Sabtu, 28 Mei 2011

PENELITIAN ILMU HUKUM NORMATIF


1. Pengertian Penelitian Ilmu Hukum Normatif

Hukum dapat diartikan sebagai norma tertulis yang dibuat secara resmi dan diundangkan oleh pemerintah dari suatu masyarakat. Di samping hukum yang tertulis tersebut terdapat norma di dalam masyarakat yang tidak tertulis tetapi secara efektif mengatur perilaku para anggota masyarakat. Norma tersebut pada hakekatnya bersifat kemasyarakatan, dikatakan demikian karena norma selain berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat juga merupakan hasil dari kehidupan bermasyarakat. Norma merupakan manifestasi dari sistem nilai yang dianut oleh masyarakat yang bersangkutan. Melalui sosialisasi yang panjang norma-norma tersebut diinternalisasikan pada seluruh anggota masyarakat.

Norma atau kaidah berisi kehendak yang mengatur perilaku seseorang, sekelompok orang, atau orang banyak dalam hubungannya dengan orang lain atau dengan makhluk lain, dan alam sekelilingnya. Di dalam kehidupan manusia terdapat berbagai macam norma seperti; norma moral, norma susila, norma etika, norma agama, norma hukum, dan lain-lain. Di antara norma-norma tersebut norma hukum merupakan norma yang paling kuat berlakunya, karena bagi pelanggarnya dapat diancam sanksi pidana atau sanksi pemaksa oleh kekuasaan negara, oleh karena itu norma hukum mempunyai sifat keberlakuan yang heteronom sedang norma-norma lain mempunyai sifat keberlakuan yang otonom.

Norma hukum sebagaimana halnya dengan norma-norma lainnya tersusun secara hierarkis dan berjenjang ke atas berhadapan dengan norma hukum yang membentuknya, dan ke bawah berhadapan dengan norma hukum yang dibentuknya. Susunan tersebut berpuncak pada norma tertinggi yang disebut sebagai norma dasar yang tidak dibentuk oleh norma yang lebih tinggi lagi, melainkan ditetapkan terlebih dahulu oleh masyarakat yang bersangkutan. Norma hukum berisi kehendak yang dikategorikan dengan Das Sollen, yaitu suatu kategori yang bersifat imperatif. Kehendak itu dapat berupa suruhan atau larangan, dan dapat juga berupa pembebasan dari suruhan atau pengecualian dari larangan.

Norma hukum selain berfungsi mengatur perilaku, juga berfungsi memberi kuasa kepada norma hukum lain untuk mengatur perilaku atau berfungsi mengubah atau mengganti norma hukum lain, menurut Bruggink (1996:100), norma hukum sebagai norma perilaku berisi:
(a)    Perintah (gebod); yaitu kewajiban masyarakat untuk melakukan sesuatu.
(b)   Larangan (verbod); yaitu kewajiban masyarakat untuk tidak melakukan sesuatu.
(c)    Pembebasan/Dispensasi (vrijfstelling); yaitu pembolehan khusus untuk tidak melakukan sesuatu yang secara umum diharuskan.
(d)   Izin (toestemming); yaitu pembolehan (perkenan) atau pengecualian khusus untuk melakukan sesuatu yang secara umum dilarang.

Muatan norma hukum yang mengatur perilaku ini dapat dilihat dari dua sisi: Pertama, dilihat dari orang-orang yang diatur perilakunya, pada tataran ini norma bersifat umum dan individual. Kedua, dilihat dari perilaku yang diaturnya, pada tataran ini norma bersifat abstrak dan konkrit. Dengan demikian muatan norma hukum yang sifatnya umum dan abstrak dirumuskan dalam undang-undang dan norma hukum yang sifatnya konkrit dan individual dimuat dalam Keputusan Tata Usaha Negara.

Selanjutnya menurut Hart sebagaimana dikutip Bruggink (1996:102), disamping norma perilaku terdapat sekelompok norma yang menentukan sesuatu berkenaan dengan kaidah perilaku itu sendiri yang disebut dengan meta norma, yaitu:
a)      Norma Pengakuan (Rules of Recognition); yaitu norma yang menetapkan norma perilaku mana yang di dalam suatu masyarakat hukum tertentu harus dipenuhi.
b)      Norma Perubahan (Rules of Change); yaitu norma yang menetapkan bagaimana sesuatu norma perilaku dapat diubah.
c)      Norma Kewenangan (Rules of Adjudication); yaitu norma yang menetapkan oleh siapa dan dengan melalui prosedur yang mana norma perilaku ditetapkan dan bagaimana suatu kaidah perilaku harus diterapkan jika dalam suatu kejadian tertentu terdapat ketidakjelasan.

Norma hukum berhubungan dengan asas-asas hukum, hubungan tersebut terletak dalam proses pembentukan norma hukum, sebab asas-asas hukum sebagai ketentuan moral mempengaruhi pembentukan hukum, jadi norma hukum bertumpu pada asas hukum.

Mengenai asas hukum ada perbedaan pendapat di kalangan ilmuwan hukum, pendapat pertama menyatakan bahwa asas hukum merupakan bagian dari sistem hukum. Jadi sebagaimana halnya norma hukum maka asas hukum mengikat masyarakat, pendapat kedua menyatakan asas hukum tidak merupakan bagian dari sistem hukum, karenanya tidak mengikat masyarakat. Terlepas dari pandangan mana yang dianut, tidak dibahas lebih lanjut dalam buku ini, sebab kedua pendapat tersebut baik pendapat pertama maupun kedua, sama-sama merupakan bidang kajian dari penelitian ilmu hukum normatif.

Penelitian ilmu hukum normatif sejak lama telah digunakan oleh ilmuwan hukum untuk mengkaji masalah-masalah hukum.

Penelitian ilmu hukum normatif meliputi pengkajian mengenai:
(a) Asas-asas hukum;
(b) Sistematika hukum;
(c) Taraf sinkronisasi hukum;
(d) Perbandingan hukum;
(e) Sejarah hukum.

Salah satu contoh adalah seperti yang dikemukakan oleh Sumitro (1983:10); Penelitian berupa inventarisasi perundang-undangan yang berlaku, berupaya mencari asas-asas atau dasar falsafah dari perundang-undangan terse-but, atau penelitian yang berupa usaha penemuan hukum yang sesuai dengan suatu kasus tertentu.

Karakteristik utama penelitian ilmu hukum normatif dalam melakukan pengkajian hukum adalah:
(a)      Sumber utamanya adalah bahan hukum bukan data atau fakta sosial, karena dalam penelitian ilmu hukum normatif yang dikaji adalah bahan hukum yang berisi aturan-aturan yang bersifat normatif. Bahan-bahan hukum tersebut terdiri dari:

Ø      Bahan Hukum Primer:
-Peraturan Perundang-undangan;
-Yurisprudensi:
-Traktat, Convensi yang sudah diratifikasi;
-Perjanjian-perjanjian keperdataan para-pihak;
-dan sebagainya.

Ø      Bahan Hukum Sekunder:
-Buku-buku ilmu hukum;
-Jurnal ilmu hukum;
-Laporan penelitian ilmu hukum;
-Artikel ilmiah hukum; dan
-Bahan seminar, lokakarya, dan sebagainya.

(b)     Pendekatannya Yuridis Normatif
Dalam penelitian atau pengkajian ilmu hukum normatif, kegiatan untuk menjelaskan huk um tidak diperlukan dukungan data atau fakta-fakta sosial, sebab ilmu hukum normatif tidak mengenal data atau fakta sosial yang dikenal hanya bahan hukum, jadi untuk menjelaskan hukum atau untuk mencari makna dan memberi nilai akan hukum tersebut hanya digunakan konsep hukum dan langkah-langkah yang ditempuh adalah langkah normatif.

(c)      Menggunakan Metode Interpretasi
Dalam pengkajian atau penelitian ilmu hukum normatif digunakan metode interpretasi untuk memaparkan atau menjelaskan hukum tersebut, metode interpretasi yang digunakan terdiri dari:
-Interpretasi gramatikal;
-Interpretasi sistematis;
-Interpretasi historis;
-Interpretasi perbandingan hukum;
-Interpretasi antisipasi;
-Interpretasi ideologic.

(d)     Analisisnya Yuridis Normatif
Dalam pengkajian atau penelitian ilmu hukum normatif, kegiatan analisisnya berbeda dengan cara menganalisis ilmu hukum empiris, dalam pengkajian ilmu hukum normatif, langkah atau kegiatan melakukan analisis mempunyai sifat yang sangat spesifik atau khusus, kekhususannya di sini bahwa yang dilihat adalah apakah syarat-syarat normatif dari hukum itu sudah terpenuhi atau belum sesuai dengan ketentuan dan bangunan hukum itu sendiri.

(e)     Tidak Menggunakan Statistik
Penelitian atau pengkajian ilmu hukum normatif tidak menggunakan statistik, karena penelitian ilmu hukum normatif merupakan penelitian atau pengkajian yang sifatnya murni hukum.

(f)       Teori Kebenarannya Pragmatic
Teori kebenaran penelitian ilmu hukum normatif adalah kebenaran pragmatic artinya dapat bermanfaat secara praktis dalam kehidupan masyarakat.

(g)     Sarat Nilai
Sarat nilai artinya ada pengaruh dari subyek, sebab menurut pandangan penganut ilmu hukum normatif justru dengan adanya pengaruh penilaian itulah sifat spesifik dari ilmu hukum normatif dapat diungkap.

Dengan melihat karakteristik penelitian ilmu hukum normatif tersebut di atas, dapat diketahui bahwa hal yang paling prinsip dan mendasar dalam penelitian ilmu hukum normatif, adalah bagaimana seorang peneliti menyusun dan merumuskan masalah penelitiannya secara tepat dan tajam, serta bagaimana seorang peneliti memilih metoda untuk menentukan langkah-langkahnya dan bagaimana ia melakukan perumusan dalam membangun teorinya.


2. Pendekatan Penelitian Ilmu Hukum Normatif

Pengertian yuridis diartikan sebagai sesuatu yang sesuai dengan persyaratan keahlian hukum. Istilah yuridis itu sendiri berasal dari bahasa Romawi kuno, yaitu Yuridicus. Pada masa kejayaan kerajaan Romawi hampir semua daratan eropa berada di bawah kekuasaannya, oleh karena itu hukum yang berlaku di daratan eropa sangat dipengaruhi oleh hukum Romawi. Istilah Yuridicus dalam hukum Romawi berkembang pula di Perancis yang dikenal dengan istilah "Yuridique" dan di Belanda disebut dengan istilah Yuridisch yang artinya menurut hukum (Arief, 1995:202).

Mengacu pada pengertian yang demikian ini pendekatan yuridis pada hakekatnya menunjuk pada suatu ketentuan, yaitu harus terpenuhi tuntutan secara keilmuan hukum yang khusus yaitu ilmu hukum dogmatik. Ukuran yang digunakan untuk melihat atau untuk menentukan apakah suatu permasalahan hukum konkrit telah memenuhi kriteria yuridis atau tidak (Koesnoe, 1992) harus dilihat dari empat macam karakteristik, yaitu: dari sudut sistem ilmiahnya, sistem normatifnya, sistem pendekatannya dan dari sistem interpretasinya. Untuk lebih jelasnya pengertian terhadap keempat ukuran tersebut akan diuraikan di bawah ini.

1. Sistem Ilmiahnya
Maksudnya ialah bahwa setiap tata hukum dari suatu bangsa bersifat tersendiri, karenanya setiap tata hukum nasional sifatnya. Ilmu hukum positif yang obyeknya ketentuan-ketentuan hukum positif dari suatu tata hukum juga nasional sifatnya, oleh karenanya tinjauan atas suatu perkara atau isi hukum, dapat dinilai sudah tepat atau tidal,,, secara yuridis. Cara mengukurnya ialah dengan mengkaji apakah sudah terpenuhi atau tidak tuntutan dan persyaratan dari ilmu hukum positif itu. Dalam penelitian ilmu hukum normatif tuntutan atas persyaratan keilmuan yang harus dipenuhi adalah:

(a)     Dalam membangun konsep harus beranjak dan berpegang teguh pada hakekat keilmuan itu sendiri, yaitu ilmu hukum normatif atau ilmu hukum positif.

(b)     Hakekat keilmuan ilmu hukum normatif itu dilihat dari dua sudut pandang, yaitu:
Ø      Dari sudut filsafat ilmu dengan menggunakan pandangan Hukum Normatif;
Ø      Dari sudut teori Hukum meliputi tiga lapisan ilmu Hukum, yaitu:
-dogmatik hukum;
-teori hukum; dan
-filsafat hukum.

(c)     Langkah-langkahnya harus langkah kajian ilmu hukum normatif, yaitu: Diawali perumusan masalah atau penetapan isu hukum, kemudian diikuti penetapan metode dan perumusan teori.

(d)     Pemilikan metode yang digunakan harus sesuai dengan metode ilmu hukum normatif.

(e)     Perumusan teori. Dalam merumuskan teorinya mengacu pada penalaran hukum dan penalaran itu bertumpu pada aturan berpikir yang dikenal dalam logika_

(f)       Sifatkeilmuan hukumnya meliputi:
Ø      Proses yaitu prosesnya harus bersifat ilmiah.
Ø      Produk yaitu produknya ilmu.
Ø      Produsen yaitu melahirkan konsensus di antara sesama kolega, artinya hasil penelitian itu memperoleh persetujuan atau pengakuan dari kalangan ilmuwan hukum itu sendiri.

(g)     Teori kebenarannya pragmatic, yaitu kebenarannya mementingkan berfungsinya teori keilmuan secara memuaskan, atau dengan kata lain ber-guna dalam hal-hal praktis.

(h)     Hasil pengkajian berupa argumentasi hukum dan akhirnya diarahkan pada perumusan teori.


2. Sistem Normatifnya

Maksudnya ialah bahwa tinjauannya itu berangkat dan memfokuskan diri, pada ketentuan hukum positif tata hukum yang menguasai perkara atau isu hukum yang bersangkutan. Artinya berada dalam kerangka kemauan dan maksud dari tata hukum yang bersangkutan. Untuk melihat sistem normatif dari ilmu hukum harus dipahami terlebih dahulu ciri-ciri atau karakter ilmu hukum normatif tersebut seperti dikatakan oleh Meuwissen (1994:26-28), yaitu:

a)      Bersifat analitis, artinya tidak semata-mata menjelaskan, akan tetapi juga memaparkan dan menganalisis isi dan struktur hukum positif yang berlaku.

b)      Bersifat terbuka atau open system, artinya karena ilmu hukum normatif mensistematisasi gejala-gejala hukum yang dipaparkan dan dianalisis, maka hal itu merupakan pengembangan yang mengarah pada suatu sistem hukum yang logis dan konsisten.

c)      Bersifat hermeneutic, artinya berusaha menjelaskan makna yang terkandung dalam aturan hukum itu.

d)      Bersifat normatif, artinya selain obyeknya norma, ilmu hukum normatif juga memiliki dimensi penormaan.

e)      Memiliki arti praktis, maksudnya apa yang dikemukakan ilmu hukum normatif berkaitan dengan penerapan praktis dari hukum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar