(diadopsi dari catatan bro Patrick)
Bertempat di Hotel Inna Grand Bali Beach - Sanur pada tanggal 29 Januari 2010 lalu pada pukul 9.30 acara Pembekalan dan Penyegaran Pengetahuan bagi anggota Ikatan Notaris Indonesia dibuka oleh Bapak Patrialis Akbar selaku Menteri Hukum dan HAM RI.
Dalam sambutannya salah satu point yang diutarakan oleh Bapak Menteri dalam kaitan program kerja 100 hari, Departemen Hukum dan HAM telah menyelenggarakan pelatihan SABH yang diikuti oleh lebih dari 2000 orang, sungguh suatu prestasi yang patut diberi penghargaan ( untuk itu pihak MURI telah memberikan sertipikatnya ).
Selain memangkas prosedure yang bertele-tele di Departemen soal penerbiatan Surat Keputusan pengangkatan notaris, Bapak Menteri juga menjanjikan penerbitan Surat Keputusan Pengesahan Badan Hukum PT dalam jangka waktu 7 hari sejak berkas diterima oleh Sistem Administrasi Badan Hukum.
Dalam acara ini oleh Bapak Menteri diresmikan pula penggunaan aplikasi baru dalam pengesahan Badan Hukum PT melalui sistem SABH New Generation !
Sungguh perlu diberikan applaus panjang untuk perjuangan yang dilakukan oleh Bapak Freddy Harris selaku Ketua Team Restrukturisasi Sisminbakum (yang akan berganti nama sebagai Team Pengelola SABH) selama ini !!
Walaupun SABH New Generation telah diresmikan pada tanggal 29 Januari 2010, namun pelaksanaan peralihan dari sistem sisminbakum yang lama ke yang baru akan dilaksanakan mulai bulan April 2010; adapun tenggang waktu 2 bulan ini akan dipergunakan untuk mensosialisasikan teknis penggunaan SABH NG.
Diharapkan keterlibatan Pengwil dan Pengda INI dalam mensosialisasikan SABH NG kepada para anggotanya !
Setelah acara pembukaan oleh Bapak Menteri, acara selanjutnya dimulai dengan materi yang sangat menarik yaitu Implikasi UU ITE ( UU 11/2008 ) bagi pelaksanaan tugas jabatan Notaris; yang dibawakan oleh Dirjen Aplikasi Telematika Depkominfo dan dimana disimpulkan bahwa:
1. Notaris memiliki peranan penting dalam transaksi elektronik;
2. UU yang ada belum memungkinkan sistem pembuatan akta Notaris yang dibuat secara elektronik;
3. Notaris dapat berperan dalam lingkup Certification Authority;
4. Perlu dibentuk peraturan perundang-undangan yang lebih tegas untuk mendukung peran notaris tersebut.
Sungguh perlu diberikan penghargaan bagi perjuangan rekan Fardian (Ketua Bidang Informasi dan Teknologi INI Pusat ) dalam memperjuangkan eksistensi notaris dalam perkembangan kemajuan informasi teknologi !
Penulis sendiri berpendapat bahwa ada hal-hal yang demi efisiensi tidak membutuhkan sarana kertas ( paperless), namun ada hal-hal tertentu harus tetap dipertahankan pemakaian sarana kertas ( antara lain Akta Otentik yang dibuat dihadapan atau oleh Notaris; kalau tidak demikian lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya, terutama bagi Notaris itu sendiri ).
Satu prinsip dasar yang tidak dapat diubah mengenai sah atau tidaknya suatu akta otentik adalah sang notaris harus berwenang ditempat akta tersebut dibuat !
Seandainyapun kelak wacana pembuatan akta otentik dihadapan atau oleh notaris dapat dilakukan oleh seorang notaris, maka yang pertama-tama perlu di ubah adalah wilayah jabatan seorang notaris yaitu disamping notaris mempunyai wilayah jabatan diseluruh wilayah propinsi tempat kedudukannya, ia juga harus berwenang di dunia cyber/maya/siber :).
Dari seluruh materi yang disajikan dalam pertemuan tersebut ada hal lain yang perlu dicermati bersama perihal kebijakan Pemerintah di bidang Notaris bahwa pengangkatan seorang Notaris didasarkan akan kebutuhan di suatu daerah dengan melihat jumlah penduduk diwilayah tersebut. Patokan yang dipakai oleh Menteri Hukum adalah jumlah penduduk di Kabupaten Dogiyai, Propinsi Papua yaitu 11.091 orang; ini berarti disetiap wilayah yang berpenduduk 11.091 dapat diangkat 1 notaris. Sehingga jika data Kependudukan 20 Nop 2008 digunakan ( penduduk Indonesia sejumlah 232.878.023 orang) , maka sesuai Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI tgl 6 Juli 2009 nomor M.HH-05.AH.02.11.Tahun 2009 ttg Formasi Jabatan Notaris - Indonesia membutuhkan 21.055 notaris.
Berdasarkan data 31 Desember 2009 di seluruh Indonesia telah diangkat 9.548 notaris; sehingga masih terdapat kekurangan sejumlah 11.507 notaris.
Pertanyaannya: Sudah bijakkah kebijakan tersebut ???
Penulis berpendapat sungguh kurang bijak jika pedoman/patokan untuk mengangkat seorang notaris di suatu daerah hanya semata-mata didasarkan pada jumlah penduduk di daerah tersebut.
Adalah lebih bijak jika Pemerintah ( dhi Menteri Hukum ) menimbangnya berdasarkan kemampuan ekonomis penduduk di daerah tersebut, dengan patokan bahwa di setiap Kabupaten atau Kota di seluruh wilayah RI wajib diangkat sekurang-kurangnya 1 notaris.
Di sisi lain terbuka kesempatan yang besar bagi Universitas2 di Indonesia untuk membuka Program Magister Kenotariatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Satu isu lagi yang perlu diperhatikan bersama adalah telah rampungnya Peraturan Menteri yang mengatur tentang Perserikatan Perdata para Notaris dalam menjalankan jabatannya yang terdiri dari 7 Bab dan 21 pasal yang mengatur tentang tujuan perserikatan, persyaratan pendirian perserikatan, hak, kewajiban, tanggung jawab dan berakhirnya perserikatan, pengurus perserikatan, perubahan akta pendirian dan pembubaran perserikatan.
Sayang sekali para peserta tidak diberikan draftnya untuk disosialisasikan....
Semoga kebijakan ini dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya oleh para notaris di Indonesia yang akan terus semakin bertambah oleh adanya kebijakan Menteri Juli 2009 di atas.
Just wait and see...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar