Rabu, 08 Desember 2010

KODE ETIK NOTARIS


Abstrak

Kode Etik bagi profesi Notaris sangat diperlukan untuk menjaga kualitas pelayanan hukum kepada masyarakat oleh karena hal tersebut, Ikatan Notaris Indonesia (INI) sebagai satu-satunya organisasi protesi yang diakui kebenarannya sesuai dengan UU Jabatan Notaris No.30 Tahun 2004, menetapkan Kode Etik bagi para anggotanya.

Jabatan notaris adalah merupakan jabatan kepercayaan.

Undang-undang telah memberi kewenangan kepada para Notaris yang begitu besar untuk membuat alat bukti yang otentik, karenanya ketentuan-ketentuan dalam UU Jabatan Notaris begitu ketatnya dan penuh dengan sanksi, baik sanksi administrasi maupun sanksi pidana tanpa mengurangi kemungkinan diterapkannya sanksi pemberhentian sementara sampai ke pemecatan.

Kode etik notaris sendiri sebagai suatu ketentuan yang mengatur tingkah laku notaris dalam melaksanakan jabatannya, juga mengatur hubungan sesama rekan notaris. pada Pada hakekatnya Kode Etik Notaris merupakan penjabaran lebih lanjut dari apa yang diatur dalam Undang Undang Jabatan Notaris.

I. PENDAHULUAN

Dalam kehidupan bermasyarakat diperlukan suatu profesi dimana seseorang dapat menyelesaikan masalah-masalah hukurn yang dihadapinya yaitu salah satunya dengan menghadap kepada seorang Netarts.

Notaris adalah suatu protesi kepercayaan dan berlainan dengan profesi pengacara, dimana Notaris dalam menjalankan jabatannya tidak memihak. Oleh karena itu dalam jabatannya kepada yang bersangkutan dipercaya untuk rnernbuat alat bukti yang mempunyai kekuatan otentik. Dengan demikian, peraturan atau undang-undang yang mengatur tentang jabatan Notaris telah dibuat sedemikian ketatnya sehingga dapat menjamin tentang otentisitasme akta-akta yang dibuat dihadapannya.

Untuk menjaga kualitas pelayanan kepada masyarakat, maka Asosiasi Profesi Notaris seperti lkatan Notaris Indonesia membuat Kode Etik yang berlaku terhadap para anggotanya

1.1 Kode Etik Profesi

Bertens dalam bukunya tentang etika menyatakan bahwa kode etik profesi merupakan norma yang ditetapkan dan diterima oleh kelompok profesi, yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya dan sekaligus menjamin mutu moral itu di mata masyarakat. Apabila salah satu anggota kelompok profesi itu berbuat menyimpang dari kode etiknya, maka kelompok profesi tersebut akan tercemar di mata rnasyarakat. Oleh karena itu, kelornpok profesi harus menyelesaikan berdasarkan kekuasaannya sendiri

Kode etik profesi merupakan produk etika terapan karena dihasilkan berdasarkan penerapan pemikiran etis atas suatu profesl", Kode etik profesi dapat berubah dan diubah seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga anggota kelompok profesi tidak akan ketinggalan jaman. Kode etik profesi merupakan hasil pengaturan diri profesi yang bersangkutan, dan ini perwujudan nilai moral yang hakiki, yang tidak dipaksakan dari luar. Kode etik ini hanya berlaku efektif apabila dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup dalam lingkungan profesi itu sendiri. Kode etik profesi merupakan rumusan norma moral manusia yang mengemban profesi itu. Kode etik profesi merupakan tolok ukur perbuatan anggota kelompok profesi. Kode etik profesi merupakan upaya pencegahan berbuat yang tidak etis bagi anggotanya.

Kode etik perlu dirumuskan secara tertulis, menurut Sumaryono dalam bukunya tentang Etika Profesi Hukum, Norma-Norma bagi Penegak Hukum mengemukakan  alasannya :

1. sebagai sarana kontrol sosial

2. sebagai pencegah campur tangan pihak lain

3. sebagai pencegah kesaJahpahaman dan konflik

Kode etik profesi merupakan kriteria prinsip profesional yang telah digariskan, sehingga dapat diketahui dengan pasti kewajiban profesional anggota lama, baru ataupun calon anggota kelompok profesi. Dengan demikian dapat dicegah kemungkinan terjadi konflik kepentingan antara sesama anggota kelompok anggota profesi atau antara anggota kelompok profesi dan masyarakat. Anggota kelompok protesi atau anggota masyarakat dapat melakukan control melalui rumusan kode etik profesi, apakah anggota kelompok protesi telah memenuhi kewajiban profesionalnya sesuai dengan kode etik protesi.

Kode etik profesi telah menentukan standarisasi kewajiban profesional anggota kelompok profesi. Dengan demikian, pemerintah atau masyarakat tidak perlu campur tangan untuk menentukan bagaimana seharusnya anggota kelompok protest melaksanakan kewajiban profesionalnya. Hubungan antara pengemban profesi dengan masyarakat, misalanya antara Notaris dengan klien tidak perlu diatur secara detail dengan undang-undang oleh pemerintah atau oleh masyarakat karena kelompok protesi telah menetapkan secara tertulis norma atau patokan terentu berupa kode etik protesi.

Kode etik protesi pad a dasarnya adalah norma perilaku yang sudah dianggap benar atau yang sudah mapan dan tentunya akan lebih efektif lagi apabila norma berlaku tersebut dirumuskan sedemikian baiknya, sehingga memuaskan pihak-pihak yang berkepentingan. Kode etik profesi merupakan kristalisasi perilaku yang dianggap benar menurut pendapat umum karena berdasarkan pertimbangan kepentingan protesi yang bersangkutan. Dengan demikian kode etik profesi dapat mencegah kesalahpahaman dan konflik, dan sebaliknya berg una sebagai bahan refleksi nama baik protesi. Kode etik protesi yang baik adalah yang mencerminkan nilai moral anggota kelompok profesi sendiri dan pihak-pihak yang membutuhkan pelayanan protesi yang bersangkutan.

1.2 Profesi Notaris

Dalam kehidupan bermasyarakat dibutuhkan suatu ketentuan yang mengatur pembuktian terjadinya suatu peristiwa, keadaan atau perbuatan hukum, sehingga dalam hukum keperdataan dibutuhkan peran penting akta sebagai dokumen tertulis yang dapat memberikan bukti tertulis atas adanya suatu peristiwa, keadaan atau perbuatan hukum tersebut yang menjadi dasar dari hak atau suatu perikatan.

Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan adanya pejabat umum dan atau suatu lembaga yang diberikan wewenang untuk membuat akta otentk yang juga dimaksudkan sebagai lembaga notariat. Lembaga kemasyarakatan yang dikenal sebagai "notariat' ini muncul dari kebutuhan dalam pergaulan sesama manusia, yang menghendaki adanya alat bukti dalam hubungan hukum keperdataan yang ada dan/atau terjadi diantara mereka.

Lembaga Notaris timbul karena adanya kebutuhan masyarakat di dalam mengatur pergaulan hidup sesama individu yang membutuhkan suatu alat bukti mengenai hubungan keperdataan di antara mereka".

Oleh karenanya kekuasaan umum (openbaar gezaag) berdasarkan perundang-undangan memberikan tugas kepada petugas yang bersangkutan untuk membuatkan alat bukti yang tertulis sebagaimana dikehendaki oleh para pihak yang mempunyai kekuatan otentik.

Notaris yang mempunyai peran serta aktivitas daJam prafesi hukum tidak dapat dilepaskan dari persoalan-persoalan mendasar yang berkaitan dengan fungsi serta peranan hukum itu sendiri, dimana hukum diartikan sebagai kaidah-kaidah yang mengatur segala perikehidupan masyarakat, lebih luas lagi hukum berfungsi sebagai alat untuk pembaharuan masyarakat.

Indonesia sebagai negara yang berkembang dan sedang membangun, maka peran serta fungsi hukum bagi suatu prafesi hukum tidaklah lebih mudah daripada di negara yang maju, karena terdapatnya berbagai keterbatasan yang bukan saja mengurangi kelancaran lajunya proses hukum secara tertib dan pasti tetapi juga memerlukan pendekatan dan pemikiran-pemikiran yang menuju kepada suatu kontruksi hukum yang adaptip yang dapat menyeimbangkan berbagai kepentingan yang ada secara mantap.

Tanggung jawab notaris dalam kaitannya dengan prafesi hukum di dalam melaksanakan jabatannya tidak dapat dilepaskan dari keagungan hukurn itu sendiri, sehingga terhadapnya diharapkan bertindak untuk merefleksikannya di dalam pelayanannya kepada masyarakat",

Dua hal yang perlu mendapat perhatian di dalam rangka menjalankan profesinya tersebut :

Adanya kemampuan untuk menJunJung tinggi profesi hukurn yang mensyaratkan adanya integritas pribadi serta kebolehan profesi dan itu dapat dijabarkan ;

• Kedalam, kemampuan untuk tanggap dan menjunjung tinggi kepentingan umum yaitu memegang teguh standar profesional sebagai pengabdi hukurn yang baik dan tanggap. berperilaku individual. mampu menunjukkan sifat dan perbuatan yang sesuai bagi seorang pengabdi hukum yang baik,

• Keluar. kemampuan untuk berlaku tanggap terhadap perkembangan masyarakat dan lingkungannya, menjunjung tinggi kepentingan urnurn, mampu mengakomodir, menyesuaikan serta mengembangkan norma hukum serta aplikasinya sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat dan teknologi.

Untuk lebih menjelaskan hal tersebutdikutip tulisan dari David Mellinkoff (The Conscience of Lawyer, 1973 ) " Lawyers are obliged to pursue their work according to certain standards of competence, disspasion and faithful/ness, lawyers accept those standards because that is the only way they may be lawyer"

Di Indonesia pengertian profesi itu sendiri dalam pelaksanaannya adalah menciptakan dilakukannya suatu kegiatan kerja tertentu dalam masyarakat yang berbekalkan keahlian yang tinggi serta berdasarkan rasa keterpanggilan, jadi kerja tersebut tidak boleh disamakan dengan kerja biasa, yang bertujuan mencari nafkah dalam jabatannya profesionalisme mensyaratkan adanya tiga watak kerja:

1. kerja itu merefleksikan adanya itikad untuk merealisasi kebajikan yang dijunjung tinggi dalam masyarakat,

2. bahwa kerja itu dilaksanakan berdasarkan kemahiran teknis yang bermutu tinggi yang karena itu mensyaratkan adanya pendidikan dan pelatihan yang berlangsung bertahun-tahun secara eksklusif dan be rat,

3. kualitas teknik dan kualitas moral yang disyaratkan dalam kerja-kerja pemberian jasa profesi dalam pelaksanaannya menundukkan diri pada kontrol sesama yang terorganisasi berdasarkan kode-kode etik yang dikembangkan dan disepakati bersama di dalam organisasi. (lihat Soetandyo Wignyosoebroto, Pratesi. Profesianalisme dan Etika Protest (makalah pengantar untuk sebuah diskusi !entang profesionalisme khususnya Notaria!) upgrading IN!.


Di Indonesia pada tanggal 27 Agustus 1620, Melchior Ketchem, Sekretaris dari College Van Scepenen di Jacatra, diangkat sebagai notaris pertama di Indonesia, yang pengangkatannya berbeda dengan pengangkatan notaris pada saat ini dimana di dalam pengangkatannya dimuat sekaligus secara sing kat yang menguraikan pekerjaan dalam bidang dan wewenangnya.

Dalam pasal 1668 KUH Perdata berbunyi sebagai berikut :

Suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya.

Pasal 1868 KUH Perdata hanya menerangkan apa yang dimaksud dengan akta etentik tetapi tidak menjelaskan siapa yang dimaksud dengan pejabat umum itu, tidak menje!askan tempat dimana ia berwenang. sampai dimana batas-batas kewenangannya dan bagaimana bentuk akta-aktanya maka masih harus membentuk Undang-undang untuk mengatur hal-hal tersebut di atas. Perundang-undangan yang dimaksud adalah Peraturan Jabatan Notaris, sehingga dapat dikatakan bahwa PJN adalah peraturan pelaksanaan dari pasal 1868 KUH Perdata tersebut.

Ketentuan mengenai pekerjaan notaris telah diatur dalam Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris (Notaris Reglement (NR) Stbl.1860 :3), yang kemudian dituangkan kembali dalam Pasal 1 Undang-Undang Jabatan Netaris Nomor 30 Tahun 2004 (UUJN). Pasal 1 PJN menegaskan bahwa pekerjaan notaris adalah pekerjaan resmi (ambtelijke verrichtingen) berwenang membuat akta otentik, yang:

1. Diharuskan oleh suatu peraturan perundang-undangan.

2. Dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, dan memberikan grosse, salinan dan kutipan akta.

3. Sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

Sedangkan dalam UUJN jabatan notaris tidak diketemukan lagi bahwa notaris sebagai pejabat yang satu-satunya berwenang. Dengan demikian masih ada pejabat lainnya yang berdasarkan undang-undang, yaitu :

1. Turut berwenang (disamping notaris) membuat akta otentik tertentu.

2. Yang khusus berwenang membuat akta otentik tertentu

Dalam Pasal 1868 KUH Perdata hanya menerangkan pengertian "akta otentik" tetapi tidak menegaskan siapa yang dimaksud dengan "peqawai umum". Peraturan Jabatan Notaris merupakan peraturan pelaksana dari Pasa! 1868 KUH Perdata karena notarislah yang dimaksud dengan pejabat umum tertentu.

Undang-undang tidak memberikan definisi ten tang pejabat umum tersebut. Definisi dari pejabat umum yang diberikan oleh para ah!i hukum sebagai berikut :

"Pejabat umum ada/ah organ negara yang diper/engkapi dengan kekuasaan umum, berwenang menja/ankan sebagian dari kekuasan negara untuk membuat a/at bukti tertulis dan otentik da/am bidang hukum perdata"

Sedangkan dalam Pasal 1 Undang-Undang Jabatan Notaris

(UUJN) Republik Indonesia dipaparkan bahwa yang dimaksud dengan Notaris adalah Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan /ainnya sebagaimana dimaksud da/am UU ini.

Bab III Pasa! 15 ayat (1) UUJN mengenai Kewenangan, Kewajiban, Dan Larangan, menyatakan bahwa Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundangan-undangan dan/atau yang dikehendaki o!eh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

Dalam Pasal 15 ayat (2) UUJN menegaskan pula mengenai wewenang Notaris, antara lain:

a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggaJ surat di bawah tangan dengan mendaftar daJam buku khusus;

b. membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

c. membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;

e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan

dengan pembuatan akta;

f. membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau

g. membuat akta risalah lelang.

Menurut Pasal 15 ayat (3) UUJN. kewenangan-kewenangan lain netarts diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Wewenang serta pekerjaan utama/pokok para notaris adalah membuat akta otentik; baik yang dibuat "dihadapan" notaris (partij akten), maupun yang dibuat "oleh" notaris (relaas akten). Apabila orang mengatakan akta otentik, pada umumnya dimaksudkan adalah akta yang dibuat "di hadapan'V'oleh" notaris (notarieJe akten).

Notaris diberi wewenang untuk membuat akta otentik dalam lapangan hukum perdata tetapi notaris tidak dapat mengambil inisiatif sendiri untuk membuat akta otentik tanpa ada permintaan dari pihak-pihak yang menghendaki perbuatan hukum tersebut untuk dituangkan dalam suatu akta otentik.

1.3 Kode Etik Notaris

Notaris dalam menjalankan jabatannya selain mengacu kepada Undang-Undang Jabatan Notaris, juga harus bersikap sesuai dengan etika profesinya. Etika profesi adalah seikap etis yang dituntut untuk dipenuhi oleh profesional dalam mengemban profesinya. Etika profesi berbeda-beda menurut bidang keahliannya yang diakui dafam masyarakat. Etika profesi diwujudkan secara formal ke dalam suatu kode etik. "Kode " adalah segala yang tertulis dan disepakati kekuatan hukumnya oleh kelompok masyarakat tertentu sehingga kode etik dalam hal ini adalah hukum yang berlaku bagi anggota masyarakat profesi tertentu dalam menjalankan profesinya .

Para Notaris yang berpraktek di Indonesia bergabung dalam suatu perhimpunan organisasi yaitu Ikatan Notaris Indonesia (INI). INI merupakan kelanjutan dari De Nederlandsch-Indische Notarieele Vereeniging, yang dahulu didirikan di Batavia pad a tanggal 1 Juli 1908 yang mendapat pengesahan sebagai badan hukum dengan Gouvernements Besluit (Penetapan Pemerintah) tanggal 5 September 1908 Nomor 9. Nama Belanda kemudian diganti atau diu bah menjadi Ikatan Notaris Indonesia yang hingga sekarang merupakan satu-satunya wadah organisasi profesi di Indonesia.

Kemudian mendapat pengesahan dari pemerintah

berdasarkan Keputusan Mentri kehakiman RI pada tanggal 23 Januari 1995 Nomor C2-1011.HT.01.06 Tahun 1995, dan telah diumumkan dalam Berita Negara RI tanggal 7 April 1995 Nomor 28 Tambahan Nomor 1/P-1995, oleh karena itu sebagai dan merupakan organisasi Notaris sebagaimana dimaksud dalam UUJN nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang diundagkan dalam Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 117. Menurut Pasal 1 angka (5) UUJN, menyebutkan bahwa Organisasi Notaris adalah organisasi profesi jabatan Notaris yang terbentuk perkumpulan yang berbadan hukum.

Notaris dengan organisasi profesi jabatannya menjabarkan etika profesi terse but kedalam Kode Etik Notaris. Kode Etik Notaris menurut organisasi profesi jabatan Notaris Hasil Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia (INI) pada tanggal 28 Januari 2005 yang diadakan di Bandung, diatur dalam Pasal 1 angka (2) adalah sebagai berikut

Seluruh kaedah moral yang ditentukan oteh Perkumpulan lkatan Notaris Indonesia yang selanjutnya disebut "Perkumpulan" berdasar keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan dialur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur ten tang hal itu dan yang berlaku bagi setie wajib ditaati oteh setieo dan semua anggota Perkumpulan dan semua orang yang menja/ankan tugas jabatan sebagai Noieris, etrmasuk dida/amnya Pejabat Sementara Noieris, Notaris Pengganti dan Notaris Pengganti Khusus.

Melaksanakan tugas jabatannya seorang Notaris harus berpegang teguh kepada Kode Etik jabatan Notaris. Kode etik adalah tuntunan, bimbingan, pedoman moral atau kesusilaan untuk suatu profesi tertentu atau merupakan daftar kewajiban dalam menjalankan suatu profesi yang disusun oleh anggota profesi itu sendiri damn mengikat mereka dalam mempraktekkarinya. Dengan demikian Kode etik Notaris adalah tuntunan, bimbingan, pedoman moral atau kesusilaan Notaris baik selaku pribadi maupun pejabat umum yang diangkat oleh pemerintah dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat umum khususnya dalam bidang pembuatan akta.(lihat Liliana Tedjosaputro. Elika Profesi Notaris Da/am Penegakan Hukum Pidana, Bigraf Publishing, Yogyakarta. 1995, him 29.)


II. PEMBAHASAN

Pembahasan mengenai Kode etik tidak terlepas dari UndangUndang Jabatan Notaris Nomor 30 tahun 2004. Dalam kode etik Notaris terdiri dari kewajiban, larangan maupun sangsi serta penegakan hukum agar tujuan dari terbentuknya kode etik maupun Uridang-Undang Jabatan Notaris dapat berjalan tertib.

Kode etik notaris menurut Abdulkadir Muhammad meliputi :

a. Etika Kepribadian Notaris, sebagai pejabat umum

mupun sebagai profesional

b. Etika melakukan tugas jabatan

c. Etika pelayanan terhadap klien

d. Etika hubungan sesama rekan Notaris

2.1 Kewajiban dan larangan Notaris berdasarkan Kode Etik Notaris

Kewajiban dan Larangan Notaris tercantum dalam Pasal 3, 4 dan 5 Kode Etik Notaris Hasil Kongres Luar Biasa INl pada tanggal 28 Januari 2005 di Bandung. Kode etik Notaris mengacu pad a Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 tahun 2005. Undangundang Jabatan Notaris tegas dalam hal kewajiban dan larangan terhadap profesi Notaris, seperti yang tercantum dalam Pasal 15,16 dan 17.

Seperti yang telah diterangkan diatas, maka peraturan Kode Etik Notaris hasil Kongres Luar Biasa INI pada tahun 2005 disesuaikan dengan pemikiran dari Abdulkadir Muhammad, maka dalam Kode Etik Notaris berupa kewajiban maupun larangan untuk profesi Notaris dapat dijabarkan sebagai berikut :

a. Etika kepribadian notaris :

  •  memiliki moral, akhlak dan kepribadian yang baik,

·        menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan marta bat jabatan notaris

·        taat hukum berdasarkan Undang Undang Jabatan Notaris, sumpah jabatan dan AD ART Ikatan Notaris Indonesia

·        Memiliki perilaku profesional

·        Meningkatkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki tidak terbatas pada ilmu pengetahuan dan kenotariatan

b. Etika melakukan tugas jabatan

·         bertindak jujur, mandiri tidak berpihak penuh rasa tanggung jawab.

·        Menggunakan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut merupakan satu-satunya kantor notaris yang bersangkutan dalam melaksanakan jabatannya sehari-hari.

·        Memasang papan nama di depan kantornya menurut ukuran yang berlaku

·        Menjalankan jabatan notaris terutama dalam pernbuatan, pembacaan dan penandatanganan akta yang dilakukan di kantor kecuali dengan alasan-alasan yang sah.

·        Tidak melakukan promosi melalui media cetak ataupun elektronik

·        Dilarang bekerja sama dengan biro jasa/orang/badan hukum yang ada sebagai perantara dalam mencari klien.

c. Etika pelayanan terhadap klien

  • Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan negara

  • Memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik tanpa membedakan status ekonominya dan atau status sosialnya.

  • Memberikan jasa pembuatan akta dan jasa kenotariatan lainnya untuk masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium

  • Dilarang menandatangani akta yang proses pembuatan minutanya telah dipersiapkan oleh orang lain

  • Dilarang mengirimkan minuta kepada klien untuk ditandatangani

  • Dilarang berusaha agar seseorang berpindah dari notaris Jain kepadanya

  • Dilarang melakukan pemaksaan kepada klien menahan berkas yang telah diserahkan dengan. maksud agar klien tetap membuat akta kepadanya.

d. Etika hubungan sesama rekan notaris

  • aktif dalam organisasi notaris

  • saling membantu, saling menghormati sesama rekan Notaris dalam suasana kekeluargaan

  • harus saling menjaga kehormatan dan membela kehormatan dan nama baik korps Notaris

  • tidak melakukan persaingan yang merugikan sesama netarts, baik moral maupun material

  • tidak menjelekkan ataupun mempersalahkan rekan notaris atau akta yang dibuat olehnya. Dalam hal seorang notaris menghadapi dan/atau menemukan suatu akta yang dibuat oleh rekan notaris lainnya dan ditemui kesalahan-kesalahan yang serius atau membahayakan kilennya, maka notaris tersebut wajib memberitahukan dengan cara tidak menggurui, untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan terhadap klien yang bersangkutan ataupun rekan sejawat tersebut.

  • Dilarang membentuk kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat eksklusif dengan tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi apalagi menutup kemungkinan bagi notaris lain untuk berpartisipasi.

  • Tidak menarik karyawan notaris lain secara tidak wajar

Dalam aturan main yang telah ditetapkan oleh Kongres IN), Kode Etik ini wajib diikuti oleh seluruh anggota maupun seseorang yang menjalankan profesi Notaris. Hal ini mengingat bahwa profesi notaris sebagai pejabat umum yang harus memberikan rasa aman serta keadilan bagi para pengguna jasanya. Untuk memberikan rasa aman bagi para pengguna jasanya, Notaris harus mengikuti kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan oleh Undang-undang Jabatan Notaris maupun Kode Etik Notaris. Notaris harus bertanggung jawab terhadap apa yang ia lakukan terhadap klien maupun masyarakat.

Kewajiban maupun larangan yang ada merupakan petunjuk moral dan aturan tingkah laku yang ditetapkan bersama oleh anggota notaris dan menjadi kewajiban bersama oleh seluruh anggota notaris dalam mewujudkan masyarakat yang tertib.

2.2 Penegakan hukurn Kode Etik Notaris

Pengertian Penegakan hukum dapat dirumuskan sebagai usaha melaksanakan hukum sebagaimana mestinya, mengawasi pelaksanaannya, dan jika terjadi pelanggaran memulihkan hukum yang dilanqqar itu supaya ditegakkan kembali. Penegakkan hukum dilakukan dengan penindakan hukum menurut urutan berikut:

a.       teguran peringatan supaya menghentikan pelanggaran dan jangan berbuat lagi

b.      pembebanan kewajiban tertentu (ganti kerugian, denda)

c.       penyisihan atau pengucilan (pencabutan hak-hak tertentu)

d.      pengenaan sanksi badan (pidana penjara, pidana mati) Dalam pelaksanaannya tugas penegakan hukum, penegak hukurn wajib menaati norma-norma yang telah ditetapkan.

Penegakan kode etik Notaris adalah usaha melaksanakan kode etik Notaris sebagaimana mestinya, mengawasi pelaksanaannya supaya tidak terjadi pelanggaran, dan jika terjadi pelanggaran memulihkan kode etik yang dilanggar itu supaya ditegakkan kembali.

Penegakan hukum Kode Etik Notaris tercantum dalam Bab IV dan V yaitu dari Pasal 6 sampai dengan Pasal 13. Yang meliputi :

Sanksi, Pengawasan, Pemeriksaan dan Penjatuhan sanksl, Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi Pada tingkat Pertama, Banding dan Terakhir, Eksekusi atas sanksi-sanksi dalarn Pelanggaran Kode Etik

2.2.1 Pengawasan

Pengawasan Notaris dimaksud diharapkan oleh pembentuk Undang-undang Jabatan Notaris merupakan lembaga pembinaan agar para Notaris dalam menjalankan jabatannya dapat leblh meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Dalam Pasal 67 ayat (5) UUJN, yang harus diawasi adalah Perilaku Notaris dan Pelaksanaan Jabatan Notaris.

Pengawasan baik preventif dan represif diperlukan bagi pelaksanaan tug as Notaris sebagai pejabat umum. Fungsi Preventif dilakukan oleh Negara sebagai pemberi wewenang yang I dilimpahkan pada instansi pemerintah. Fungsi represif dilakukan oleh organisasi profesi jabatan Notaris dengan acuan kepada UUJN dan Kode Etik Notaris.

Pengawasan Notaris diatur dalam Pasal 67-81 UUJN, yang intinya pengawasan dilakukan oleh Menteri dan dalarn rnelaksanakan pengawasan tersebut Menteri menunjuk Majelis Pengawas, yang terdiri dari Majelis Pengawas Oaerah, Majelis Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas Pusat. Majelis Pengawas terdiri dari 3 unsur yaitu unsure dari Pemerintah, organisasi Notaris dan akademisi.

a. Majelis Pengawas Daerah (MPD)

MPD melakukan pengawasan secara berkala 6 bulan sekali dengan melakukan pemerikasaan protocol Notaris, memberikan izin cuti selama 6 bulan dan pemeriksaan adanyalaporan atau pengaduan dari masyarakat terhadap Notaris.

Apabila ada pengaduan dari masyarakat terhadap Notaris yang melakukan pelanggaran kode etik maupun pelanggaran Undang-Undang jabatan Notaris, maka MPD berwenang menyelenggarakan Sidang tertutup untuk umum, MPD akan memeriksa dan mendengar keterangan pelapor, tanggapan terlapor, memeriksa bukti yang diajukan pelapor dan terlapor, kemudian hasil pemeriksaan dituangkan dalam Berita Acara pemeriksaan (BAP) dan wajib diberikan kepada MajeJis Pengawas Wilayah dalam waktu 30 hari dengan tembusan kepada notaris yang bersangkutan, pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia dan Majelis Pengawas Pusat

MPD tidak berwenang membenkan penilaian pembuktian terhadap fakta-fakta hukum dan juga tanpa kewenangan untuk menjatuhkan sanksi

b. Majelis Pengawas Wilayah (MPW)

MPW berwenang meberikan cuti untuk 6 bulan sampai 1 tahun. \ Berdasarkan BAP yang telah diberikan kepada MPW melalui MPD, MPW berwenang melakukan Sidang Pemeriksaan Tertutup untuk umum dan Sidang Pengambilan Keputusan yang terbuka untuk umum. Blla dalam sidang pemeriksaan MPW Netarts tidak terbukti rnelakukan pelanggaran, maka laporan BAP ditolak dan Notaris direhabilitasi nama baiknya. Bila Notaris terbukti melanggar, putusan harus memuat alasan dan pertimbangan yang cukup yang dijadikan dasar untuk menjatuhkan putusan.

MPW membuat berita acara atas setiap keputusan penjatuhan sanksi, yang kemudian disampaikan kepada Mennteri, pelapor, teriapor, MPD, MPP dan pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia.

Apabila Notaris terlapor keberatan alas putusan sidang MPW, maka Notaris dapat mengajukan banding pad a tingkat Majelis Pengawas Pusat

c. Majelis Pengawas Pusat (MPP)

Berwenang memberi cuti notaris untuk jangka waktu 1 tahun lebih.

Menindaklanjuti Notaris yang melakukan banding yang disampaikan melalui MPW.

MPP wajib melakukan Sidang Pemeriksaan dan Sidang Pengambilan Putusan yang terbuka untuk umum.

2.2.2 Pelanggaran terhadap Kode Etik Notaris

Beberapa contoh pelanggaran terhadap UUJN yang dilakukan oleh oknum Notaris dalam pembuatan akta-akta Notaris, yaitu :

1.      Akta dibuat tanpa dihadiri oleh saksl-saksl, padahal di dalam akta itu sendiri disebut dan dinyatakan "denqan dihadiri saksi-saksi"

2.      Akta yang bersangkutan tidak dibacakan oleh Notaris

3.      Akta yang bersangkutan tidak ditandatangai di hadapan Notaris, bahkan min uta Akta tersebut dibawa oleh orang lain dan ditandatangani oleh dan ditempat yang tidak diketahui oleh Notaris yang bersangkutan

4.      Notaris membuat akta diluar wilayah jabatannya, akan tetapi Notaris yang bersangkutan mencantumkan dalam akta tersebut seolah-oleh dilangsungkan dalam wilayah hukum kewenangannya atau seolah-oleh dilakukan di tempat kedudukan dari Notaris tersebut.

5.      Seorang Notaris membuka kantor cabang dengan cara sertiap cabang dalarn . waktu yang bersamaan melangsungkan dan memproduksi akta Notaris yang seolah-olah kesemua akta tersebut dibuat di hadapan Notaris yang bersangkutan.

Akibat hukum terhadap akta yang dibuat oleh Notaris yang telah rnelakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang Jabatan Notaris, yaitu kata Notaris tersebut tidak otentik dan akta itu hanya mempunyai kekuatan seperti akta yang dibuat di bawah tangan

apabila ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan. .

Pelanggaran terhadap UUJN seperti yang dicontohkan di atas, sudah mengakibatkan kerugian terhadap masyarakat atau pengguna jasa Notaris, bisa diajukan oleh masyarakat kepada Majelis Pengawas Daerah. Yang kemudian mekanismenya disesuaikan dengan UUJN. Dalam UUJN ditentukan sanksi-sanksi dalam Pasal 84 dan 85 bagi pelanggaran jabatan Notaris.

Kode etik Notaris yang diatur oleh organisasi Notaris yaitu !katan Notaris Indonesia (IN!) merupakan salah satu organisasi profesi jabatan Notaris yang diakui dan telah mempunyai cabang di seluruh Indonesia. Pelanggaran menurut Kode etik Notaris diatur dalam Pasal1 angka (9) yaitu :

Pelanggaran adalah perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh Perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan nolaris yang melanggar ketentuan Kode Etik dan/atu disiplin organisas;

Contoh pelanggaran terhadap kode etik Notaris oleh oknum Notaris dalam menjalankan jabatannya, yaitu :

1.      Notaris menempatkan pegawai/asistennya di suatu tempat tertentu antara lain : di kantor perusahaan. kantor bank yang menjadi klien Notaris tersebut, untuk memproduksi akta-akta yang seolah-oleh sam a dengan dan seperti akta yang memenuhi syarat forma!

2.      Notaris lebih banyak waktu melakukan kegiatan diluar kantornya sendiri, dibandingkan dengan apa yang dilakukan di kantor serta wilayah jabatannya

3.      Beberapa oknum Notaris untuk memperoleh kesempatan supaya dipakai jasanya oleh pihak yang berkepentingan antara lain instansi perbankan dan perusahaan real estate, berperilaku tidak etis atau melanggar harkat dan martabat jabatannya yaitu : memberikan jasa- imbalan berupa uang komisi kepada instansi yang bersangkutan. bahkan dengan permufakatan menyetujui untuk dipotong langsung secara prosentase dari jumlah honorarium. Besarnya cukup bahkan ada yang sampai 60%. Atau mengajukan permohonan seperti dan semacam rekanan dan menandatangani suatu perjanjian dengan instansi yang sebetulnya adalah klien dari Notaris itu sendiri dengan syarat-syarat yang ditentukan oleh instansi tersebut.

Taktik banting harga yang terjadi di kalangan Notaris diakibatkan oleh Penumpukkan penempatan Notaris di suatu daerah tertentu. Hal ini menjadikan persaingan tidak sehat diantara kalangan Notaris. Hal ini akibat makin ketatnya persaingan pad a profesi jabatan Notaris, sejalan dengan banyaknya berdiri praktikpraktik Notaris baru, oleh karena itu untuk menyiasati kondisi yang sedemikian sebagian Notaris memasang tariff untuk jasanya dengan harga dibawah standar.

Berdasarkan contoh di atas, rnasalah yang paling mendasar adalah etika dan moral seorang Notaris, yang notabene adalah seorang pejabat umum. Kalau menyangkut etika dan moral, sulit mengaturnya dalarn bentuk peraturan, balk di tingkat kode etik maupun tingkat peraturan umum. Itu benar-benar menyangkut pribadi Notaris yang bersangkutan. Oampak dari kasus tersebut para Notaris telah menyelewengkan tugas jabatannya dan mengambil pekerjaan di luar wewenangnya.

2.2.3 Sanksi

Sanksi dalam Kode Etik tercantum dalam pasal 6 :

1.      Sanks; yang dikenakan terhadap anggota yang melakukan pefanggaran Kode Etik dapat berupa :

  1. teguran

  1. peringatan

  1. schorsing (pemecatan sementara) dari keanggotaan perkumpulan

  1. onzetfing ( pemecatan) dari keanggotaan perkumpulan

  1. Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan Perkumpufan

2.      Penjatuhan senksi-senksi sebagaimana terurai di atas terhadap anggota yang melanggar kode etik disesuaikan dengan kualitas pelanggaran yang dilakukan anggota.

Yang dimaksud sebagai sanksi adalah suatu hukuman yang dimaksudkan sebagai sarana, upaya dan alat pemaksa ketaatan dan disiplin anggota perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris dalam menegakkan kode etik dan disiplin organisasi.

Penjatuhan sanksi terhadap anggota yang melakukan pelanggaran terhadap kode etik Notaris dilakukan oleh Dewan Kehormatan yang merupakan alat perlengkapan perkumpulan yang berwenang melakukan pemeriksaan atas pelanggaran kode etik termasuk didalamnya juga menjatuhkan sanksi kepada pelanggarnya sesuai dengan kewenangan masing-masing (termuat dalam Pasal B)

Terhadap pelanggaran Notaris dilakukan pengawasan oleh organisasi Notaris yaitu Ikatan Notaris Indonesia (INI) terhadap anggotanya, yang secara langsung mengontrol Notaris yang dilakukan oleh Dewan Kehormatan, yang dalam Pasal 1 angka (8) Kode Etik Notaris :

Dewan Kehormatan ada/ah a/at perlengkapan Perkumpulan sebaga; suatu badan atau lembaga yang mandiri dan bebas dari keberpihakan da/am Perkumpulan yang bertugas untuk :

  1. melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan anggota dalam menjunjung tinggi Kode Etik,

  1. memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan kode etii: yang bersifat internal atau yang tidak mempunyai kaitan dengan kepentingan rnasyarakatsecara~ngsung

  1. rnemberikan saran dan pendapat kepada Majelis Pengawas atas dugaan pe/anggaran kode etik dan jabatan Notaris

Dewan Kehormatan memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan kode etik yang sifatnya "internal" atau yang tidak mempunyai kaitan dengan kepentingan masyarakat secara langsung (pasal 1 ayat 8 bagian a)

Pemeriksaan dan penjatuhan sanksi pada tingkat pertama dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan Daerah yang baru akan menentukan putusannya mengenai terbukti atau tidaknya pelanggaran kode etik serta penjatuhan sanksi terhadap pelanggarnya, setelah mendengar keterangan dan pembefaan diri dari keperluan itu. Bila dalam putusan sidang dewan kehormatan daerah terbukti adanya pelanggaran kode etik, maka sidang sekaligus "menentukan sanksi" terhadap pefanggarnya. (pasal 9 ayat (5)).

Sanksi teguran dan peringatan oleh Dewan Kehormatan Daerah tidak wajib konsultasi dahulu demgan Pengurus Daerahnya, tetapi sanksi pemberhentian sementara (schorsing) atau pemecatan (onzetting) adri keanggotaan diputusakan dahulu dengan pengurus Dasarnya (Pasaf 9 ayat (8)

Pemeriksaan dan penjatuhan sanksi pada tingkat banding dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan Wilayah (Pasal 10). Putusan yang berisi penjatuhan sanksi pemecatan sementara (schorsing) atau pemecatan (onzetting) dari keanggotaan perkumpulan dapat diajukan/dimohonkan banding kepada Dewan Kehormatan Wilayah. Apabila pemeriksaan dan penjatuhan sanksi dalam tingkat pertama telah dilakukan oleh Dewan Kehormatan Wilayah, berhubung pada tingkat kepengurusan daerah yang bersangkutan belum dibentuk Dewan Kehormatan Daerah, maka keputusan Dewan Kehormatan Wilayah tersebut merupakan keputusan tingkat banding.

Pemeriksaan dan Penjatuhan saksi pad a tingkat terakhir dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan Pusat (pasal 11). Putusan yang berisi penjatuhan sanksi pemecatan sementara (schorsing) atau pemecatan (onzetting) dari keanggotaan perkumpulan yang dilakukan oleh Dewan Kehormatan Wilayah dapat diajukanl dimohonkan pemeriksaan pada tingkat terakhir kepada Dewan Kehormatan Pusat.

Eksekusi atas sanksi-sanksi dalam pelanggaran kode etik berdasarkan putusan yang ditetapkan oleh dewan Kehormatan Daerah, dewan Kehorrnatan Wilayah maupun yang ditetapkan oleh Dewan Kehormatan Pusat dilaksanakan oleh Penqurus Daerah.

Dalam hal pemecatan sementara secara rind tertuang dalam pasal 13.

Dalam hal pengenaan sanksi pemecatan sementara (schor sing) demikian juga sanksi onzetting maupun pemberhentian dengan tidak hormat sebagai anggota perkumpulan terhadap pelanggaran sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 13 diatas wajib diberitahukan oleh Pengurus Pusat kepada Majelis Pengawas Daerah (MPD) dan tembusannya disampaikan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

III. KESIMPULAN

Notaris merupakan pejabat umum yang membuat akta otentik yang dibutuhkan oleh masyarakat. Diperlukan tanggung jawab terhadap jabatannya, sehingga diperlukan lembaga kenotariatan untuk mengatur perilaku profesi notaris tersebut. Pada hakekatnya Kode Etik Notaris adalah merupakan penjabaran lebih lanjut apa yang diatur dalam Undang-undang Jabatan Notaris , mengingat Notaris dalarn melaksanakan jabatannya harus tunduk dan mentaati seqala ketentuan dalam Undang-undang yang mengatur jabatannya.


Yang tercantum dalam kode etik notaris yang dibuat oleh organisasi INI yang merupakan satu-satunya organisasi notaris yang berbadan hukum sesuai dengan UUJN. Artinya seluruh notaris wajib tunduk kepada Kode Etik Notaris.

DAFTAR PUSTAKA:

Buku - buku:

·        Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, Citra Aditya 8akti, Bandung,1997
·        GHS Lukman Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1999.
·        Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1993.
·        Komar Andasasmita, Masa/ah Hukum Perdata Nasiona//ndonesia, Alumni, Bandung, 1983
·        Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi Notaris Da/am Penegakan Hukum Pidana, Bigraf Publishing, Yogyakarta, 1995

Perundang-undangan :
·        Undang uridang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar