Bisnis adalah salah satu jenis pekerjaan yang halal. Pelaku bisnis biasanya disebut bisnismen atau pengusaha. Tetapi ada juga yang menyebut dengan panggilan saudagar, bahkan juga ada yang menyebut juragan. Dikenal juga sebutan pedagang, ini biasanya spesifik untuk menyebut mereka yang berkecimpung dalam perdagangan yang merupakan salah satu dari cabang kegiatan bisnis.
Tak ada persyaratan khusus untuk menjadi bisnismen. Juga tak ada semacam sertifikasi yang dibutuhkan untuk menjadi bisnismen. Semua orang pada dasarnya boleh dan bisa menjadi bisnismen.
Lalu, apakah kalau pejabat, dalam hal ini PNS (Pegawai Negeri Sipil) juga boleh berbisnis ?.
Jika mengacu pada UU nomer 40 tahun 2007 tentang pendirian PT (Perseroan Terbatas) maka disitu tidak ada yang secara eksplisit melarang PNS menjadi pemilik sahamnya.
Tapi, jika mengacu pada PP nomer 30 tahun 1980, maka setidaknya ada beberapa larangan bagi PNS terkait denga soal bisnis.
Diantaranya yaitu :
• Memiliki saham suatu perusahaan yang kegiatan usahanya tidak berada dalam ruang lingkupkekuasaannya yang jumlah dan sifat pemilikan itu sedemikian rupa sehingga melalui pemilik saham tersebut dapat langsung atau tidak langsung menentukan penyelenggaraan atau jalannya perusahaan.
• Memiliki saham/modal dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada dalam ruang lingkup kekuasaannya.
• Melakukan kegiatan usaha dagang baik secara resmi, maupun sambilan, menjadi direksi, pimpinanatau komisaris perusahaan swasta bagi yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/A ke atas atauyang m eman gku jabatan eselon I.
• Bertindak selaku perantara bagi sesuatu pengusaha atau golongan untuk mendapatkan pekerjaan ataupesanan dari kantor / instansi Pemerintah.
Lalu, apakah kalau keluarga pejabat, dalam hal ini anak dan kerabatnya diperbolehkan berbisnis ?.
Sejauh yang diketahui, tidak ada UU atau PP atau peraturan lainnya yang secara eksplisit melarang keluarga pejabat untuk berbisnis.
Bahkan pendapat Presiden SBY, menurut sumber berita yang dapat dibaca langsung dengan mengklik di sini dan di sini serta di sini , juga sependapat jika keluarga pejabat itu tidak dilarang dan tidak dihalang-halangi untuk berbisnis, asalkan tidak melanggar peraturan.
Presiden SBY di Istana Negara pada hari Kamis tanggal 15 Januari 2009 yang telah lalu, dalam pidatonya mengatakan bahwa “Tidak adil dan tidak boleh menghalang-halangi bisnis keluarga pejabat karena mereka punya hak untuk berbisnis. Yang penting jangan melanggar aturan”.
Jadi jelas bahwa keluarga pejabat boleh berbisnis, apalagi jika semenjak sedari dulu sebelum menjabat sebagai pejabat negara memang keluarganya sudah berbisnis.
Sekalipun begitu, ada juga beberapa kalangan yang sependapat namun mengingatkan bahwa bisnis keluarga pejabat negara itu ada potensi kerawanan akibat dari timbulnya konflik kepentingan.
Potensi kerawanan semakin menguat apabila keluarganya itu baru memulai kegiatan bisnisnya setelah menjabat sebagai pejabat Negara.
Selain dari pada itu, kerawanan juga dapat timbul apabila kegiatan bisnis keluarganya itu berada dalam ruang lingkup kekuasaannya.
Sejalan dengan itu, dalam pidatonya tersebut, Presiden SBY juga memperingatkan apabila bisnis keluarga pejabat itu sudah memasuki wilayah APBN dan APBD maka pelaksanaannya harus diawasi secara ketat.
“Oleh karena itu, saya juga meminta bisnis keluarga pejabat itu kalau sudah memasuki wilayah APBN dan APBD harus kita teropong”, kata Presiden SBY.
“Tidak ada satu pun yang kebal terhadap pengawasan ini”, tambah Presiden SBY.
Kerawanan sebenarnya tak hanya dapat ditimbulkan oleh hal-hal yang telah tersebut diatas. Masih ada potensi lain yang tak kalah urgennya, salah satu adalah jika kemudian skala usaha bisnis keluarga pejabat negara itu dalam waktu singkat menjelma menggurita setelah pejabat negara yang bersangkutan itu menjabat.
Perihal ini Presiden SBY, menurut sumber berita yang dapat dibaca langsung dengan mengklik di sini dan di sini , pada hari Kamis tanggal 4 Juni 2009 yang telah lalu menegaskan bahwa Gurita Bisnis Keluarga Pejabat di Pemerintah dapat membuat jatuh negara.
“Ingat kerajaan dan gurita bisnis keluarga pejabat di pemerintah lalulah yang membikin semakin jatuh negara kita”, kata Presiden SBY.
Sebenarnya jika direnungkan, inti dari peringatan Presiden SBY itu pada hakikatnya tetap menyoroti di soal kerawanan timbulnya konflik kepentingan (vested of interest) yang ditimbulkan dari kegiatan bisnis keluarga pejabat Negara.
Soal adanya konflik kepentingan ini, sesungguhnya tak hanya dapat ditimbulkan oleh kegiatan bisnis, namun kegiatan dari lembaga yang pada hakikatnya adalah nirlaba pun juga berpotensi sama.
Salah satunya adalah di seputar lembaga nirlaba dalam bentuk yayasan. Mengingat sejarah di masa lalu telah mengajarkan bahwa yayasan pun dapat menimbulkan konflik kepentingan lantaran keberadaan dari yayasan itu digunakan sebagai wadah dari hubungan simbiosis mutualisme antara pengusaha dan pejabat negara dalam rangka mempertahankan usaha bisnis mereka.
Bahkan juga tak tertutup kemungkinan digunakan juga untuk melanggengkan kekuasaan jabatannya.
Alkhirulkalam, ternyata bukan sesuatu yang mudah untuk menyelaraskan dan menyeimbangkan antara hak asazi para pejabat negara dalam berusaha dan berbisnis dengan kepentingan negara agar tak menimbulkan konflik kepentingan yang pada akhirnya akan merugikan negara dan tentunya juga rakyatnya.
Berkait dengan itu, bagaimanakah pendapat dari pembaca sekalian, tentang bisnis keluarga pejabat negara ini ?.
Catatan Kaki :
Sumber bacaan terkait, ‘Mencari Relevansi Buku Gurita Cikeas’ dapat dibaca dengan mengklik di sini, dan ‘Waspadai Yayasan yang Didirikan oleh Penguasa’ dapat dibaca dengan mengklik di sini, serta ‘Demokrat dan Golkar serta PDIP’ dapat dibaca dengan mengklik di
http://polhukam.kompasiana.com/2010/01/08/demokrat-dan-golkar-serta-pdip/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar