menjamin bahwa surat itu betul ditandatangani oleh pihak yang menghadap. Aktanya sendiri mengikat orang membuat, tidak mengikat notaris, ujarnya.

Hal senada dilontarkan notaris Surabaya Habib Adjie. Saat ditemui di sela-sela kongres, Adjie menerangkan notaris hanya bertanggung jawab dari sisi formal pembuatan akta. Dengan begitu, notaris tidak bisa dimintakan pertanggungjawaban pidana atas akta yang dibuatnya.

Nota Kesepahaman
Untuk menghindari kesewenang-wenangan polisi dalam memanggil notaris, INI membuat nota kesepahaman dengan polisi. Dalam nota itu diatur, pemanggilan notaris harus dilakukan tertulis dan ditandatangani penyidik. Surat panggilan harus mencantumkan dengan jelas status sang notaris, alasan pemanggilan, dan polisi harus tepat waktu. Pada hakekatnya, notaris harus hadir memenuhi panggilan yang sah. Tetapi boleh saja berhalangan. Kalau demikian halnya, polisi bisa datang ke kantor notaris bersangkutan.

Sementara kalau status notaris adalah saksi, dia bisa saja tak disumpah. Kecuali cukup alasan, notaris yang bersangkutan boleh tidak hadir ke persidangan. Dalam nota kesepahaman itu, notaris dan PPAT juga meminta agar mereka hanya bisa diperiksa oleh penyidik, bukan penyidik pembantu. Kalaupun kelak akan diperiksa penyidik pembantu, alasannya harus patut dan wajar.

Diatur pula klausul tentang notaris yang disangka melakukan tindak pidana berkenaan dengan akta yang dibuatnya, sesuai pasal 54 KUHAP, dimana notaris berhak mendapatkan bantuan hukum. Notaris yang menjadi tersangka berhak untuk didampingi oleh pengurus INI saat diperiksa polisi. Kalau dalam pemeriksaan tidak terbukti adanya unsur pidana, maka penyidik wajib menerbitkan SP3 dalam waktu secepatnya.

Nota kesepahaman itu memperkuat aturan pemanggilan notaris dalam Pasal 6 UU Jabatan Notaris. Pasal itu menentukan, jika polisi hendak memanggil notaris atau mengambil minuta akta harus mendapat persetujuan dari MPN Daerah. Memang harus melalui MPN karena memang UU-nya (UU Jabatan Notaris, red) mengatur seperti itu, ujarya. Namun, terkadang MPN lambat merespon pengajuan izin itu. Karena tidak bisa langsung menuju ke notaris yang bersangkutan ya prosedurnya mau tidak mau harus diikuti, imbuh Badrodin.

Namun kalau untuk saksi notaris, tidak ada perlindungan hukum yang diberikan oleh UU Jabatan Notaris maupun nota kesepahaman itu. Hal itu diakui oleh notaris Winanto Wiryomartani. Menurutnya, saksi notaris seharusnya dibekali” untuk menjawab pertanyaan penyidik. Yakni, proses pembuatan akta tidak melibatkan saksi notaris. Peran saksi notaris terbatas menyaksikan penandatangam akta.


tanggapan
notaris nakal — ade w mardikusno 10.07.09 18:10
saya adalah salah satu pemegang hak atas tanah berikut bangunannya. korban dari notaris yang menelurkan akte, meskipun yg mepunyai hak belum di bayarkan. kejadiaan satu tahun yang lalu sampai sekarang masih saya urus dan laporkan ke polisi. tapi hasil nya belum di bayar juga oleh yg bersangkutan. kronoligis nya seperti ini; 1. datang ke notaris saya dan adik saya(pemegang hak)di hadapkan ke notaris jual beli pembeli juga hadir (tanpa uang)tanah dan bangunan saya akan di gadaikan ke bank setelah cair uang nya akan diserah kan. terjadilah penandatangan ajb . setelah nama di setifikat sudah ganti uang dari bank sudah cair saya belum terima uang sampai sekarang .

Balas Tanggapan
Pemahaman terhadap kerja Notaris — Habiburokhman 15.02.09 06:12
Wajar saja kalau banyak Notaris yang takut dipanggil polisi terkait pembuatan akta. Persoalannya pemahaman penegak hukum kita terhadap lingkup kerja Notaris sangat beragam. Soal saksi penanda-tangan akta jual beli tanah di notaris saja, masih banyak penegak hukum yang menganggap saksi tersebut adalah saksi yang menyaksikan secara detail proses penjualan tanah yang bersangkutan. Padahal saksi jual beli tanah hanyalah saksi yang melihat proses penanda-tanganan akta jual-beli yang ditanda-tangani penjual dan pembeli di kantor Notaris.Persoalannya seringkali di negeri kita apa yang kurang jelas justru dibuat semakin tidak jelas.

Sumber :





Tak Ada Hukuman Buat Notaris Nakal

Meski sejumlah kasus hukum di pengadilan melibatkan notaris, sepanjang tahun 2005 hingga 2008 tidak ada penindakan terhadap notaris dari organisasi. Ditengarai sebagai akibat tidak berfungsinya Majelis Pengawas.

Sepanjang tahun 2005 hingga 2008 para notaris, termasuk notaris nakal', bisa bernafas lega. Sebab, selama periode tersebut baik Ikatan Notaris Indonesia (INI) maupun Majelis Pengawas Notaris (MPN) tidak pernah menjatuhkan sanksi pemecatan terhadap notaris nakal'. Padahal saat kongres INI XX di Surabaya berlangsung, mencuat banyak dugaan pelanggaran yang dilakukan notaris. Mulai dari pelanggaran UU No. 30/2004 tentang Jabatan Notaris, penggelapaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang dibayarkan klien, hingga membuat akta meski berada di balik jeruji besi.

Ketua Umum INI  Tien Norman Lubis mengakui banyak pelanggaran yang dilakukan notaris. Masalahnya tidak perlu dilaporkan ke hadapan kongres untuk ditindaklanjuti. Sudah dapat diselesaikan. Percayalah tidak ada kesengajaan untuk tidak menjatuhkan pemecatan, ujar Tien usai membacakan laporan pertanggungjawaban Ketua INI di Surabaya, Jumat (30/1) lalu.

Tidak adanya notaris yang dikenakan sanksi oleh organisasi memang patut dipertanyakan karena sudah ada Majelis Pengawas Notaris. Selain oleh MPN, kalangan anggota Komisi Hukum DPR pun mengaku tetap mengawasi. Komisi III akan terus mengawasi perilaku notaris dan pejabat pembuat akta tanah, karena banyak notaris yang seenak-enaknya membuat akta dan mereka harus memperbaharui izin pertahun, ujar Nursyahbani Katjasungkana.

Tien menyadari bahwa pelanggaran oleh profesi notaris dapat menimbulkan ketidakpercayaan di kalangan masyarakat. Untuk meningkatkan etika profesi notaris, INI menyelenggarakan ujian kode etik tiap tahun. Selain itu, anggota INI yang duduk dalam MPN baik di tingkat pusat, daerah maupun wilayah melaporkan hasil kerja MPN ke INI tiap enam bulan, Pembinaan anggota merupakan kewajiban dari semua unsur organisasi, ujarnya.

Bisa jadi, minimnya penindakan notaris nakal disebabkan MPN bersifat tidak bisa proaktif. Dalam wawancara dengan hukumonline beberapa waktu lalu, Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Departemen Hukum dan HAM Syamsudin Manan Sinaga, MPN tidak bisa bertindak tanpa ada laporan dari masyarakat. Pasal 70 UU Jabatan Notaris huruf g hanya memberi wewenang kepada MPN Daerah untuk menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik.

Di kalangan notaris sendiri, seperti wacana yang berkembang di Kongres Surabaya, MPN kerap dicap sebagai seperti jeruk makan jeruk'.  Salah satu peserta kongres yang juga anggota MPN Jambi menyatakan banyak notaris mengeluh karena dalam pemeriksaan anggota MPN dilakukan dengan membuka akta satu per satu dan membacanya. Terutama dari kalangan akademisi dan Departemen Hukum dan HAM, ujarnya. Padahal dalam UU Jabatan Notaris akta tidak boleh dibacakan kecuali para pihak yang tertuang dalam akta

Notaris Surabaya, yang juga anggota MPN Surabaya Miftachul Machsun menyatakan tugas MPN lebih ditekankan pada pembinaan, bukan pengawasan. MPN bukan bertugas untuk mencari kesalahan notaris, ujarnya.

Hapuskan MPN
Di tengah minimnya peran MPN, salah satu kandidat ketua INI, MG Widyatmoko berambisi untuk menghapuskan MPN dalam UU Jabatan Notaris. Menurutnya, peran MPN kecil lantaran tidak ada dana. Selalu uang masalahnya, ujarnya. Lagipula, unsur akademisi dan pemerintah dalam MPN tidak maksimal. Sebab mereka tidak terlalu memahami peran notaris. Percuma ada ketentuan MPN, mubazir, sehingga kacaulah dunia notaris sekarang, sebentar-sebentar dipanggil polisi, ujarnya.

Ia menambahkan Dewan Kehormatan INI sebenarnya memiliki kewenangan untuk menindak notaris nakal. Namun karena ada MPN yang tugasnya sama-sama melakukan pembinaan dan pengawasan, Dewan kehormatan tidak  bisa berperan aktif. Tumpang tindih dengan MPN, imbuh notaris yang bekerja di wilayah jakarta Timur itu.

Widyatmoko menyarankan pengawasan notaris seharusnya berada di bawah organisasi notaris. Bentuknya dewan kehormatan yang merupakan bagian dari organisasi. Jadi organisasi punya wibawa, katanya.

Selain itu, notaris bukan profesi. Notaris adalah sebuah jabatan yang tidak jauh dengan presiden, hakim, jaksa dan polisi. Karena itu pengawasanya harus dilakukan oleh mereka sendiri. Ini tidak disadari oleh pembuat undang-undang, ujarnya. ia mencontohkan seperti dalam dunia advokat, pengawasan dilakukan oleh Dewan Kehormatan PERADI. Kenapa notaris harus diawasi orang lain, imbuhnya.

Pidana Buat Notaris
Menurut Widyatmoko, untuk menindak notaris nakal seharusnya UU Jabatan Notaris memuat ketentuan pidana khusus buat botaris kalau melanggar jabatan. Baik itu pidananya berupa denda, kurungan atau penjara Sebab notaris bertugas membuat akta. Dengan akta itu, notaris bisa menyebabkan seseorang hilang hak. Kalau hak orang hilang, otomatis masyarakat akan dirugikan karena itu perilaku notaris perlu diawasi, katanya.

Untuk pembinaan, kata Widyatmoko, seharusnya dilakukan oleh Mahkamah Agung. Sebab produk notaris adalah akta otentik yang bisa menjadi bukti yang sempurna di pengadilan. Nantinya, pembinaan itu dilakukan dengan memeriksa pembukuan dan protokoler notaris

Masyarakat juga membuat komisi pengawas notaris khusus yang independen. Komisi itu sifatnya hanya melihat dan melaporkan, tidak bisa melakukan penindakan, seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Masyarakat boleh dilibatkan tapi bentuknya tidak dalam bentuk majelis, kata Widyatmoko.


tanggapan
Notaris di Jl. Cisanggiri III Kebayoran Baru. — Hendarman, SH 24.05.11 16:25
Apabila ada yang pernah dirugikan oleh notaris yang berpraktek di jalan Cisanggiri III Kebayoran Baru, mohon beritanya. Informasi yang benar mungkin dapat melindungi masyarakat umum agar tidak menjadi korban,
Balas Tanggapan
perlu kerjasama — Albert Aruan, SH, LL.M 28.05.09 08:35
Sebelum tahun 2008 cukup banyak pemalsuan BPHTB/PPh Final.Tentunya tidak fair jika menuduh notaris yang melakukannya.Ada beberapa bukti karyawan notarislah pelakunya, namun bekerjasama dengan notaris. Banyak notaris cenderung mengandalkan penghasilan dari PPAT-nya, bukan dari ke-Notarisannya yang menurut saya lebih bergengsi. Di daerah Tangerang bahkan ada Notaris yang tidak malu2 bermain SSB & SSP palsu. Meskipun para notaris lain sudah banyak yang tahu tapi anehnya tidak pernah ada tindakan dari MPN/MPD terhadap si pelaku. Apakah ini bisa dibilang positif dalam konteks ke-solid-an INI? Untunglah dengan reformasi di Ditjen Pajak, SSB & SSP palsu mulai terungkap.Oleh karena itu sangat diperlukan peran lembaga pajak untuk mengikis perbuatan para notaris nakal. Adanya Majelis Pengawas tentu sangat baik, namun mungkin belum ada tokoh INI yang benar-benar berani muncul membela kehormatan jabatan notaris yang tecemar.
Balas Tanggapan
Notaris Tidak Kebal Hukum — Rusmin Subagus 21.05.09 12:04
sering kita dengar notaris nakal dan berani. maksudnya bhw tidak dapat dipungkiri terdapat notaris yang nakal dan berani. nakal karena berani menerbitkan/membuat produk akta yang biasanya tidak sesuai standar hukum dan perundang-undangan. Padahal dgn menyandang jbt notaris dipundaknyalah harapan para pihak agar terlindungi dari produk pejabat notaris tsb. Apalagi terkadang ada notaris yg berpihak pada salah satu pihak sehingga tdk heran jika terkadang ada seseorang/badan hukum lainnya menghendaki notarisnya sendiri yang menyelenggarakan akta perjanjiannya, dll. Notaris nakal dan be melingkupinya , ya dapat saja diberi sanksi tegas dan karenanya memang majelis pengawas notaris harus berdaya fungsi dan tidak sekedar nampang doang. dan oleh masyarakat sudah saatnya sadar, jika dirugikan oleh pejabat notaris, laporkan dan kalau perlu lapor ke pihak kepolisian jika terindikasi ada perbuatan pidana dilakukan pejabat notaris.
Balas Tanggapan
Kapan ujian kose etik notaris tahun 2009 — Masita harumawarti,S,H,M.Kn 17.05.09 15:30
saya adalah salah seorang lulusan program magister kenoatriatan undip saya ingin bertanya kepada pengurus INI baik itu pengurus pusat maupun cabang jateng kapan diadakan ujian kode etik tahun2009 ? sebab saya butuh kejelasan informasi mengenai hal ini saya adalah peserta ujian kode etik yang gagal dalam menempuh ujian kode etik tahun 2008 yang lalu kapan diadakan ujian kode etik lagi ?
Balas Tanggapan
Sanksi yang tegas — Tommy Graha Putra, 28.03.09 15:54
buat, Notaris yang terbukti sdh melanggar hukum, cabut saja SK Notarisnya memalukan profesi notaris yang lain.
Balas Tanggapan
Pengawasan MPD — desmansh 11.02.09 14:57
Notaris yang banyak terlibat dalam kasus hukum menunjukkan bahwa jumlah Notaris di Indonesia sudah overload. Penyebaran/Formasi Notaris di tanah air yang tidak merata menyebabkan Notaris tidak memperoleh penghasilan yang memadai untuk menutupi biaya hidup. Disisi lain "industri" Perguruan Tinggi (PTN) yang terus menerus dengan mudahnya mencetak/meluluskan calon-calon Notaris. Begitu mudahnya para calon Notaris untuk lulus dari PTN dan "entengnya" syarat dalam memperolehnya S.K. Pengangkatan Notaris menyebabkan para Notaris karbitan tersebut tidak menghargai martabat dan kode etik Notaris selaku Pejabat Negara. Kasus hukum yang akhir-akhir ini sering terjadi adalah penggelapan uang Setoran Pajak (PPh & BPHTB) milik klien dari nilai puluhan hingga ratusan juta. Ini menunjukkan Notaris yang bersangkutan telah gelap mata sehingga sanggup menjual harga diri demi uang. Himbauan untuk Ikatan Notaris Indonesia agar lebih memperketat ujian kode etik para calon-calon Notaris dan tidak hanya sekedar teori dan wawancara saja. Jangan lagi terus menerus mencetak Notaris-Notaris bermental maling yang akan merusak nama baik institusi/lembaga Notaris yang mulia.
Balas Tanggapan
majelis pengawas tidak objektif — franz abraham 09.02.09 12:43
Memang kinerja majelis pengawas sangat memprihatinkan.Ketika anggota masyarakat melaporkan dugaan pelanggaran atau bahkan dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh seorang notaris, majelis pengawas sangat terkesan over protektif bahkan menutupi notaris yang bersangkutan. Sisi positifnya mungkin terbukti persatuan notaris cukup solid, namun di sisi saya khawatir bahwa tindakan majelis pengawas tersebut pada akhirnya akan menjatuhkan wibawa seluruh notaris di Indonesia secara umum.
Balas Tanggapan
No comment. — Maysah 08.02.09 01:47
ada dua kemungkinan: 1. Notaris yang tergabung dalam INI memang baik/jujur semua ( mungkinkah??? ) 2. MPN tidak berfungsi atau memang sengaja tidak difungsikan karena saking banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh anggota sehingga akan merusak citra notaris secara keseluruhan. Pertanyaan gampang adalah: Apakah memang tidak ada pelanggaran yang dilakukan oleh notaris di republik ini??? mudah2an ada setetes embun dipadang tandus..yang akan membongkar ini semua.
Balas Tanggapan
Notaris Niek Partini, SH Memang Tidak Benar — ina 23.03.09 12:18
Menambahi komentar ibu Derezia mengenai Notaris Niek Partini, saya sendiri mengalami hal yang sama dan sungguh kecewa. Kantor tidak bisa ditelpon, anak-anaknya juga HP dimatikan, sakit di Solo tidak jelas tempatnya. Akhirnya berkas-berkas asli saya tidak bisa diambil sehingga kalaupun mau memakai notaris lain tidak bisa. hal ini perlu tanggapan dari INI dan MPN yang seharusnya juga mengawasi notaris-notaris yang tidak benar. paling tidak secara prosedur harus diberikan ke notaris pengganti dan diumumkan ke semua pelanggannya.
Balas Tanggapan
legalitas notaris yang sdh tdk berfungsi — anna 11.03.09 20:02
Saya tinggal disekitar pd.aren dan memakai jasa notaris Ny.Niek Partini , SH Yang berkantor di Jl.Raya pondok Aren , Kec.Pondok Aren - Tangerang. Terus terang saya kecewa dengan kinerja beliau . seharusnya berkas atau kasus yg beliau tangani dilimpahkan kenotaris pengganti karna beliau sdh tidak mampu dikarna sakit beliau yg serius tapi semua kasus diambil oleh anak-anaknya yang tidak tau sama sekali tentang PPAT bahkan kuliah hukum saja belum selesai. yang saya sayangkan tidak ada tindakan atau peninjauan kinerja kantor beliau yang saat ini setahu saya sering sekali didemo oleh para Costumer.Biaya sudah diterima tapi untuk semua urusan akta ataupun sertifikat tidak ada yang beres.Mohon perhatiannya dari INI.

Sumber :


PERBEDAAN KODE ETIK NOTARIS DAN PPAT



PERBEDAAN KODE ETIK NOTARIS DAN PPAT

Peraturan perundang-undangan yang utama mengenai Notaris adalah UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (“UUJN”), sedangkan mengenai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah PP No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PP 37/1998”).

Notaris dan PPAT adalah dua profesi yang berbeda dengan kewenangan yang juga berbeda. Walaupun, dalam keseharian kita banyak temui notaris yang juga berprofesi sebagai PPAT. Rangkap jabatan profesi notaris dan PPAT memang dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan (penjelasan selengkapnya simak artikel Rangkap Jabatan Profesi Hukum). Berikut tabel perbandingan profesi notaris dan PPAT sebagai gambaran umum mengenai kedua profesi tersebut:


Notaris
PPAT
Pengertian
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini (Pasal 1 angka 1 UUJN)
Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (Pasal 1 angka 1 PP 37/1998)
Kewenangan
(1)   Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

(2) Notaris berwenang pula:

a)    mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus (legalisasi);

b)    membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus (waarmerking);

c)    membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

d)    melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;

e)    memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;

f)     membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau

g)    membuat akta risalah lelang.

(3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

(lihat Pasal 15 UUJN)
(1)    PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.

(2)    Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut:

a.Jual beli;

b.Tukar menukar;

c.Hibah;

d.Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);

e.Pembagian hak bersama;

f. Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik;

g.Pemberian Hak Tanggungan;

h.Pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan.

(lihat Pasal 2 PP 37/1998)

Notaris dan kode etiknya
Setiap Notaris yang diangkat harus mengucapkan sumpah yang salah satu isinya adalah “bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya, dan akan menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai Notaris” (Pasal 4 ayat [2] UUJN). Berarti kode etik profesi Notaris merupakan pedoman sikap dan tingkah laku jabatan Notaris. Kode Etik Notaris ditetapkan oleh Organisasi Notaris (Pasal 83 ayat [1] UUJN).

Berdasarkan Pasal 1 Angka 13 Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia No.M-01.H.T.03.01 Tahun 2003 tentang Kenotarisan, Organisasi Notaris satu-satunya yang diakui oleh Pemerintah adalah Ikatan Notaris Indonesia (“INI”). Kemudian, Kode Etik Notaris yang berlaku saat ini adalah Kode Etik Notaris berdasarkan Keputusan Kongres Luar Biasa INI tanggal 27 Januari 2005 di Bandung (“Kode Etik Notaris”).

Dalam Pasal 1 angka 2 Kode Etik Notaris disebutkan bahwa:

“Kode Etik Notaris dan untuk selanjutnya akan disebut Kode Etik adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia yang selanjutnya akan disebut “Perkumpulan” berdasar keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota Perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, termasuk di dalamnya para Pejabat Sementara Notaris, Notaris pengganti, dan Notaris Pengganti Khusus.”

Kewenangan pengawasan pelaksanaan dan penindakan kode etik Notaris ada pada Dewan Kehormatan yang berjenjang mulai dari tingkat daerah, wilayah, dan pusat (Pasal 1 angka 8 Kode Etik Notaris).

PPAT dan kode etiknya
Kemudian mengenai PPAT, di dalam ketentuan PP 37/1998 tidak disebut sama sekali mengenai etika profesi atau kode etik profesi. Akan tetapi, di dalam peraturan yang lebih lanjut yaitu Pasal 28 ayat (2) huruf c Perka BPN No. 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, disebutkan bahwa PPAT diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya oleh Kepala Badan (BPN) karena melanggar kode etik profesi. Kode etik profesi PPAT disusun oleh Organisasi PPAT dan/atau PPAT Sementara dan ditetapkan oleh Kepala BPN yang berlaku secara nasional (Pasal 69 Perka BPN 1/2006). Organisasi PPAT saat ini adalah Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT). Dalam laman resmi IPPAT (ippatonline.com) dicantumkan Kode Etik Profesi PPAT yang berlaku saat ini yaitu hasil keputusan Kongres IV IPPAT 31 Agustus – 1 September 2007.

Dalam Pasal 1 angka 2 Kode Etik Profesi PPAT, disebutkan bahwa:

“Kode Etik PPAT dan untuk selanjutnya akan disebut Kode Etik adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan berdasarkan keputusan kongres dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota Perkumpulan IPPAT dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai PPAT, termasuk di dalamnya para PPAT Pengganti.”

Kewenangan pengawasan dan penindakan kode etik PPAT ada pada Majelis Kehormatan yang terdiri dari Majelis Kehormatan Daerah dan Majelis Kehormatan Pusat (Pasal 7 Kode Etik PPAT).


Jadi, kode etik notaris berbeda dengan kode etik PPAT karena keduanya mengatur dua profesi yang berbeda, dan dikeluarkan oleh dua organisasi yang berbeda pula.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar hukum:
3.    Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah

APAKAH ADVOKAT DAN NOTARIS TIDAK BISA DITUNTUT PIDANA?

APAKAH ADVOKAT DAN NOTARIS TIDAK BISA DITUNTUT PIDANA?

Pertanyaan:

Dengan adanya pasal 16 UU Advokat, advokat tidak bisa dituntut pidana dan perdata jika menjalankan tugasnya di persidangan. Tetapi, pada kenyataannya banyak yang menggunakan pasal ini untuk melakukan kejahatan terhadap kliennya, bahkan sebelum melakukan tugasnya di persidangan. Apakah benar pasal ini begitu? Susah sekali untuk meminta keterangan notaris dalam perkara tindak pidana, harus lewat dewan pengawaslah. Meski sudah dilakukan sesuai prosedur, tetapi surat jawaban lama sekali keluar, bisa diberikan 1 abad kemudian. Kalau gitu saya mau deh jadi advokat dan notaris meski harus bayar berapa saja.


Jawaban:

Hak imunitas advokat
Ketentuan dalam pasal 16 UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) lebih populer disebut dengan ketentuan imunitas profesi advokat. Lengkapnya berbunyi “Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang pengadilan.”

Pasal 16 UU Advokat berakar pada beberapa norma yang berlaku universal. Merujuk pada buku “Advokat Mencari Legitimasi” terbitan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia yang didukung oleh The Asia Foundation, setidaknya ada tiga norma internasional yang memuat ketentuan imunitas profesi advokat.

Pertama, Basic Principles on the Role of Lawyers yang merekomendasi kepada negara-negara anggota PBB untuk memberikan perlindungan terhadap advokat dari hambatan-hambatan dan tekanan dalam menjalankan fungsinya.

Kedua, International Bar Association Standards. Pada butir delapan disebutkan “seorang advokat tidak boleh dihukum atau diancam hukuman, baik itu hukum pidana, perdata, administratif, ekonomi maupun sanksi atau intimidasi lainnya dalam pekerjaan membela dan memberi nasehat kepada kliennya secara sah”.

Ketiga, Deklarasi yang dibacakan pada World Conference of the Independence of Justice di Kanada, 1983. Dalam Deklarasi dinyatakan bahwa harus ada sistem yang adil dalam administrasi peradilan yang menjamin independensi advokat dalam melaksanakan tugas profesionalnya tanpa adanya hambatan, pengaruh, pemaksaan, tekanan, ancaman atau intervensi.  

Dari ketiga norma internasional di atas, benang merah yang dapat disimpulkan adalah hak imunitas ini semata bertujuan untuk melindungi advokat dalam menjalankan fungsi profesinya, khususnya terkait pembelaan dan pemberian nasehat kepada klien.

Hal ini secara tegas juga disebutkan dalam pasal 16 UU Advokat, khususnya pada frasa “….dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang pengadilan”.

Dibandingkan tiga norma internasional yang disebutkan tadi, pasal 16 UU Advokat “mempersempit” lingkup tindakan advokat yang dapat dilindungi yakni “tindakan dalam sidang pengadilan”. Pada bagian penjelasan, “dalam sidang pengadilan” didefinisikan “sidang pengadilan dalam setiap tingkat pengadilan di semua lingkungan peradilan”.

Pada frasa itu juga dicantumkan satu syarat penting bilamana hak imunitas dapat diterapkan. Syarat itu adalah itikad baik. Penjelasan pasal 16 UU Advokat menyatakan “itikad baik” adalah menjalankan tugas profesi demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk membela kepentingan kliennya.

Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa hak imunitas memang dibutuhkan, tetapi penggunaannya tidak bisa sesuka hati. Norma internasional maupun nasional menyebutkan beberapa syarat definitif yang harus dipertimbangkan dalam penggunaan hak imunitas. Dua syarat yang utama adalah tindakan advokat tersebut terkait dengan pelaksanaan tugas dan fungsi profesinya. Selain itu, tindakan itu juga harus didasari itikad baik yang secara sederhana dapat didefinisikan “tindakan yang tidak melanggar hukum”.

Pada prakteknya, hak imunitas memang kerap “dimanfaatkan” sebagai tameng oleh advokat yang tersangkut masalah hukum. Tepat atau tidak penerapan hak imunitas advokat dapat diuji merujuk pada norma internasional dan nasional yang berlaku. Yang pasti, tindakan advokat yang membantu kliennya memenangkan perkara dengan cara “tidak halal” (baca: melanggar hukum) tidak dapat berlindung di balik hak imunitas advokat.

Proses pemanggilan notaris
Berbeda dengan advokat, notaris tidak mempunyai hak imunitas. Namun demikian, notaris berkewajiban untuk merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain (pasal 16 huruf e UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris atau UUJN).

Oleh karena itulah, UUJN dan peraturan pelaksananya mengatur secara khusus prosedur untuk memanggil notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris untuk kepentingan proses peradilan.

Dalam pasal 66 UUJN diatur bahwa;

(1) Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang:
a.      mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan
b.      memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.
(2) Pengambilan fotokopi Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dibuat berita acara penyerahan.

Majelis Pengawas Daerah wajib memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan secara tertulis dalam jangka waktu paling lama 14 hari terhitung sejak diterimanya surat permohonan pemanggilan notaris untuk kepentingan proses peradilan (pasal 18 ayat [1] Permen Hukum dan HAM No. M.03.HT.03.10 Tahun 2007 tentang Pengambilan Minuta Akta dan Pemanggilan Notaris). Kemudian, apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui maka Majelis Pengawas Daerah dianggap menyetujui (pasal 18 ayat [2] Permen Hukum dan HAM No. M.03.HT.03.10 Tahun 2007).

Jadi, demikianlah proses pemanggilan notaris untuk kepentingan perkara pidana. Majelis Pengawas Daerah telah diberikan tenggat waktu untuk memberikan jawaban atas permohonan pemanggilan notaris. Apabila tenggat tersebut tidak terpenuhi, maka Majelis Pengawas demi hukum dianggap menyetujui.

Demikian sejauh yang kami ketahui. Semoga bermanfaat.

Dasar hukum:
1.      Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat
2.      Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
3.      Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. M.03.HT.03.10 Tahun 2007 tentang Pengambilan Minuta Akta dan Pemanggilan Notaris

sumber :

KEDUDUKAN NOTARIS SEBAGAI TURUT TERGUGAT

KEDUDUKAN NOTARIS SEBAGAI TURUT TERGUGAT

Pertanyaan:
Mengapa dalam gugatan yang melibatkan notaris, notaris juga dijadikan sebagai turut tergugatnya?


Menurut Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata dalam bukunya “Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek” (hlm. 2), dalam praktik perkataan Turut Tergugat dipergunakan bagi orang-orang yang tidak menguasai barang sengketa atau tidak berkewajiban untuk melakukan sesuatu, hanya demi lengkapnya suatu gugatan harus diikutsertakan. Mereka dalam petitum hanya sekedar dimohonkan agar tunduk dan taat terhadap putusan Hakim. Terkait hal ini simak juga Turut Tergugat Mengajukan Rekonpensi.

Jadi, apabila seorang notaris berkedudukan sebagai Turut Tergugat dalam suatu gugatan, ia hanya berkedudukan sebagai pelengkap saja. Notaris tersebut dijadikan Turut Tergugat agar gugatan menjadi lengkap, sehingga Turut Tergugat dapat dimohonkan agar tunduk dan taat terhadap putusan, padahal pihak yang berkepentingan secara langsung adalah Penggugat dan Tergugat.

Perlunya diikutsertakan Turut Tergugat dalam gugatan menurut pendapat Mahkamah Agung dalam Putusan No. 1642 K/Pdt/2005 adalah karena “dimasukkan sebagai pihak yang digugat atau minimal didudukkan sebagai Turut Tergugat. Hal ini terjadi dikarenakan adanya keharusan para pihak dalam gugatan harus lengkap sehingga tanpa menggugat yang lain-lain itu maka subjek gugatan menjadi tidak lengkap.”

Selain itu disebutkan juga dalam salah satu pertimbangan putusan tersebut:

Ketidaklengkapan dalam merumuskan subjek yang seharusnya menjadi Tergugatnya, maka gugatan yang diajukan dapat dianggap telah terjadi error in persona/kesalahan subjek hukum maka gugatan tidak bisa diterima/Niet Ontvenkel Ijkverklaard.

Dari pendapat Mahkamah Agung tersebut dapat kita ketahui bahwa bila seorang notaris dimasukan sebagai salah satu pihak dalam gugatan adalah untuk melengkapi subjek/para pihak dalam gugatan, karena suatu gugatan yang tidak lengkap rumusan subjeknya akan menjadikan gugatan error in persona, sehingga gugatan tersebut tidak dapat diterima. Selengkapnya, mengenai error in persona simak Tentang Error In Persona Dan Error In Objecto.






TURUT TERGUGAT MENGAJUKAN REKONPENSI

Pertanyaan:
Apa boleh seorang turut tergugat mengajukan gugatan rekonpensi? Dari sumber-sumber yang saya baca memang tidak ditemukan peraturan yang melarang hal tersebut. Mohon penjelasannya beserta dasar hukum apabila ada.

Jawaban:

Turut tergugat dapat mengajukan gugatan rekonvensi. Hal ini karena rekonvensi merupakan  suatu gugatan balik yang memberikan kemungkinan bagi tergugat atau para tergugat atau turut tergugat untuk mengajukan gugatan balik kepada penggugat (pasal 132 [a] HIR).
Dalam praktik, turut tergugat merupakan orang-orang atau pihak-pihak yang tidak berkewajiban untuk melakukan sesuatu, namun demi lengkapnya suatu gugatan maka harus diikutsertakan dalam perkara. Jadi, kedudukan turut tergugat bukanlah sebagai sasaran utama akan tetapi hanya sebagai  penguat kedudukan si tergugat. Demikian menurut Retnowulan Sutantio dalam buku Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktik.
Apabila ternyata turut tergugat merasa bahwa dengan dijadikannya ia sebagai turut tergugat telah merugikan kepentingannya, maka ia dapat mengajukan gugatan balik. Hal ini karena pada prinsipnya setiap orang dapat mengajukan gugatan apabila kepentingannya dirugikan. Gugatan balik tersebut harus diajukan kepada penggugat dengan disertai jawaban tergugat (pasal 132b HIR), tidak dibenarkan apabila turut tergugat melakukan gugatan balik kepada tergugat lainnya.
Demikian sejauh yang kami ketahui. Semoga bermanfaat.

Peraturan perundang-undangan terkait:
HIR (Het Herziene Indonesisch Reglemen, Staatblad Tahun 1941 No. 44).


Sumber :
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl7023/turut-tergugat-mengajukan-rekonpensi





TENTANG ERROR IN PERSONA DAN ERROR IN OBJECTO

Pertanyaan:
Saya ingin minta contoh kasus tentang Error In Persona & Error In Objecto.Dan arti dari Error In Persona juga In Objecto itu sendiri apa?.. Tolong beri saya penjelasan atas permasalahan ini.

Jawaban:
Istilah Error in Persona maupun Error in Objecto digunakan di pengadilan pada tahap eksepsi atas gugatan (kalau di perdata) atau dakwaan (kalau di pidana). Eksepsi dengan dasar Error in Persona di ajukan oleh Tergugat/Terdakwa terhadap Gugatan/ Surat Dakwaan Penggugat/Penuntut Umum karena dakwaan/gugatan tersebut dialamatkan kepada orang yang salah. Sebagai contoh misalnya surat dakwaan disebutkan bahwa X berdasarkan identitas yang diajukan oleh Penuntut Umum berusia 25 tahun, beralamat di Jakarta, beragama Yahudi, telah membunuh Y dengan cara menusuknya dengan pisau. Kemudian X mengajukan eksepsi karena menurut dia ciri-ciri X' yang diajukan oleh Penuntut Umum tidak sama dengan dirinya, misalnya X yang sedang di dakwa ini ternyata berusia 50 tahun, beralamat di Surabaya dan beragama Zoroaster, jadi menurut X, Penuntut Umum salah menuntut orang.

Contoh lain misalnya dalam kasus perdata. Misalkan A menggugat B karena telah merusakkan pagar rumahnya dengan cara menubruknya dengan mobil. B yang merasa bahwa pada saat kejadian bukan dia yang mengendarai mobil tersebut melainkan C mengajukan eksepsi atas gugatan A tersebut dengan dasar bahwa A salah menggugat orang atau dengan kata lain Error in Persona karena seharusnya yang A gugat adalah C bukan dirinya.

Contoh lain misalnya untuk perkara PTUN. Misalkan rumah M terkena proyek gusuran dari Pemerintah setempat. Mengetahui hal tersebut kemudian M mengajukan gugatan TUN atas kebijakan yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah setempat tersebut. Dalam surat Gugatannya dia menunjuk Walikota Jakarta Pusat sebagai Tergugat. Walikota Jakpus tersebut sebagai tergugat kemudian mengajukan Eksepsi bahwa kebijakan tersebut bukanlah kebijakannya, pihak yang mengeluarkan Surat Perintah Penggusuran adalah Gubernur Jakarta bukan Walikota, sehingga menurutnya Hakim harus menolak Gugatan Penggugat atas dasar Error in Persona.

Mengenai istilah Error in Objecto pada prinsipnya adalah kesalahan gugatan/ dakwaan atas objek yang dipermasalahkan (dipersengketakan). Misalnya dalam perkara TUN seperti yang di atas penggugat akhirnya menggugat Gubernur DKI Jakarta atas keputusannya yang mengakibatkan tergusurnya rumah M. misalnya Surat Keputusan Gubernur tersebut yang memerintahkan apartanya untuk melakukan penggusuran adalah SK No. 785, akan tetapi ternyata yang dipermasalahkan oleh Penggugat adalah SK No. 888, padahal SK tersebut tidak ada kaitannya dengan penggusuran yang dilakukan. Maka kesalahan atas objek yang dipersengketakan tersebut disebut dengan Error in Objecto.

Sumber :





PROFESI PENGACARA, ADVOKAT, PPAT DAN NOTARIS



Profesi Pengacara, Advokat, PPAT dan Notaris

Pertanyaan:
Profesi Pengacara, Advokat, PPAT dan Notaris
Sebelumnya saya mengucapkan terima kasih, kemudian semoga saja pertanyaan saya cocok dengan bidang ilmu hukum. Berikut pertanyaan saya : 1) Bagaimanakah prosedur memperoleh (agar bisa) menjadi seorang pengacara, Advokat, Notaris dan PPAT? 2) Apakah boleh seseorang memiliki profesi sebagai Pengacara, Advokat, Notaris maupun PPAT sekaligus?

Jawaban:

1.      Berikut ini akan kami jelaskan prosedur untuk menjadi Advokat, Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan untuk pengacara praktik yang telah diangkat sebelum disahkannya UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) dinyatakan sebagai advokat (pasal 32 ayat [1] dan ayat [2] UU Advokat).

I.         Prosedur menjadi Advokat (menurut UU Advokat):
a.      Persyaratan:
-          warga negara Republik Indonesia;
-          bertempat tinggal di Indonesia;
-          tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara;
-          berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun;
-          berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum
-          mengikuti pendidikan khusus profesi Advokat yang dilaksanakan oleh Organisasi Advokat
-          lulus ujian yang diadakan oleh Organisasi Advokat;
-          magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus menerus pada kantor Advokat;
-          tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
-          berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai integritas yang tinggi.
b.      Pengangkatan:
-          Pengangkatan Advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat
-          Salinan surat keputusan pengangkatan Advokat disampaikan kepada Mahkamah Agung dan Menteri Hukum dan HAM
-          Sebelum menjalankan profesinya, Advokat wajib bersumpah menurut agamanya atau berjanji dengan sungguh-sungguh di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya
-          Salinan berita acara sumpah oleh Panitera Pengadilan Tinggi yang bersangkutan dikirimkan kepada Mahkamah Agung, Menteri, dan Organisasi Advokat.


II.       Prosedur menjadi Notaris (menurut UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris):
a.      Persyaratan:
-          warga negara Indonesia;
-          bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
-          berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun;
-          sehat jasmani dan rohani;
-          berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan;
-          telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris dalam waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut pada kantor Notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan; dan
-          tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat, atau tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan Notaris.

b.      Prosedur pengangkatan:
i)        Membuat surat permohonan pengangkatan Notaris dan melampirkan:
1.      Foto copy yang disahkan notaris :
-          Ijazah Pendidikan Spesialis Notariat atau Magister Kenotariatan
-          Surat tanda telah mengikuti pelatihan teknis
-          KTP dan Akte Kelahiran
-          Akta perkawinan
-          Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama pemohon
-          Piagam lulus ujian yang diselenggarakan oleh organisasi notaris
-          Sertifikat pelatihan yang diselenggarakan oleh Ditjen AHU
2.      Surat pernyataan:
-          tidak merangkap jabatan kecuali sebagai pejabat pembuat akta tanah
-          bermaterai cukup yang menyatakan bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Indonesia
-          bermaterai cukup yang menyatakan tentang kesediaan untuk ditunjuk menampung protokol notaris lain
3.      Surat keterangan:
-          dari notaris bahwa telah mengikuti magang di kantor notaris selama 2 tahun berturut-turut setelah lulus Pendidikan Spesialis Notariat atau Magister Magister Kenotariatan yang disahkan oleh organisasi profesi Notaris setempat
-          Kelakuan Baik dari Kepolisian
-          Sehat jasmani dan rohani dari dokter pemerintah
4.      Daftar riwayat hidup yang dibuat oleh pemohon dengan menggunakan formulir yang disediakan oleh Depkumham
5.      Pas foto terbaru berwarna ukuran 3x4 sebanyak 4 lembar

ii)      Mengajukan surat permohonan tersebut kepada Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum dan Direktur Perdata.
iii)     Surat keputusan pengangkatan selaku notaris dan Berita Acara sumpah notaris dikeluarkan Menteri hukum dan HAM

c.      Pasca pengangkatan:
Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pengambilan sumpah/janji jabatan Notaris, yang bersangkutan wajib:
-          menjalankan jabatannya dengan nyata;
-          menyampaikan berita acara sumpah/janji jabatan Notaris kepada Menteri, Organisasi Notaris, dan Majelis Pengawas Daerah; dan
-          menyampaikan alamat kantor, contoh tanda tangan, dan paraf, serta teraan cap/stempel jabatan Notaris berwarna merah kepada Menteri dan pejabat lain yang bertanggung jawab di bidang agraria pertanahan, Organisasi Notaris, ketua pengadilan negeri, Majelis Pengawas Daerah, serta bupati atau walikota di tempat Notaris diangkat

III.             Prosedur menjadi PPAT (menurut PP No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah):
a. Persyaratan:
-    berkewarganegaraan Indonesia;
-    berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun;
-    berkelakuan baik yang dinyatakan dengan surat keterangan yang dibuat oleh Instansi Kepolisian setempat;
-    belum pernah dihukum penjara karena melakukan kejahatan berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
-    sehat jasmani dan rohani;
-    lulusan program pendidikan spesialis notariat atau program pendidikan khusus PPAT yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan tinggi;
-    lulus ujian yang diselenggarakan oleh Kantor Menteri Negara Agraria/Badan Pertanahan Nasional.

b. Pengangkatan dan pasca-pengangkatan:
-    Sebelum menjalankan jabatannya PPAT dan PPAT Sementara wajib mengangkat sumpah jabatan PPAT di hadapan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kotamadya di daerah kerja PPAT yang bersangkutan
-    Untuk keperluan pengangkatan sumpah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 PPAT wajib melapor kepada Kepala Kantor Pertanahan mengenai pengangkatannya sebagai PPAT.
-    Apabila laporan tidak dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal ditetapkannya surat keputusan pengangkatan yang bersangkutan sebagai PPAT, maka keputusan pengangkatan tersebut batal demi hukum.
-    Kepala Kantor Pertanahan melaksanakan pengambilan sumpah jabatan dalam waktu 1 (satu) bulan setelah diterimanya laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
-    Sumpah jabatan PPAT dan PPAT Sementara dituangkan dalam suatu berita acara yang ditandatangani oleh PPAT atau PPAT Sementara yang bersangkutan, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya dan para saksi.

2.      Notaris dapat merangkap jabatan sebagai PPAT dalam lingkup wilayah jabatannya (lihat pasal 17 huruf g UU Notaris), tapi Notaris tidak dapat merangkap jabatan sebagai advokat (lihat pasal 3 huruf g jo. pasal 17 huruf e UU Notaris). PPAT dapat merangkap jabatan sebagai notaris (pasal 7 ayat [1] PP No. 37 Tahun 1998), tapi PPAT tidak dapat merangkap jabatan sebagai advokat (pasal 7 ayat [2] huruf a PP No. 37 Tahun 1998).

Demikian sejauh yang kami ketahui. Semoga bermanfaat.

Dasar hukum:
  1. Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat
  2. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
  3. Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah

Sumber : http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl1681/profesi-pengacara,-advokat,-ppat-dan-notaris