Bagian enam
PEMBORONGAN KERJA/PEKERJAAN
Sumber aturannya:
Hal ini dalam BW diatur dalam Buku III Bab ke-6 (ps. 1601b dan ps. 1604 s/d 1617).
Definisi/pengertian:
Pemborongan kerja yang dalam bahasa Belanda disebut "aanneming van werk" ialah persetujuan/perjanjian (overeenkomst), dengan. mana pihak yang satu -pemborong (aannemer)- mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain -yang memborongkan (aanbesteder)- dengan menerima suatu harga (prijs) yang ditentukan.
Macam borongan dan pertanggungan jawab pihak-pihak ybs.:
Dalam kontrak pemborongan itu para pihak (yang memborongkan dan pemborong) dapat menjanjikan:
— bahwa pemborong hanya akan melakukan pekerjaan (arbeid) saja, atau
— bahwa pemborong selain dari melakukan pekerjaan akan menyediakan bahannya (stof) juga.
Hal tersebut inembawa akibat .dalam. pertanggung jawaban, yaitu mengenai hal yang pertama, jika hasil pekerjaan ybs. musnah (vergaat), maka pemborong hanya bertanggung jawab untuk/ karena kesalahannya saja, sedangkan mengenai hal yang kedua, jika hasil pekerjaan ybs. dengan cara bagaimanapun juga musnah sebelum pekerjaan itu diserahkan kepada yang memborongkan, maka pemborong bertanggung jawab atas segala kerugian, kecuali bila pihak yang memborongkan telah lalai untuk menerima pekerjaan itu.
Para ahli bangunan (bouwmeesters) dan para pemborong ybs. bertanggung jawab untuk selama 10 tahun, jika suatu gedung yang telah diborongkan dengan. harga tertentu, sebagian atau seleuruhnya musnah dikarenakan. suatu cacat, baik dalam penyusunan (gebrek in de samenstelling) konstruksinya atau karena tak patut/tak baiknya (ongeschiktheid) tanah ybs atau kualitas bahan yang digunakan.
Pihak pemborong bertanggung-jawab terhadap perbuatan dari para pekerja yang ia suruh untuk melakukan pekerjaan borongan ybs.
Borongan pekerjaan berhenti dengan meninggalnya pemborong ybs., tanpa mengurangi kewajiban pihak yang memborongkan untuk membayar kepada ahliwaris pemborong harga pekerjaan yang telah dikerjakan dan atau harga bahan yang telah disediakan oleh pemborong, dengan mana pihak yang memborongkan memperoleh suatu manfaat.
Bagian tujuh
PERSEROAN/PERSEKUTUAN PERDATA
(MAATSCHAP)
Sumber aturannya:
Hal ini dalam BW diatur dalam Buku III Bab ke-8 (ps. 1618 s/d 1652).
Definisi/pengertian:
Perseroan yang dalam bahasa Belanda disebut "maatschap" adalah suatu persetujuan/perjanjian (overeenkomst) dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu ke dalam suatu gabungan (gemeenschap), dengan maksud untuk membagi di antara mereka (para peseronya) keuntungan yang terjadi/diperoleh dari kerja sama itu.
Sifat:
Perseroan ini mencari/mengejar keuntungan yang bersifat kebendaan (stoffelijk voordeel) dan yang hanya dapat diadakan/ didirikan oleh 2 orang atau lebih; jadi tak bisa hanya oleh seorang saja (logis).
Perseroan yang terdapat dalam BW ini merupakan dasar hukum pula dari/bagi perseroan-perseroan lain yang terdapat dalam kitab Undang-undang lain seperti (terutama) Wvk, yaitu perseroan di bawah firma, perseroan komanditer, perseroan terbatas, perseroan perkapalan (rederij) d1l. sebagainya, yang sering kita jumpai sehari-hari dalam dunia usaha (business).
Hal ini akan disinggung lebih lanjut dalam BAB XI tentang Hukum Dagang.
Bagian delapan
HIBAH
Sumber ataurannya:
Hal ini dalam BW diatur dalam Buku III. Bab ke-10 (ps. 1666 s/d 1693).
Definisi/pengertian:
Hibah/penghibahan (schenking) adalah suatu persetujuan/ perjanjian (overeenkomst), dengan/dalam mana pihak yang menghibahkan (schenker), pada waktu ia masih hidup, secara Cuma-cuma (om niet) dan tak dapat ditarik kembali, menyerahkan/ melepaskan sesuatu benda kepada/demi keperluan penerima hibah (begiftidge) yang menerima penyerahan/penghibahan itu.
Beberapa ketentuan:
Yang perlu diperhatikan tentang hibah ini antara lain s.b.b.:
— Yang dapat dihibahkan hanya benda yang sudah ada pada saat penghibahan itu terjadi. Jika hibah itu mencakup barang-barang yang belum ada, maka penghibahan batal sekedar mengenai barang-barang yang belum ada itu.
— Antara suami-isteri penghibahan dilarang, kecuali mengenai hadiah atau pemberian benda bergerak yang bertubuh (roerende en lichamelijke voorwerpen) dan harganya tidak Beberapa, dengan men gingat/memperhatik an kemampuan penghibah. Yang dapat diberikan antara suami-isteri itu hanya benda bergerak yang bertubuh, tidak termasuk penghibahan mengenai kertas-kertas berharga (geldswaardige papieren).
— Penghibahan kepada lembaga-lembaga umum atau keagamaan (openbare of godsdienstige gestichten) hanya sah setelah oleh Presiden atau pejabat/penguasa yang ditunjuk olehnya kepada pengurus lembaga-lembaga tersebut diberi kekuasaan untuk menerima hibahan itu.
Baik Notaris maupun saksi-saksi dari sesuatu akta hibah tidak boleh menikmati suatu dari pada akta yang dibuat di hadapan/disaksikan oleh mereka sendiri.
— Akta hibahan itu harus dibuat secara otentik (notarieel) demikian pula halnya dengan akta penerimaan hibahan ybs., bila akta pemberian dan penerimaannya dibuat secara terpisah.
Catatan:
Mahkamah Agung R.I. dalam surat edarannya No. 3/1963 menganggap bahwa ps. 1682 BW yang mengharuskan dilakukannya suatu penghibahan dengan akta-notaris, tidak berlaku lagi.
Mengenai hibahan tanah harus selalu dilakukan dengan akta yang dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Ketentuan ini tidak berlaku untuk pemberian benda yang bertubuh atau surat penagihan utang kepada penunjuk (aan toonder), yang bahkan dapat dilakukan tanpa suatu akta.
Jika sesuatu akta hibah karena adanya cacad (gebrek) dalam bentuk (vorm), maka hibahan itu batal (nietig) demi hukum, dan cacadnya itu tidak dapat diperbaiki dengan suatu akta penegasan (bevestiging), melainkan harus dibuat akta hibah yang baru.
Pasal 1684 jo bab kelima Buku Kesatu BW (ps. 103 dst.) tentang hak dan kewajiban suami dan isteri, mengatur tentang hibahan kepada wanita bersuami, sedangkan pasal 1685 mengenai hibahan kepada anak-anak di bawah umur (belum dewasa), baik yang berada di bawah kekuasaan orang tua (ouderlijke macht) ataupun yang berada di bawah perwalian (voogdij).
Suatu hibah hanya dapat ditarik kembali atau dihapuskan (te niet gedaan) :
a. jika syarat-syarat yang tercantum dalam akta ybs. tidak dipenuhi;
b. jika penerima hibah bersalah melakukan atau turut melakukan kejahatan yang bertujuan untuk membunuh penghibah atau kejahatan lain terhadap penghibah;
c. jika penerima hibah menolak untuk memberikan tunjangan (levensonderhoud) kepada penghibah, setelah penghibah jatuh miskin.
Menurut ps. 1693 ketentuan-ketentuan dalam bab ke-10 Buku ke-III ini (ps. 1666 dst.) tidak mengurangi/tak merubah berlakunya apa yang ditetapkan dalam bab ke-7 Buku Kesatu BW (ps. 139 dst.) tentang pemberian (giften) pada perjanjian kawin (huwelijksvoorwaarden).
Yurisprudensi:
Yurisprudensi mengenai hibah/hibahan a.l. hal-hal s.b.b.:
1. — Apabila suatu hibah dilakukan dengan disaksikan dua orang saksi, sekalipun hibah itu tidak dilakukan di Muka kepada desa, maka hibah itu adalah sah.
Dalam Hukum Adat Jawa-Barat tidak ada suatu ketentuan bahwa suatu hibah atau wasiat harus dilakukan dalam suatu bentuk yang tertentu, misalnya dengan membuat suatu akta di hadapan pemerintah desa.
(M.A. tanggal 31-5-1972 No. 249 K/Sip/1972).
2. Hibah, walaupun untuk keuntungan anaknya sendiri, yang menyebabkan hilangnya hak waris anak (anak) lainnya, adalah tidak sah dan karena itu batal menurut hukum.
(Putusan Pengadilan Tinggi Bandung tanggal 20-11-1972 No.75/1972/Perd/PTB).
3. Sekalipun tanah-tanah gono-gini dihibahkan oleh seorang isteri tanpa sepengetahuan dan/atau seizin suaminya yang sama-sama berhak atas tanah gono-gini itu, akan tetapi apabila suami tersebut sekian lamanya (kira-kira 9 tahun) membiarkan tanah itu dalam keadaan tersebut, maka sikap suami itu harus dianggap membenarkan keadaan tersebut.
(M.A. tanggal 21-1-1974 No. 695 K/Sip/1973).
4. Hibah daripada sebidang tanah yang sedang dalam sengketa Pengadilan dan dalam keadaan sita lebih dahulu (conservatoir beslag), adalah batal menurut hukum (van rechtswege nietig), sehingga orang yang menerima hibah ini tidak menjadi pemilik yang sah dari tanah yang bersangkutan.
(M.A. tanggal 16-10-1971 No. 601 K/Sip/1971).
5. Apabila tidak dapat dibuktikan bahwa barang yang dihibahkan adalah milik pemberi hibah, demikian pula tidak jelas bagian mana dari sebidang tanah yang dihibahkan serta berapa luasnya, maka tidak terbukti pula, bahwa telah terjadi suatu penghibahan tanah.
(M.A. tanggal 11-12-1971 No. 703 K/Sip/1971).
6. Apabila seseorang dengan kemungkinan akan meninggal dunia menetapkan mengenai kekayaannya untuk kepentingan isteri dan anak atau anak saudara lain yang terdekat, maka ketetapan itu disebut penghibah-an..
— Meskipun suatu penghibahan merupakan hibah mutlak, namun apabila kedua belah pihak sama-sama setuju, tiada halangan dalam hukum apabila tanah dan Bawah selama hidup pemberi hibah masih dikuasai olehnya
(M.A. tanggal 5-2-1972 No. 855 K/Sip/1971).
7. Penghibahan diperkenankan asal saja tidak merupakan pencabutan hak waris ahliwaris lainnya (onterving). (M.A. tanggal 30-10-1971 No. 637 K/Sip/1971).
8. Seseorang tidak dapat menghibahkan suatu barang yang belum ia miliki.
(Putusan Pengadilan Tinggi Bandung tanggal 23-7-1970 No. 243/1969/Perd/PTB).
9. Suatu hibah hanya dapat dibatalkan, apabila dapat dibuktikan adanya unsur paksaan, kekhilafan atau penipuan pada waktu surat hibah dibuat.
(M.A. tanggal 1-3-1972 No. 827 K/Sip/1971).
Bagian sembilan
PENITIPAN BARANG Sumber aturannya:
Hal ini dalam BW diatur dalam Buku III Bab ke-11 (ps. 1694 s/d 1739).
Definisi/pengertian:
Pengertian mengenai penitipan barang (bewaargeving) ini dapat kita ketahui a.l. dari bunyi ps. 1694, yang menyatakan bahwa penitipan itu terjadi, apabila seseorang menerima sesuatu barang dari seseorang lain dengan syarat bahwa ia menyimpannya dan mengembalikannya dalam ujud asalnya (in natura).
BW mengenal dua macam penitipan barang, yaitu:
- penitipan yang sejati (de eigenlijk gezegde bewaargeving) dan
- sekestrasi (sequestratie).
Penitipan sejati:
Penitipan barang yang sejati hanya dapat terjadi mengenai barang gerak (roerende goederen) dan jika tidak dijanjikan sebaiknya dianggap dibuat tanpa pembayaran (cuma-cuma), dengan ketentuan bahwa barang ybs. harus sungguh-sungguh diserahkan atau secara dugaan/disangkakan (voorondersteld).
Penitipan barang itu terjadi:
dengan sukarela, yaitu bila terdapat kata sepakat (wederkerige toestemming) antara yang menitipkan dan yang dititipi, atau
— karena terpaksa, yaitu bila/dalam hal tejadinya sesuatu malapetaka, seperti kebakaran, runtuhnya gedung, perampokan, karamnya kapal, banjir dan peristiwa lain yang tak disangka-sangka.
Yang menerima titipan barang berkewajiban untuk merawat barang ybs. dan memeliharanya itu harus seperti ia memelihara barang milik pribadinya sendiri serta mengembalikan. barang itu dalam ujudnya tatkala ia menerima barang itu. Oleh karena itu apabila yang dititipkan,itu berupa uang (geldsom), maka yang harus dikembalikan itu mata uang yang sama. seperti yang dititipkan. Nark atau turunnya nilai uang itu ataukemunduran harga dari sesuatu barang yang dititpkan merupan tanggungan pihak yang menitipkan (logis).
Penerima barang titipan berhak -bila beralasan yang sah-untuk mengembalikan kepada pihak yang menitipkan barang ybs. sebelum habisnya waktu penitipan menurut perjanjian, atau jika pihak yang menitipkan menolaknya dapat diminta izin Hakim untuk menitipkan .barang itu di suatu tempat lain.
Sekestrasi:
Pengertian tentang sekestrasi (sequestratie) dapat kita baca dalam ps. 1730, hal mana terjadi atas barang sengketa/perselisihan (geschil). Barang ybs. berada di tangan seorang ketiga (een derde), yang mengikatkan diri untuk mengembalikan barang itu serta hasilnya (vruchten) kepada pihak yang dinyatakan berhak, hal mana dapat terjadi karena perjanjian atau atas perintah Hakim.
Sekestrasi tunduk pada aturan yang berlaku untuk penitipan sejati, akan tetapi dengan perbedaan/pengecualian sebagaimana tercantum dalam ps. 1734 dst., antara lain:
— bahwa sekestrasi dapat mengenai baik benda (ber) gerak maupun benda tak-gerak, dan
— bahwa orang yang dititpi barang secara sekestrasi tidak dapat dibebaskan dari tugasnya sebelum selesai/berakhirnya sengketa ybs., kecuali jika semua pihak yang ber-kepentingan menyetujuinya atau apabla terdapat suatu alasan lain yang sah.
Yurisprudensi, a.l.:
Untuk uang titipan tidak dapat diperhitungkan bunga. (M.A. tanggal 13-8-1973 No. Reg. 372 K/Sip/1973).
Bagian sepuluh
PINJAM — PAKAI
Sumber aturannya:
Hal ini dalam BW diatur dalam Buku III Bab ke-12 (ps. 1740 s/d 1753).
Definisi/pengertian:
Pinjam-pakai yang dalam bahasa Belanda disebut "bruiklening" itu adalah suatu perjanjian/persetujuan (overeenkomst) dengan-, mana pihak yang satu membeikan (geeft) suatu barang kepada pihak yang lainnya untuk dipakai secara cuma-cuma (om niet), dengan syarat bahwa yang menerima barang itu setelah memakainya atau setelah lewatnya suatu waktu tertentu, akan mengembalikannya.
Beberapa ketentuan:
Perikatan (verbintenissen) yang terbit dari perjanjian pinjam-pakai beralih/berpindah baik kepada ahliwaris yang meminjamkan atau kepada ahliwaris yang meminjam, kecuali apabila peminjaman itu telah diberikan kepada seseorang secara pribadi (khusus), maka ahliwaris peminjam tak dapat terus/tetap menikmati barang pinjaman itu.
Kewajiban-kewajiban peminjam barang antara lain, bahwa ia —peminjam— berkewajiban untuk menyimpan dan memelihara barang pinjaman ybs. sebaik-baiknya dan sejujur-jujurnya, yaitu sebagai seorang bapak rumah tangga yang baik (als een goed huis vader). Ia hanya boleh memakai barang pinjaman itu sesuai dengan sifat dari barang ybs.
Ada kalanya. barang yang merupakan obyek perjanjian itu berkurang harganya. Jika terjadi demikian, maka peminjam tidak bertanggung-jawab mengenai kemunduran harga/nilai barang itu, asalkan berkurangnya itu di luar salahnya pemakai/peminjam dan oleh karena pemakaian semata-mata.
Kewajiban-kewajiban yang meminjamkan barang antara lain, bahwa ia hanya boleh meminta kembali barang ybs. setelah lewatnya waktu yang ditentukan dalam perjanjian, atau sesudah dipergunakannya barang itu untuk keperluan yang dimaksudkan, apabila kedua pihak tidak menjanjikan jangka waktu tertentu, kecuali apabila Hakim memutuskan lain dengan mengingat alasan yang mendesak yang diajukan oleh yang meminjamkan.
Bagian sebelas
PINJAM — MENGGANTI/MEMINJAM Sumber aturannya:
Hal ini dalam BW diatur dalam Buku III Bab ke-13 (ps. 1754 s/d 1769).
Definisi/pengertian:
Pinjam-mengganti atau pinjam-ganti atau pinjam-meminjam yang dalam bahasa Belanda disebut "verbruiklening", yaitu persetujuan/perjanjian (overeenkomst) dengan mana pihak yang satu, yaitu yang meminjamkan/kreditur memberikan (afgeeft) kepada pihak yang lain, yaitu yang meminjam/debitur suatu jumlah tertentu dari benda (zaken) yang dapat habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang meminjam mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.
Beberapa ketentuan:
Perbedaan yang sangat penting/menonjol antara pinjam-pakai dan pinjam-ganti di antaranya ialah, bahwa dalam pinjam pakai (bruiklening) pihak yang meminjamkan tetap merupakan pemilik barang.. yang dipinjamkan, sedangkan pada pinjam-mengganti (verbruik-lening) peminjam menjadi pemilik benda ybs. dengan akibat (dalam pinjam-ganti) jika barang itu musnah secara bagaimanapun, maka kemusnahan itu merupakan tanggungan pihak peminjam, yang lain halnya dengan musnahnya barang pada perjanjian pinjam-pakai (Baca lagi ps. 1745).
Di kalangan masyarakat mengenai pinjam-ganti ini paling sering terjadi ialah pinjaman uang/pengakuan utang (perjanjian kredit), baik antara orang-orang pribadi maupun antara orang dengan berbagai bank (Pemerintah dan Swasta). Demi kepentingan para pihak seyogyanya dan biasanya pembuat kontrak (termasuk para Notaris) hati-hati dalam pembuatan akta perjanjian pengakuan utang atau perjanjian kredit ini.
Dalam Bab ke-13 tersebut pasal-pasal yang menyebut-nyebut khsuus tentang atau bertalian erat dengan pinjaman uang itu ialah ps. 1756, 1757, 1761, 1765, 1766, 1767, 1768 dan 1769, sedangkan pasal-pasal lainnya pada umumnya merupakan aturan baik yang berlaku untuk peminjaman uang maupun barang/benda lain yang dapat habis setelah dipakai (verbruikbare zaken) atau barang/benda yang dapat diganti (vervangbare zaken).
Undang-undang memperbolehkan kepada para pihak, yaitu kreditur .dan debitur untuk menjanjikan bunga (interest/rente) dalam perjanjian pinjam-meminjam uang atau barang lain yang dapat habis karena pemakaian. Sebaiknya besarnya bunga itu ditetapkan/ditentukan oleh pihak-pihak ybs, oleh karena apabila besarnya itu tidak ditentukan, maka debitur hanya berkewajiban membayar bunga menurut undang-undnag, yaitu sebesar 6% per tahun (Stb. 1848 — 22). Tentang "anatocismus" (bunga atas bunga) telah disinggung dalam Bab terdahulu.
Yurisprudensi:
Beberapa putusan Mahkamah Agung mengenai utang-piutang a.l. adalah s.b.b.:
1. Suku bunga yang ditetapkan oleh pihak-pihak ybs. sendiri dalam transaksi kreditnya, menentukan besarnya jumlah ganti rugi yang dapat diminta oleh pihak yang dirugikan. (M.A. tanggal 3-6-1972 No. 244 K/Sip/1972).
2. Karena pokok piutang tidak dapat diperniagakan, maka ganti rugi sebesar 2% (dua persen) sebulan dari jumlah piutang adalah layak (M.A. tanggal 23-8-1972 No. 112 K/ Sip/1972).
3. Dalam hal seseorang mengakui, bahwa ia pernah menyanggupi membayar sejumlah uang, maka hal ini harus dianggap sebagai jaminan dari perjanjian kembalinya uang pinjaman, sekalipun bukan ia sendiri yang menerima pinjaman tersebut (M.A. tanggal 13-8-1973 No. 382 K/ Sip/1973).
4. Untuk uang titipan tidak dapat dikenakan bunga. (M.A. tanggal 13-8-1973 No. 382 K/Sip/1973).
5. Apabila bunga tidak diperjanjikan, maka Pengadilan dapat menetapkan bunga berdasarkan undang-undang. Berdasarkan pasal 1766 BW:
1) Bunga yang ditetapkan dalam perjanjian, boleh melampaui bunga menurut undang-undang dalam hal-hal penentuan bunga yang lebih tinggi itu tidak dilakukan oleh undang-undang.
2) Besarnya bunga yang diperjanjikan harus ditetapkan secara tertulis.
(M.A. tanggal 24-9-1973 No. 224 K/Sip/1972).
6. Apabila seseorang memberikan jaminan (borg staan) kepada suatu perseroan terbatas terhadap utang yang diadakan oleh perseroan terbatas lainnya, maka jaminan oleh orang tersebut merupakan jaminan pribadi, sehingga pemberi jaminan ini hanya bertanggung-jawab sampai apa yang ia telah jaminkan;
dan pelaksanaan j hanya tanggungawab itu hya terbatas pada dan sampai pada harga penjualan daripada barang jaminan yang telah ia berikan itu.
(M.A. tanggal 3-10-1973 No. 436 K/Sip/1973).
7. Pengembalian uang atau ganti kerugian setelah adanya perubahan nilai uang didasarkan pada perbedaan nilai harga emas pada waktu terjadi/timbulnya utang ybs. dan keadaan pada waktu pengembalian utang tersebut dengan membagi rata (dua) risiko atas perubahan harga emas di antara kedua belah pihak.
(M.A. tanggal 14-6-1969 No. 74 K/Sip/1969 dan M.A. tanggal 18-12-1971 No. 398 K/Sip/1971).
8. Suku bunga yang telah ditetapkan oleh kedua belah pihak dalam surat perjanjian resmi (akta Notaris) tetap berlaku, sekalipun menurut ketentuan Bank-bank Negara dan Hukum yang berlaku suku bunga terhadap uang yang didepositokan jauh lebih rendah (ps. 1767 BW). (M.A. tanggal 19-12-1970 No. 728 K/Sip/1970).
9. Menurut yurisprudensi tetap, jika ganti rugi/bunga tidak dapat ditentukan/dibuktikan maka selayaknya diberikan bunga 6% setahun menurut undang-undang.
(M.A. tanggal 5-2-1972 No. 779 K/Sip/1971).
10. Bunga di dalam perjanjian hutang piutang uang antara 2 orang Indonesia (asli) berdasarkan Yurisprudensi tetap, dihitung sebanyak 6% setahun, walaupun antara kedua belah pihak diadakan perjanjian lain (dalam hal ini sebanyak 10 % sebulan).
(M.A. tanggal 5-2-1972 No. 779 K/Sip/1971).
11. Menurut peraturan (Woeker ordonantie S. 1938-524), apabila Pengadilan menganggap bunga atas suatu pinjaman uang terlampau besar, Pengadilan karena jabatan dapat meringankan bunga tersebut.
(M.A. tanggal 30-6-1970 No. 755 K/Sip/1970).
12. Bunga 10% atas uang simpanan sudah merupakan ganti kerugian.
(M.A. tanggal 22-3-1972 No. 1322 K/Sip/1971).
Bagian duabelas
BUNGA TETAP/ABADI Sumber aturannya:
Hal ini dalam BW diatur dalam Buku III Bab ke-14 (ps. 1770 s/d 1773).
Definisi/pengertian:
Bunga abadi yang dalam bahasa Belanda disebut "gevestigde/ altijddurende renten" merupakan suatu perjanjian (overeenkomst) dengan mana pihak yang memberi pinjaman uang (uitlener/ kreditur) mensyaratkan (dijanjikan oleh kedua belah pihak) adanya bunga atas pembayaran sejumlah uang pokok (hoofdsom) yang tidak akan dimintanya kembali (dari debitur).
Perbedaannya dengan pinjaman uang dengan bunga biasa, ialah dalam altijddurende rente — sebagaimana diterangkan di atas — uang/pinjaman pokok ybs. tidak boleh diminta kembali kecuali bila (salah satu dari) ketiga hal tersebut di bawah ini terjadi.
Hak dan kewajiban kreditur dan debitur:
Bunga yang dijanjikan oleh para pihak itu pada dasarnya dapat dibayar/diangsur (aflosbaar), meskipun para pihak itu dapat saling berjanji, bahwa hal ini selama tenggang waktu/masa untuk —hal mana tidak boleh lebih dari 10 tahun — tidak akan terjadi. (Baca ps. 1771 BW).
Debitur dapat dipaksa untuk mengembalikan uang pokok pinjaman, apabila:
(1) debitur samasekali tidak membayar bunga selama 2 tahun berturut-turut, kecuali jika ia dalam waktu 20 hari terhitung mulai adanya peringatan dengan perantaraan Hakim (gerechtelijke aanmaning) membayar angsuran-angsuran yang sudah harus dibayarnya;
(2) debitur lalai memberikan jaminan yang telah dijanjikan kepada kreditur, kecuali jika ia dalam waktu 20 hari terhitung mulai adanya peringatan seperti tersebut di atas memberikan jaminan yang telah dijanjikan/ditentukan; dan
(3) debitur telah dinyatakan pailit (baca pula a.l. pasal 127 F.V.).
Praktek:
Pada dewasa ini sangat jarang orang membuat perjanjian (kontrak) ini, sehingga boleh dikatakan (kita pandang) hal ini merupakan suatu peristiwa sejarah ("historisch") saja.
Bagian tigabelas
PERJANJIAN UNTUNG-UNTUNGAN Sumber aturannya:
Hal ini dalam BW diatur dalam Buku III Bab ke-15 (ps. 1774 s/d 1791).
Definisi/pengertian:
Perjanjian untung-untungan yang dalam bahasa Belanda disebut "kansovereenkomst" merupakan suatu perbuatan yang hasilnya — bertahan dengan untung-ruginya — baik bagi semua maupun bagi salah satu pihak, bergantung pada "suatu kejadian yang belum tentu", tergantung dari "pelaksanaan kewajiban dari suatu pihak".
Contoh:
(1) perjanjian pertanggungan (de overeenkomst van verze- kering) (Baca juga a.l. ps. 246 dst WvK);
(2) bunga cagak hidup atau bunga untuk selama hidup seseorang (lijfrente), dan
(3) perjudian dan pertaruhan (spel en weddingschap).
Bunga cagak hidup:
"Perjanjian"/"persetujuan" ini yang menurut pendapat ahli-ahli hukum hendaknya tidak dipandang sebagai suatu persetujuan, melainkan suatu perhubungan hukum tertentu, dapat terjadi karena/dengan:
(1) persetujuan atas beban (bij ene bezwarende titel), atau
(2) suatu akta hibah (schenking), atau
(3) suatu surat/akta wasiat, atau
(4) suatu putusan Hakim (Yurisprudensi di Negeri Belanda tahun 1929).
Perjanjian ini dapat diadakan:
— atas diri (lijf) orang yang memberikan pinjaman (geldschieter), atau
— atas diri (lijf) orang yang memperoleh kenikmatan dari bunga tersebut, atau
— atas diri seorang ketiga (een derde), walaupun orang ini tidak menikmatinya;
— atas diri satu orang atau lebih;
— dengan bunga yang besarnya sesuai dengan ketetapan para pihak sendiri.
Bunga cagak hidup tidak dapat diadakan atas diri seorang yang telah meninggal pada hari dibuatnya perjanjian/persetujuan itu; dengan sanksi "tak berdaya" ("krachteloos")/batal.
Pemungut bunga (renteheffer) hanya dapat menagih bunga dengan mengatakan bahwa orang yang atas dirinya diadakan lijfrente itu masih hidup.
Perjudian dan pertaruhan:
Mengenai hal ini undang-undang tidak memberikan suatu tuntutan hukum (rechtsvordering) untuk utang yang terjadi karena itu, terkecuali mengenai permainan yang berlaku (geschikt) untuk olahraga. Hal tersebut tidak dapat dihindari dengan dalih "pembaruan utang" ("novatie"/"schuldvernieuwing").
Seseorang yang telah membayar secara sukarela suatu perjudian sama sekali tidak berhak untuk menuntut kembali pembayaran itu terhadap/dari pemenang ybs., kecuali jika kemenangan itu terjadi karena kecurangan atau penipuan dari "pemenang" tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar