CATATAN KULIAH BAGIAN 5
CATATAN KULIAH BAGIAN 5
Bagian satu
Keterangan umum
Bab ini berhubungan erat dengan bab terdahulu (VII), oleh karena dalam Bab itu diterangkan dasar dan sumber hukum tentang hukum orang dan keluarga, sedangkan dalam Bab VII A ini kita jumpai contoh-contoh aktanya.
Pada setiap, contoh, selain judul akta, juga ditunjukkan pasal-pasal undang-undang (BW) yang menyangkut isi akta itu. Keterangan atau-- penjelasan pasal-pasal ybs terdapat dalam BAB VII tsb, dengan maksud dan harapan agar bagi para pembaca lebih mudah memeriksa/mencocokkannya bila dianggap perlu.
Contoh Akta No. 1 sesuai dengan ketentuan dalam PJN dan dilengkapi dengan bagian awal akta, yang berbunyi:
"Pada hari ini, , tanggal ) menghadap
kepada saya, . . . . . , notaris di dengan dihadiri oleh para saksi yang, saya, notaris, kenal dan akan disebut pada bahagian akhir akta ini"
dan bagian akhir akta, yang berbunyi:
"DEMIKIAN AKTA INI
dibuat dan diselesaikan di pada hari dan tanggal
tersebut pada bahagian awal akta ini, dengan dihadiri oleh:
1. tuan/nyonya/nona (pekerjaan)
bertempat tinggal di Jalan nomor dan
2. tuan/nyonya/nona (pekerjaan)
bertempat tinggal di Jalan nomor sebagai saksi-saksi.
Setelah saya, notaris, membacakan akta ini kepada para penghadap dan para saksi, maka segera para penghadap, para saksi dan saya, notaris, menanda tangani akta ini.
Dibuat dengan gantian, coretan dan
tambahan",
sedangkan pada contoh-contoh No. 2 dan selanjutnya pada umum-nya hanya judul dan nomor akta serta potongan kalimat:
"Pada dst., menghadap dst." dan DEMIKIAN dst." saja, oleh karena sebagaimana diterangkan dalam Bab I bagian awal dan bagian akhir akta-akta notaris menurut keputusan Kongres Ikatan Notaris Indonesia ke-X, menjadi seragam.
Sebagaimana telah dijelaskan yang sama atau seragam dalam akta-akta notaris itu hanya bagian awal dan akhir akta saja, sedangkan mengenai isi dan praemissenya (bila ada), praktek menunjukkan ketidak-seragaman. Setiap Notaris memilih /mengikuti contoh (model) atau menciptakan sendiri atau masing-masing, baik susunan bahasa, bentuk maupun sistimatiknya, menurut selera masing-masing asalkan tidak melanggar atau bertentangan dengan peraturan hukum yang berlaku, dan isinya disesuaikan dengan keinginan ia/mereka yang menghendaki dibuatnya akta ybs.
Oleh karena itu, maka contoh-contoh akta yang penulis sajikan dalam tulisan ini hanya merupakan pedoman, petunjuk atau garis haluan (richtlijn) saja, sehingga dari pada contoh-contoh itu dapat dilakukan perubahan atau variasi bila dianggap perlu.
Dalam berbagai contoh, terutama dalam "relaasakten" penulis contohkan pula akhir-/penutup akta yang agak berlainan bunyinya dengan contoh tersebut.
Bagian dua
Contoh-contoh akta mengenai izin kawin d1l.
1. Dalam contoh ini diumpamakan kedua orang tua memberi izin kawin kepada anak mereka yang belum dewasa atau berumur belum genap 30 tahun (ps. 35 ayat 1/42 BW). Menurut ketentuan ps 6 (2) UU No. 1/1974 : 21 tahun.
Harus dengan akta otentik (Notaris atau Pegawai Catatan Sipil ex ps. 71 jo. 35 dst. BW).
IZIN KAWIN
Nomor: 1
Pada hari ini, Senin, tanggal dua Februari seribu Sembilan ratus delapan puluh satu (2 — 2 — 1981),
menghadap kepada saya, Abdi Masyarakat Zahid, Sarjana, --- Hukum, notaris di Bandung, dengan dihadiri oleh para saksi---- yang saya, notaris, kenal dan akan disebut pada bahagian
akhir akta ini,.
— Tuan A dan Nyonya B, suami-isteri, kedua-duanya pedagang dan bertempat tinggal di Bandung,
Jalan Aman nomor 17.
Para penghadap menerangkan dengan ini memberi izin kepada anak laki-laki mereka, tuan C, mahasiswa, dilahirkan di Bandung, pada tanggal lima Juni seribu sembilan ratus enam puluh dua (5 — 6 — 1962), bertempat tinggal di Bandung, Jalan Aman, nomor 17 tersebut, untuk melangsungkan perkawinan dengan nona D, tidak berjabatan, anak belum dewasa tuan E dan Nyonya F, suami isteri, kedua-duanya pengusaha pabrik tekstil dan bertempat tinggal di Jakarta, Jalan Sejahtera nomor 8 1).
Para penghadap telah dikenal oleh saya, notaris.
DEMIKIAN AKTA INI
dikeluarkan sebagai asli 2) dibuat dan diselesaikan di Bandung pada hari dan tanggal tersebut pada bahagian awal akta ini,
dengan dihadiri oleh:
1. tuan Atang, bertempat tinggal di Bandung, Jalan Mulus nomor 19,
2. nyonya Entin, bertempat tinggal di Bandung, Jalan Rahayu nomor 45,
kedua-duanya karyawan kantor notaris, sebagai saksi-saksi. Setelah saya, notaris, membacakan akta ini kepada para penghadap dan para saksi, maka segera para penghadap, para saksi dan saya, notaris, menanda tangani akta ini.
Dibuat tanpa gantian,' coretan atau tambahan.
(Tanda tangan para penghadap, para saksi dan notaris).
___________________
1) Di sini dapat pula ditambah dengan potongan kalimat, "dengan cara dan ketentuan menurut undang-undang yang berlaku untuk itu". (Logis).
2) in originali /brevet (ex ps. 35 PJN).
2. Dalam contoh ini diumpamakan hanya bapak yang memberi izin sedangkan ibu berkeberatan (atau sebab lain) (ps. 35 BW). Lihat catatan contoh no. 1.
Bandingkan dengan bunyi ayat (3) ps. 6 UU No. 1/1974.
IZIN KAWIN
Nomor: 2
Pada hari ini, dst.,
— tuan (pekerjaan/jabatan) bertempat
tinggal di
Penghadap menerangkan dengan ini memberi izin kepada anak perempuannya, nona ..... .... (pekerjaan /jabatan)
dilahirkan di pada tanggal untuk kawin dengan
I (pekerjaan /jabatan) dilahirkan di
pada tanggal , anak dari suami isteri tuan
dan nyonya kedua-duanya .... (pekerjaan /jabatan)
dan bertempat tinggal di Selanjutnya penghadap
menerangkan, bahwa kepada isterinya, yaitu nyonya ,
ibu anaknya tersebut di atas telah diminta dengan. seksama pula izin tersebut, akan tetapi isterinya itu telah menyatakan keberatannya 1).
Penghadap telah dikenal oleh saya, notaris.
DEMIKIAN dst.
3. Dalam contoh ini diumpamakan para kakek yang memberi izin, oleh karena kedua orangtua dari anak belum dewasa ybs. telah meninggal dunia (atau dalam keadaan tak mampu menyatakan kehendak mereka) (ps. 37 BW).
IZIN KAWIN
Nomor: 3
Pada hari ini, dst. menghadap dst.
1) Dapat pula karena alasan lain, misalnya terdapatnya salah seorang orang tua yang dipecat dari kekuasaan orangtua atau sebagai wali (sehingga izin kawin itu diberikan oleh Pengadilan Negeri), atau telah meninggal dunia, atau berada dalam keadaan tak mampu (ps. 35 BW).
1. tuan ......... (pekerjaan /jabatan) . . . ., bertempat tinggal di kakek dari pihak ayah, dan
2. tuan (pekerjaan /jabatan) bertempat
tinggal di kakek dari pihak ibu,
dari tuan (pekerjaan /jabatan) bertempat
tinggal di
Para penghadap telah dikenal oleh saya.
Para penghadap menerangkan lebih dahulu:
— bahwa cucu mereka tersebut di atas bermaksud me-
langsungkan perkawinan dengan nona anak
belum dewasa dari suami-isteri tuan dan
nyonya kedua-duanya (pekerjaan/
jabatan) dan bertempat tinggal di bahwa baik kedua orang tua, maupun para nenek
tuan tersebut di atas telah meninggal dunia,
demikian menurut akta-akta kematian tertanggal
nomor dari Kepala Kantor Catatan Sipil dst.;
bahwa para penghadap bersedia memberi izin kepada cucu mereka untuk melangsungkan perkawinannya itu.
Berhubung dengan apa yang telah diberitahukannya tersebut di atas, maka para penghadap selanjutnya menerangkan dengan ini memberi izin sepenuhnya kepada cucu mereka, tuan ,
untuk melangsungkan perkawinan yang dikehendakinya
dengan nona tersebut di atas, sesuai dengan peraturan
hukum yang berlaku untuk itu.
DEMIKIAN dst.
4. Contoh ini mengenai dicabutnya pencegahan (stuiting). Harus dengan akta notaris (otentik), bila tidak dengan putusan Hakim (ps. 70 BW).
Bandingkan dengan ketentuan ps. 18 dsb tentang Pencegahan Perkawinan (ps 13 s/d 21) UU No. 1/1974.
PENGHAPUSAN PENCEGAHAN
Nomor: 4
Pada hari ini, dst. menghadap dst.
tuan (pekerjaan/jabatan) bertempat ting-
gal di
Penghadap memberitahukan lebih dahulu:
bahwa ia secara sah telah mencegah perkawinan yang diniatkan oleh anaknya dst dengan
dst;
— bahwa ia sekarang hendak menghapuskan pencegahan tersebut di atas.
Berhubung dengan apa yang diterangkannya lebih dahulu itu, maka sekarang penghadap menerangkan, dengan ini menghapuskan pencegahan perkawinan yang diniatkan oleh anaknya, dengan tersebut di atas.
Penghadap telah dikenal oleh saya, notaris.
DEMIKIAN dst.
5. Dalam contoh ini diumpamakan seseorang memberi kuasa kepada seorang wakil khusus untuk melangsungkan perkawinan, karena calon pengantin ini berhalangan datang/hadir sendiri. Harus ada izin lebih dahulu dari Presiden dan dengan akta otentik (notaris) (ps. 79 BW).
Bandingkan dengan ketentuan-ketentuan tentang Pencatatan, Tata Cara dan Akta Perkawinan menurut ps 2 dsl, 10 dsl dan 12 dsl PP No. 9/1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1/1974 tentang Perkawinan.
KUASA UNTUK MELANGSUNGKAN PERKAWINAN
Nomor: 5
Pada dst. menghadap dst
tuan .... (pekerjaan /jabatan) bertempat tinggal
di dilahirkan di pada tangal , warga-
negara Indonesia keturunan , anak sah dari tuan
dan nyonya , kedua-duanya (pekerjaan/
jabatan) . . . , dan bertempat tinggal di
Penghadap yang telah dikenal oleh saya, notaris, lebih dahulu memberitahukan:
— bahwa penghadap berniat untuk kawin dengan seorang
gadis, bernama (pekerjaan /jabatan) . . - -,
bertempat tinggal di dilahirkan di , anak
sah dari tuan dan nyonya , kedua-duanya
. .. (pekerjaan/jabatan) . . dan bertempat tinggal di
— bahwa penghadap berhalangan untuk datang/hadir sendiri pada waktu dilangsungkannya perkawinan antara penghadap dengan calon/bakal isterinya, yaitu di tempat tinggal nona tersebut di atas; dan
— bahwa oleh karena itu, penghadap hendak mengangkat/menunjuk seorang wakil/kuasa guns melangsungkan perkawinan tersebut.
Berhubung dengan apa yang telah diberitahukannya tersebut di atas, maka penghadap selanjutnya menerangkan dengan ini memberi kuasa kepada:
tuan (pekerjaan /jabatan) bertempat ting-
gal di
khusus: untuk dan atas nama penghadap:
— menghadap di hadapan Pegawai Pencatat Perkawinan pada Kantor Catatan Sipil di , untuk memberitahukan tentang perkawinan yang diniatkannya itu, memasukkan semua surat (dokumen) yang diperlukan, memberi keterangan, menandatangani surat-surat dan daftar yang bersangkutan dan selanjutnya melakukan segala sesuatu yang perlu dalam hal pemberitahuan perkawinan;
memohon izin kepada Penjabat (-penjabat) yang berwenang untuk melangsungkan perkawinan yang dikehendaki oleh penghadap dengan perantaraan kuasa ini, kemudian (suruh) melakukan pengumuman yang bersangkutan sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk itu; dan
selanjutnya jika semua syarat resmi telah terpenuhi, menghadap Pegawai Pencatat Perkawinan pada Kantor Catatan Sipil di tempat tinggal penganten wanita dan melangsungkan perkawinan termaksud, untuk itu memberi keterangan dan menyatakan kesanggupan yang perlu, membuat perjanjian, menandatangani
surat-surat, (mengisi) daftar-daftar dan dokumen lain yang bersangkutan dan selanjutnya melakukan segala sesuatu yang diperlukan, agar perkawinan antara penghadap dan nona tersebut berlangsung dengan sah
sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku untuk itu.
DEMIKIAN dst.
6. Dalam contoh ini dimisalkan seorang suami memberi kuasa kepada isterinya, dengan siapa ia telah kawin dengan pisah harta sama sekali 1 ), khusus untuk menjual persil milik isteri. Lihat a.l. pasal 108 dan 139 BW dan 35 PJN.
KUASA MENJUAL TANAH
Nomor: 6
Pada dst,
m e nghadap dst,
tuan .... (pekerjaan /jabatan) bertempat tinggal
di
Penghadap yang saya, notaris, kenal, menerangkan dengan ini memberi kuasa kepada isterinya, nyonya . . . ., . . . (pekerjaan/jabatan) . . ., dengan siapa penghadap telah kawin dengan pisah harta samasekali, dengan hak untuk memindahkan kuasa ini kepada orang lain (substitutie),
khusus
untuk menjual:
sebidan g/se bahagian dari tanah hak- no terle-
tak di:
Daerah tingkat I
Daerah tingkat 11
Kecamatan/Wilayah
D e s a
diuraikan dalam surat ukur/gambar situasi no. luas
1) Disebut juga "kawin di luar persatuan harta-kekayaan"
(Belanda "buiten gemeenschap van goederen getrouwd"/"wettelijke gemeenschap").
tanah m2 ( meter persegi), berukuran
panjang kurang-lebih meter
lebar kurang-lebih meter
persil nomor kohir nomor . . . . blok dan ber-
batasan di sebelah:
Utara
Timur Selatan Barat
2)
hak milik nyonya tersebut, di hadapan Pejabat Pembuat
Akta Tanah, dengan harga dan syarat-syarat/ ketentuan -keten - tuan serta perjanjian-perjanjian sebagaimana dianggap baik
dan perlu oleh nyonya tersebut, menerima uang harga-nya dan memberikan kwitansinya, menyerahkan apa yang dijual itu kepada pembeli yang bersangkutan, menanda tangani dan turut menyelesaikan aktanya, memilih domisili dan selanjutnya melakukan apa saja yang diperlukan /diharuskan untuk maksud tersebut.
DEMIKIAN dst.
7. Dalam contoh ini suami memberi kuasa kepada isterinya untuk melakukan usaha dagang (Baca ps. 115 jo. 108 ayat 2 BW).
KUASA DAGANG
Nomor: 7
Pada dst, menghadap dst,
tuan ......... (pekerjaan/jabatan) .... bertempat tinggal di
Penghadap menerangkan, dengan ini memberi kuasa kepada isterinya, nyonya
2) Tanah ybs. ada yang sudah terdaftar atau bersertipikat dan ada pula yang belum terdaftar atau belum bersertipikat (ex PP No. 10/1961). Di sini yang ditulis/dicatat hanya yang diperlukan saja.
khusus:
untuk melakukan perdagangan 1)dan lain-lain yang menyangkut barang-barang yang diperdagangkan/diperjual belikan itu.
Untuk keperluan usahanya tersebut di atas mengadakan berbagai perjanjian, membeli dan menjual barang-barang yang dikehendakinya dan membayar harganya secara tunai atau secara lainnya, menerima wesel, melakukan endosemen atau pemotongan harga, menerima uang pembayaran dan untuk itu menandatangani dan menyerahkan kwitansinya, menyimpan dan mengambil lagi uang pada bank-bank secara bagaimanapun, menyelenggarakan pembukuan dan dari situ memberikan perhitungan-perhitungan dan lain-lain sebagainya, dan untuk/dalam melakukan tindakan-tindakan tersebut bukan saja mengikatkan harta milik isterinya pribadi saja, akan tetapi juga harta campur atau harta bersama suami-isteri boleh turut diperjanjikan.
Bila diperlukan menangani protes-protes, tuntutan-tuntutan, juga menghadap di Pengadilan, dan untuk itu bila dipandangnya perlu memberi kuasa .kepada adpokat dan pengacara atau kuasa/pembela lainnya, menuntut dan menangkis tuntutan, memohon putusan Hakim dan menerimanya, melaksanakan putusan itu, naik banding lapel dan/atau kasasi), melakukan perdamaian, mengangkat juru-juru damai (arbiters) dan para akhli, dan selanjutnya berbuat apa saja yang dianggap baik dan perlu oleh yang diberi kuasa dalam melakukan usaha dagangannya itu.
Selanjutnya penghadap menerangkan, bahwa sejak sesuatu yang dilakukan oleh isterinya dalam melakukan usahanya itu, baik di dalam maupun di luar Pengadilan, akan mempunyai kekuatan dan berharga, (sah) dan mendapat persetujuan dari penghadap selaku suaminya, seakan-akan perbuatan-perbuatan isterinya itu dalam hal ini (usaha dagang) merupakan perbuatan-perbuatan penghadap sendiri atau penghadap turut serta di dalamnya.
Penghadap telah dikenal oleh saya, notaris.
DEMIKIAN dst.
1) Di sini dicatat macam usaha perdagangan yang akan dilakukan oleh isteri.
8. Dalam contoh ini dimisalkan:
Antara suami-isteri terjadi persatuan harta lengkap, akan tetapi kekuasaan suami atas harta tertentu isteri dibatasi.
Baca ps 140 al. 3 BW.
Bandingkan dengan bunyi ps. 29 (tentang Perjanjian Perkawinan) dan ps. 35 s/d 37 (tentang Harta Benda dalam Perkawinan) UU No. 1/1974.
PERJANJIAN KAWIN
Nomor: 8
Pada dst. menghadap dst.
(1). tuan (pekerjaan /jabatan) . .1 bertempat ting-
galdi . . . .
dan
(2) nona .... (pekerjaan /jabatan) ., bertempat tinggal
di
Para penghadap telah dikenal oleh saya, notaris.
Para penghadap menerangkan, berhubung dengan perkawinan yang mereka niatkan, mereka telah bersepakat untuk dengan ini mengatur harta benda (kekayaan) mereka sebagai berikut:
Walaupun harta-benda mereka itu campur (bersatu) sama sekali, benda-benda yang tertulis atas nama isteri [atau barang-barang tak-gerak isteri, surat-surat pendaftaran dalam buku besar tentang perutangan umum, surat-surat berharga lainnya dan piutang-piutang atas-nama isteri] yang dibawa oleh isteri ke dalam perkawinan para penghadap atau yang diperoleh isteri selama perkawinan mereka itu, baik karena warisan, hibah wasiat, hibahan, maupun karena perolehan secara cuma-cuma lainnya jatuh ke dalam percampuran (menjadi harta-persatuan), tanpa bantuan dari isteri, suami tidak boleh mengalihkan atau melepaskan hak (memindah-tangankan) atau membebaninya.
DEMIKIAN dst.
9. Dalam contoh ini dijanjikan bahwa isteri berhak untuk mengu-
rus sendiri harta-benda milik pribadinya yang berasal dari warisan dan/atau hibahan menurut ketetapan demikian dari pewaris dan/atau penghibahan ybs dan menikmati secara bebas pendapatannya.
Baca ps. 120 dan/jo. 140 al. 2 BW.
Bandingkan dengan UU No. 1/1974 ps. 35 s/d 37 (tentang Harta Benda dalam Perkawinan). jo ps. 29 (tentang Perjanjian Perkawinan).
PERJANJIAN KAWIN
Nomor: 9
Pada dst. menghadap dst.
(1) tuan . . . .. .. . (pekerjaan/jabatan) . - ., bertempat tinggal di. . . . ,
dan
(2) nona (pekerjaan /jabatan) . . ., bertempat tinggal
di
Para penghadap telah dikenal oleh saya, notaris.
Para penghadap menerangkan sebagai akibat hukum dari perkawinan yang akan mereka langsungkan mengenai harta-benda mereka, dengan ini mereka janjikan bahwa apabila isteri selama perkawinan itu memperoleh harta, yang menurut ketetapan pewaris atau penghibah yang bersangkutan tidak boleh jatuh atau masuk ke dalam harta-persatuan, dengan/ dalam mana para penghadap akan kawin, maka isteri akan mengurus sendiri harta Itu dan dengan bebas akan menikmati hasilnya.
DEMIKIAN dst.
10. Seperti halnya dengan contoh no. 9, akan tetapi dalam akta ini orang yang menghibahkan turut menghadap.
Baca ps 139, 140 al. 2, 176 dan 177 BW.
Bandingkan dengan ketentuan/ps. 35 s/d 37 jo ps 29 UU No. 1/1974.
PERJANJIAN KAWIN
Nomor: 10
Pada dst. menghadap dst.
(1) tuan ........ (pekerjaan /jabatan) bertempat tinggal di...
dan
(2) nona ........ (pekerjaan /jabatan) . bertempat tinggal
di
Para penghadap telah dikenal oleh saya, notaris.
Para penghadap menerangkan, berhubung dengan perkawinan yang akan mereka langsungkan, mengenai harta-benda/kekayaan mereka dengan ini mereka janjikan, bahwa jika dan sepanjang isteri selama perkawinan memperoleh harta, yang menurut ketetapan pewaris atau penghibah yang bersangkutan akan jatuh di luar harta-persatuan, dengan/dalam mana para penghadap akan kawin, maka isteri akan mengurus sendiri. harta itu dan dengan bebas akan menikmati hasilnya.
Selanjutnya, dengan dihadiri oleh para saksi yang akan disebutkan itu menghadap pula kepada saya, notaris:
(3) tuan . . . .. . . . (pekerjaan /jabatan) bertempat tinggal di. . . .,
yang juga telah dikenal oleh saya, notaris.
Penghadap menerangkan, berhubung dengan perkawinan yang diniatkan oleh para penghadap dan itu, dengan ini
menghibahkan kepada penghadap
sebuah mobil sedan, merk tahun pembuatan
nomor landasan , nomor mesin , nomor Polisi
, milik penghadap menurut Bukti Pemilik
Kendaraan Bermotor (BPKB) nomor ,
dengan syarat (ketentuan) bahwa mobil tersebut di atas tidak akan jatuh ke dalam harta-persatuan, dengan mana penghadap
akan kawin atau jika perkawinan dengan penghadap
putus (berakhir), akan kawin lagi.
Penghadap pada akhirnya menerangkan, bahwa ia
menerima baik hibahan tersebut di atas.
DEMIKIAN dst.
11. Dalam contoh ini tampak adanya:
— Pisah harta sama sekali.
Isteri mengurus harta miliknya pribadi.
Biaya rumah-tangga, pemeliharaan dan pendidikan anak dipikul oleh suami.
(Baca ps-ps 139 dan 144 BW).
Bandingkan dengan ketentuan / ps 35 s/d 37 jo ps 29 UU No. 1/1974.
PERJANJIAN KAWIN
Nomor: 11
Pada dst. menghadap dst.
(1) tuan ......... (pekerjaan /jabatan) • bertempat tinggal di
dan
(2) nona ........ (pekerjaan /jabatan) . • bertempat tinggal di
Para penghadap telah dikenal oleh saya, notaris.
Para penghadap menerangkan, bahwa mereka telah bersepakat untuk mengatur harta-benda (kekayaan) mereka sebagai akibat-hukum dari perkawinan yang akan mereka langsungkan sebagai berikut:
Pasal 1.
(1) Antara suami-isteri tidak akan terjadi campur-/persatuanharta, sehingga semua campur-harta, baik campur-hartalengkap maupun campur untung-rugi dan campur-hasilpendapatan dengan tegas ditiadakan.
(2) Berhubung dengan ketentuan ayat pertama pasal ini, maka suami dan isteri tetap memiliki harta yang dibawanya ke dalam perkawinan mereka dan yang diperoleh masingmasing selama perkawinan itu, demikian pula semua harta yang diperoleh masing-masing karena penggantian dari penanaman atau penukaran.
(3) Semua utang yang dibawa oleh suami atau isteri ke dalam perkawinan mereka, yang dibuat oleh mereka selama perkawinan, tetap akan menjadi tanggungan (dipikul oleh)
suami atau isteri masing-masing yang telah membawa, membuat atau yang menerima utang-utang itu.
Pasal 2.
(1) Isteri akan mengurus semua harta pribadinya, baik yang gerak maupun yang tak-gerak dan dengan bebas memungut (menikmati) hasil dan pendapatan baik dari hartanya itu maupun dari pekerjaannya atau dari sumber lainnya.
(2) Untuk mengurus hartanya itu isteri tidak memerlukan bantuan atau kekuasaan dari suami, dan dengan ini suami untuk keperluannya memberi kuasa yang tetap dan tidak dapat dicabut lagi kepada isteri untuk melakukan segala tindakan pengurusan harta pribadi isteri itu tanpa diperlukan bantuan dari suami.
(3) Apabila ternyata suami telah melakukan pengurusan atas harta pribadi isteri, maka suami bertanggung jawab akan hal itu.
Pasal 3.
(1) Semua biaya yang dikeluarkan untuk rumah-tangga dan pemeliharaan serta pendidikan anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan mereka menjadi tanggungan, harus dipikul dan dibayar oleh suami sendiri, untuk hal mana isteri tidak dapat dituntut.
(2) Pengeluaran biasa dan sehari-hari untuk keperluan rumah-tangga yang dilakukan oleh isteri, dianggap telah dilakuan dengan persetujuan suami.
Pasal 4.
(1) Barang-barang yang berupa pakaian, perhiasan, buku-buku, surat-surat, alat-alat dan perkakas yang dipergunakan untuk pelajaran atau pekerjaan oleh suami atau isteri masing-masing, baik yang sewaktu-waktu terdapat, jadi juga bila terdapat pada waktu putusnya perkawinan mereka, merupakan hak milik suami atau isteri yang menggunakan atau dianggap biasa menggunakan barang-barang itu. Barang-barang tersebut tanpa diadakan penyelidikan atau perhitungan dianggap sama atau sebagai pengganti dari barang-barang yang serupa dengan yang dibawa kedalam perkawinan mereka.
(2) Semua perabot rumah-tangga yang sewaktu-waktu terdapat dalam rumah suami-isteri, jadi juga pada waktu putusnya perkawinan mereka, terkecuali barang-barang tersebut dalam ayat pertama pasal ini milik suami, adalah milik isteri pribadi, karena perabot rumah-tangga itu dianggap sama dengan atau sebagai pengganti dari perabot yang dibawa oleh isteri ke dalam perkawinan mereka itu, tanpa ada atau diperlukan penyelidikan asal-usulnya atau perhitungan.
(3) Barang-barang gerak lainnya yang tidak termasuk ketentuan-ketentuan tersebut di atas, yang selama perkawinan oleh karena pembelian, warisan, hibah wasiat, hibahan atau dengan cara lain menjadi milik (jatuh kepada) isteri, harus ternyata dari suatu daftar atau catatan lain yang ditanda-tangani oleh suami dan isteri, dengan tidak mengurangi hak isteri atau (para) ahliwarisnya untuk membuktikan tentang adanya atau harganya barang-barang itu, baik dengan surat-surat bukti lain, saksi-saksi atau karena umum telah mengetahuinya.
Pada akhirnya para penghadap menerangkan, bahwa ke dalam perkawinan mereka itu dibawa:
(I) oleh penghadap
(II) oleh penghadap
DEMIKIAN dst.
12. Dalam contoh ini diumpamakan terjadi/adanya:
— Pisah harta sama sekali.
— Isteri mengurus harta miliknya pribadi dan bebas menikmati penghasilannya.
Biaya rumah-tangga dan pemeliharaan serta pendidikan anak ditetapkan.
— Perjanjian tentang pakaian (klerenbeding).
— Perjanjian dengan syarat perhitungan seperti adanya campur-harta-lengkap.
(Baca ps-ps 140 al. 2 dan 145 BW).
Bandingkan dengan UU No. 1/1974 ps 35 s/d 37 jo ps 29.
PERJANJIAN KAWIN
Nomor: 12
Pada dst. menghadap dst
(I) tuan (pekerjaan /jabatan) . . bertempat tinggal
di
dan
(II) nona (pekerjaan /jabatan) . . bertempat tinggal
di
Para penghadap telah dikenal oleh saya, notaris.
Para penghadap menerangkan, bahwa mereka telah bersepakat untuk mengatur harta-benda/kekayaan mereka sebagai akibat-hukum dari perkawinan yang akan mereka langsungkan sebagai berikut:
Pasal 1.
(1) Antara suami-isteri tidak akan terjadi campur -/persatuan harta, sehingga semua campur-harta, baik campur-harta-lengkap maupun campur-untung-rugi dan camper-hasil dan pendapatan dengan tegas ditiadakan.
(2) Berhubung dengan ketentuan ayat pertama pasal ini, maka suami dan isteri tetap memiliki harta yang dibawanya ke dalam perkawinan mereka dan yang diperoleh masing-masing selama perkawinan itu, demikian pula semua harta yang diperoleh masing-masing karena penggantian dan penanaman atau penukaran.
(3) Semua utang yang dibawa oleh suami atau isteri ke dalam perkawinan mereka, yang dibuat oleh mereka selama perkawinan, termasuk yang diperoleh mereka secara cumacuma, tetap akan menjadi tanggungan (dipikul oleh) suami atau isteri masing-masing yang telah membawa, membuat atau menerima utang-utang itu, kecuali utang-utang yang dimaksudkan dalam pasal 3 akta ini.
Pasal 2.
(1) Isteri akan mengurus semua harta pribadinya, baik yang
gerak maupun yang tak-gerak dan dengan bebas memungut (menikmati) hasil dan pendapatan baik dari hartanya itu maupun dari pekerjaannya atau dari sumber lainnya.
(2) Untuk mengurus hartanya itu isteri tidak memerlukan bantuan atau kuasa dari suami, dan dengan ini suami untuk seperlunya memberi kuasa yang tetap dan tidak dapat dicabut lagi kepada isteri untuk melakukan segala tindakan pengurusan harta pribadi isteri itu tanpa diperlukan bantuan suami.
(3) Apabila ternyata suami telah melakukan pengurusan atas harta pribadi isteri, maka suami bertanggungjawab akan hal itu.
Pasal 3.
(1) Biaya untuk keperluan rumah-tangga, demikian pula untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan para penghadap, akan dipikul oleh suami dan isteri masing-masing untuk separuhnya, dengan ketentuan bahwa isteri setiap tahunnya tidak akan menyumbangkan untuk biaya-biaya tersebut lebih daripada penghasilan-tahun-nya (dan tidak akan lebih daripada Rp.... ), dengan pengertian bahwa dalam penghasilan ini tidak termasuk sesuatu yang diperoleh isteri karena kebetulan atau kemujuran.
(2) Bilamana isteri memegang teguh ketentuan ayat pertama pasal ini, yaitu bahwa sumbangannya itu terbatas pada penghasilan-tahunannya, maka isteri harus memperlihatkan buku-buku/catatan-catatan yang lengkap disertai surat-surat bukti yang diperlukan, hal mana akan dilakukan atas dasar kesepakatan suami-isteri bersama, atau menyerahkannya hal itu kepada seorang ahli.
(3) Hak untuk menuntut penetapan demikian, pula untuk perhitungan tentang kelebihan atau kekurangan pembayaran sumbangan tersebut di atas, tidak berlaku lagi setelah berakhirnya tahun yang bersangkutan.
Pasal 4.
Harta-tak-gerak, termasuk kapal dan surat-surat berharga adalah milik pribadi dari suami atau isteri, atas-nama siapa harta itu tertulis (terdaftar), tanpa mengurangi kewajiban untuk memperhitungkannya sebagaimana disebutkan dalam pasal 9 . akta ini.
Pasal 5.
Harta-gerak yang diperoleh suami atau isteri selama perkawinan, baik karena warisan, hibah wasiat, hibahan ataupun karena cuma-cuma secara lainnya, harus ternyata sebagaimana tercantum dalam pasal 166 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Suami mengikat diri untuk membantu pencatatan harta ini sebaik-baiknya.
Pasal 6.
Semua-harta yang terdapat pada waktu putusnya perkawinan atau pada pisah-meja-ranjang dan yang tidak ternyata bahwa harta itu termasuk harta-harta tersebut dalam pasal 1 ayat (2) atau pasal 4 akta ini, merupakan harta suami dan isteri bersama biasa, masing-masing untuk separuhnya.
Pasal 7.
Suami atAu isteri tetap pemilik dari pakaian dan perhiasanbadan yang pada waktu putusnya perkawinan mereka atau terjadi pisala-meja-ranjang dipakai atau biasa dipakai oleh masing-masing, tanpa diperlukan adanya perhitungan atau penyelidikan, kapan, oleh siapa dan secara bagaimana barang-barang itu diperoleh, kecuali bila terbukti bahwa salah seorang di antara suami-isteri itu telah menyalah-gunakan aturan ini untuk menguntungkan dirinya pribadi atau orang lain secara tidak patut.
Pasal 8.
Apabila oleh suami atau isteri diadakan perjanjian asuransijiwa untuk kepentingan isteri atau suaminya, maka premipremi akan digolongkan sebagai biaya-biaya tersebut dalam pasal 3 akta ini.
Pasal 9.
Bilamana perkawinan para penghadap putus karena meninggalnya salah seorang di antara mereka, maka akan terjadi perhitungan demikian rupa, sehingga suami atau isteri berhak atas suatu jumlah (harga/nilai), yang sekiranya merupakan haknya, seandainya telah terjadi campur-harta-lengkap. Clausule terakhir ini dapat pula diganti dengan: "campuruntung-rugi" atau "camp ur-hasil -pendapatan", terserah kepada pilihan para penghadap].
Pada akhirnya para penghadap menerangkan, bahwa ke dalam perkawinan itu dibawa oleh:
— penghadap tuan
— penghadap nona
DEMIKIAN dst.
13. Contoh ini mengandung:
- Percampuran perabot-rumah-tangga (inboedel), tetapi harta lainnya terpisah.
- Isteri tetap mengurus hartanya dan menikmati secara bebas penghasilannya.
- Biaya rumah-tangga bagian isteri ditentukan.
Baca ps 145, 140 ayat 2 BW.
Bandingkan dengan ps 35 s/d 37 jo ps 29 UU No. 1/1974.
PERJANJIAN KAWIN
Nomor: 13
Pada dst. menghadap dst
(1) tuan (pekerjaan /jabatan) . . ., bertempat tinggal
di
(2) nona (pekerjaan /jabatan) bertempat
tinggal di
Para penghadap telah dikenal oleh saya, notaris.
Para penghadap menerangkan, bahwa berhubung dengan akibat-hukum dari perkawinan yang mereka niatkan, tentang harta-benda mereka, dengan ini mereka telah bersepakat untuk mengaturnya sebagai berikut: Pasal 1.
— Antara suami-isteri hanya akan terjadi percampuran perkakas perabot-rumah-tangga (inboedel) dalam arti kata menurut pasal 514 Kitab Undang-undang Hukum perdata, akan tetapi dengan ketentuan, bahwa dalam percampuran itu tidak termasuk benda-benda yang disebutkan dalam pasal 129 Kitab Undang-undang itu, sehingga tiap-tiap percampuran harta, khusus (terutama) percampuran untung dan rugi, demikian pula hasil dan pendapatan secara tegas ditiadakan.
— Oleh karena itu maka baik suami maupun isteri tetap memiliki segala hartanya masing-masing, asalkan/sepanjang tidak termasuk perabot-rumah-tangga sebagaimana disebutkan di atas itu, yang oleh masing-masing dibawa ke dalam perkawinan atau yang oleh masing-masing diperoleh selama perkawinan, baik karena pewarisan, hibah wasiat, hibahan atau dengan jalan lain secara cuma-cuma (om niet), demikian pula harta-benda yang oleh masing-masing diperoleh karena penanaman atau penanaman kembali atau karena penukaran harta masing-masing.
— Utang-utang yang oleh masing-masing dibawa ke dalam perkawinan dan/atau yang selama perkawinan jatuh kepada masing-masing karena warisan, hibah wasiat, hibahan atau dengan jalan lain secara cuma-cuma, akan tetap menjadi beban dan kewajiban masing-masing untuk membayarnya.
- Semua utang, yang selama perkawinan dibuat sepanjang tidak termasuk biaya-biaya yang dimaksudkan dalam pasal 3 akta ini, menjadi beban dan harus dibayar oleh masingmasing yang membuat utang-utang itu.
Pasal 2.
Isteri akan tetap mengurus hartanya sendiri, baik yang tak-gerak maupun yang gerak dan akan bebas dalam mempergunakan dan menikmati hasil-hasil serta pendapatan-pendapatannya, demikian pula pendapatan-pendapatan yang olehnya pribadi diperoleh karena sebab-sebab lain.
Apabila suami ternyata mengurus harta isteri, maka suami bertanggung jawab akan hal itu.
Pasal 3.
Biaya-biaya rumah-tangga, demikian pula biaya-biaya untuk mengurus dan mendidik anak-anak yang lahir dari perkawinan para penghadap, akan dipikul bersama-sama dengan perbandingan menurut banyaknya penghasilan bersih tahunan masing-masing, dengan pengertian, bahwa bagian isteri tidak akan lebih dari penghasilannya pribadi tersebut. Dengan penghasilan ini tidak termasuk apa yang oleh isteri diperoleh karena kejadian yang tidak disangka/kebetulan (toeval) atau kemujuran (geluk).
Pasal 4.
Suami isteri, guna menetapkan besarnya biaya-biaya yang dimaksudkan dalam pasal 3 itu, berkewajiban untuk mengadakan pembukuan dan saling memperlihatkan pembukuan-pembukuan itu serta tanda-tanda buktinya, guna meneguhkan (menguatkan) kebenarannya.
Kewajiban mengenai pembukuan ini ditetapkan oleh suami-isteri bersama dan bila antara mereka mengenai hal itu tidak ada persesuaian, oleh seorang ahli yang diangkat oleh mereka bersama, dan apabila terjadi perselisihan, oleh penyimpan minuta akta ini.
— Hak untuk membuat penetapan ini, demikian pula untuk menuntut perhitungan dari kebanyakan atau kelebihan iuran-iuran yang telah dibayar, gugur setelah akhir tahun.
Pasal 5.
Tentang benda-benda bergerak, yang selama perkawinan diperoleh dengan jalan warisan, hibah wasiat, hibahan atau dengan jalan lain secara cuma-cuma, harus ternyata secara apa yang ditetapkan dalam pasal 166 Kitab Undangundang Hukum Perdata.
Suami berjanji dan oleh karena itu mengikat diri untuk membantu pencatatan dari segala benda itu dengan sebaik-baiknya.
Pasal 6.
Semua benda yang terdapat pada saat pecahnya perkawinan atau pada saat terjadi/timbulnya pemisahan meja dan tempat tidur atau pemisahan harta benda, dan tidak ternyata termasuk harta yang disebutkan dalam pasal 1 alines kedua akta ini, adalah harta bersama dan masing-masing berhak atas setengah bagiannya dalam hak milik bersama biasa.
Pasal 7.
Masing-masing suami isteri adalah pemilik pakaian dan perhiasan badan, yang pada saat pecahnya perkawinan atau pemisahan meja dan tempat tidur atau harta-benda dipakai atau biasa dipakai oleh masing-masing, tanpa suatu perhitungan dan tanpa suatu penyelidikan (pemeriksaan), bilamana, oleh siapa atau dengan cara bagaimana mereka memperolehnya, terkecuali apabila dibuktikan, bahwa suami atau isteri menyalah-gunakan dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang (pihak) lain secara tidak patut.
Pasal 8.
Apabila salah seorang di antara suami-isteri mengadakan perjanjian pertanggungan jiwa untuk pihak lainnya, maka preminya akan dipikul dan harus dibayar oleh yang mempertanggungkan (verzekernemer) itu sendiri, premi-premi mana samasekali tidak dapat dituntut untuk dibayar kembali oleh pihak yang mendapat keuntungan dari perjanjian ini.
Pada akhirnya para penghadap menerangkan, bahwa mereka ke dalam perkawinan itu akan membawa:
Penghadap
Penghadap
"DEMIKIAN dst.
14. Dalam contoh ini dimisalkan:
— Pisah-harta samasekali. -
— Suami mengurus harta-benda isteri.
Baca ps-ps 146 dan 150 BW.
Bandingkan dengan bunyi ps 35 s/d 37 jo ps 29 UU No. 1/1974.
PERJANJIAN KAWIN
Nomor: 14
Pada dst.
menghadap dst
(I) tuan .... (pekerjaan/jabatan) . . ., bertempat tinggal
di dan
(11) nona (pekerjaan/jabatan) bertempat
tinggal di
Para penghadap telah dikenal oleh saya, notaris.
Para penghadap menerangkan, bahwa mereka telah bersepakat untuk mengatur harta-benda (kekayaan) mereka sebagai akibat-hukum dari perkawinan yang akan mereka langusngkan, sebagai berikut:
Pasal 1.
(1) Antara suami-isteri tidak akan terjadi campur/persatuanharta, sehingga semua campur-harta termasuk campur-untung-rugi dan cam pur-h asil-pendapatan sama sekali ditiadakan.
(2) Oleh karena itu baik suami maupun isteri tetap memiliki harta-pribadinya masing-masing baik karena warisan, hibah wasiat, hibahan atau dengan jalan lain secara cumacuma, demikian pula semua harta-benda yang diperoleh suami atau isteri karena penanaman, penanaman-kembali atau penukaran dari harta tertentu mereka.
(3) Utang-utang yang dibawa ke dalam perkawinan oleh suami isteri, atau yang selama perkawinan jatuh kepada salah seorang di antara mereka karena warisan, hibah wasiat, hibahan atau karena cuma-cuma lainnya, tetap dipikul oleh suami atau isteri yang membawa atau memperoleh utang tersebut; sedangkan utang-utang yang dibuat selama perkawinan mereka tetap merupakan beban dari suami atau isteri yang telah membuatnya.
Pasal 2.
(1) Suami mengurus harta pribadi isteri.
(2) Suami berkewajiban untuk:
menyatakan (membuktikan)-nya dengan pendaftaran se-mua harta gerak yang diperoleh isteri baik karena warisan, hibah wasiat, hibahan atau secara cuma-cuma lainnya, mencatat harta milik isteri yang dialihkan atau dilepaskan haknya, begitu pula uang isteri yang ditanam (belegging).
Pasal 3.
(1) Semua hasil dan pendapatan yang karena apapun diperoleh isteri dikuasai oleh suami.
(2) Sebaliknya semua biaya, baik untuk rumah-tangga maupun untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak mereka, demikian pula biaya-biaya untuk keperluan sehari-hari lainnya, termasuk pajak-pajak yang menjadi kewajiban isteri, harus dipikul dan dibayar oleh suami sendiri.
(3) Tentang hak-hak suami atas hasil dan pendapatan isteri berlaku aturan-aturan yang tercantum dalam pasal-pasal 761, 762, 764 sampai dengan 771 dan 774 sampai dengan 777 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang berlaku bagi pemakai-hasil (vruchtgebruiker).
(4) Perolehan karena kebetulan (toeval) atau kemujuran (geluk) tidak termasuk dalam pengertian hasil dan pendapatan menurut pasal ini.
Pasal 4.
(1) Semua harta-benda, yang terdapat pada waktu putus/ berakhirnya perkawinan atau terjadinya pisah-mejaranjang atau pisah-harta, adalah kepunyaan suami, sepanjang isteri bila terjadi perselisihan tidak membuktikan sesuai dengan aturan-aturan yang tercantum dalam pasal-pasal 150 dan 166 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, bahwa harta itu milik pribadinya.
(2) Apabila pada waktu pecahnya perkawinan atau terjadinya pisah-meja-ranjang atau pisah-harta, harta-benda isteri tidak ada lagi dan suami tidak dapat membuktikan, bahwa harta itu karena penanaman-kembali (wederbelegging) diganti dengan harta lain, maka suami berkewajiban untuk mengembalikannya dan membayarnya dari hartanya pribadi, kecuali jika ia membutikan, bahwa harta isteri itu telah hilang bukan karena salahnya atau telah dipergunakan untuk kepentingan isteri sendiri.
(3) Apabila besarnya yang yang diterima tidak ternyata, maka hal semacam itu harus dikeluarkan sebagai harta yang hilang atau harus dibayar sejumlah uang, dengan mana harta yang sama dapat dibeli, sedang pilihannya diserahkan kepada isteri.
(4) Apabila suami dalam pengurusan harta-benda milik pribadi isteri itu tidak atau kurang baik, maka ia berkewajiban untuk mengganti kerugian kepada isteri.
Pasal 5.
Menyimpang dari apa yang ditetapkan di atas mengenai harta yang dibawa oleh isteri, sejauh harta itu ditaksir menurut harga/nilai sebagaimana diterangkan di bawah ini, maka: bila isteri tidak akan mengambilnya kembali harta itu pada waktu — menurut haknya —, baik karena perincian yang akan disebutkan di bawah ini seandainya ternyata tidak cukup, maupun karena sebab lain, sedangkan suami tidak dapat membuktikan bahwa isteri tidak dapat menyalahkan dia (suami), maka suami dapat dituntut oleh isteri membayar harga/nilai harta isteri tersebut di atas atau sebagian dari itu menurut perbandingan bagiannya.
Pada akhirnya para pengandap menerangkan, bahwa penghadap ke dalam perkawinan itu membawa:
DEMIKIAN dst.
15. Dalam contoh ini diumpamakan ada/terjadinya: Campur-untung-rugi.
Isteri mengurus harta-pribadinya, tetapi menyumbangkan penghasilannya kepada suami sebagai pengurus harta-campur tersebut.
(Baca ps. 155 dst. BW).
Bandingkan dengan ketentuan ps 35 s/d 37 jo ps 29 UU No. 1/1974.
PERJANJIAN KAWIN
Nomor: 15
Pada dst. menghadap dst.
(I) tuan (pekerjaan /jabatan) bertempat tinggal
di
dan
(II) nona .... (pekerjaan /jabatan) bertempat tinggal
di
Para penghadap telah dikenal oleh saya, notaris.
Para penghadap menerangkan, bahwa mereka telah bersepakat untuk mengatur harta-benda/kekayaan mereka sebagai akibat-hukum dari perkawinan yang akan mereka langsungkan, sebagai berikut:
Pasal 1.
Antara suami-isteri akan terjadi persatuan /camp ur untung-rugi.
Pasal 2.
Yang dimaksudkan dengan untung itu selain dari apa yang tercantum dalam pasal 157 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, termasuk pula apa yang diperoleh suami dan/atau isteri karena suatu kemujuran atau kebetulan.
Pasal 3. Yang dimaksudkan dengan rugi ialah:
— semua pengeluaran dan utang yang berhubungan dengan rumah tangga,
— semua pengeluaran untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan para penghadap,
— semua beban dan pajak tahunan suami-isteri atas harta mereka,
— semua biaya untuk pemeliharaan termasuk perubahan dan pemungutan hasil (vruchttrekking) atas harta suamiisteri,
— semua bunga dan pengeluaran (pembayaran) yang menjadi kewajiban suami-isteri dan
— pada umumnya segala sesuatu yang biasanya atau menurut kelaziman merupakan beban harta persatuan untung-rugi.
Pasal 4.
(1) Apabila biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menambah
harga/nilai dari harta salah seorang di antara suami-isteri atau pengeluaran-pengeluaran lain, tidak mengenai hartacampur, melainkan salah seorang di antara suami-isteri, telah dibayar dari uang harta-campur, maka ia untuk siapa biaya dan pengeluaran itu dibayar, harus menggantinya pada harta-campur (persatuan).
(2) Dalam penggantian tersebut dalam ayat (1) pasal ini termasuk pula premi dan iuran (sumbangan) yang dibayar dari harta-campur untuk mendapat pembayaran dari maskapai asuransi-jiwa yang tidak jatuh pada persatuan.
Pasal 5.
(1) Apabila suatu harta yang dibawa oleh suami atau isteri ke dalam perkawinan atau yang diperoleh selama perks-, winan mereka, pada waktu pecahnya campur-untung-rugi tidak terdapat lagi, maka suami atau isteri itu berhak untuk mendapat penggantian dari harta lain yang ditanam kembali dan tidak terdapat lagi itu sebagai penggantinya. Bilamana penanaman-kembali itu tidak ada atau tidak ternyata, maka uang yang telah diterima oleh suami atau isteri itu harus dikembalikannya ke dalam persatuan/ percampuran.
(2) Bilamana jumlah uang yang harus diterima oleh suami atau isteri itu tidak jelas (tidak pasti), maka akan diganti dari harta-campur sejumlah sama dengan harga dari harta yang bersangkutan pada waktu perkawinan suami-isteri itu dilangsungkan, atau jika harta itu diperoleh kemudian, pada waktu perolehan itu terjadi.
Pasal 6.
Isteri akan mengurus harta-pribadinya, akan tetapi dari penghasilannya ia akan menyerahkannya kepada suami sebagai pengurus harta-campur itu, dengan ketentuan bahwa isteri tidak berkewajiban untuk memberikan perhitungan dan pertanggungan-jawab.
Pasal 7.
Baik pakaian maupun perhiasan badan serta perlengkapan pribadi dari suami atau isteri yang terdapat pada waktu putusnya perkawinan, akan dianggap milik pribadi dari pemakainya atau yang biasa memakai/mem-pergunakannya, dan akan dianggap pula sebagai pengganti dari apa yang dibawa oleh suami atau isteri itu ke dalam perkawinan mereka.
Pasal 8.
(1) Barang-barang-gerak yang diperoleh suami atau isteri karena warisan, hibah wasiat atau hibahan atau secara cuma-cuma lainnya, harus ternyata dari daftar/catatan perincian atau tulisan lain.
(2) Jika catatan-catatan atau surat-surat lain itu tidak ada, maka suami atau yang memperoleh hak daripadanya tidak berhak untuk mengambilnya (kembali) sebagai miliknya, sedangkan isteri atau yang memperoleh hak daripadanya dapat membuktikan perolehan itu dengan semua jalan yang diperbolehkan menurut undang-undang (peraturan hukum).
Pada akhirnya para penghadap menerangkan, bahwa ke dalam perkawinan mereka Itu dibawa oleh:
— penghadAp
— penghadap DEMIKIAN dst.
17. Dalam contoh ini dimisalkan ada/terdapatnya:
— persatuan/ camp ur-hasil -pendapatan (vruchten en inkomsten).
— Isteri mengurus harta-pribadinya.
— Janji-pakaian (klerenbeding).
(Baca antara lain ps 164 BW).
Bandingkan dengan ketentuan ps 35 s/d 37 jo ps 29 UU No. 1/1974.
PERJANJIAN KAWIN
Nomor: 17
Pada dst. menghadap dst
(I) tuan (pekerjaan/jabatan) . . bertempat tinggal
di
(11) nona (pekerjaan/jabatan) bertempat tinggal
di
Para penghadap yang telah dikenal oleh saya, notaris, lebih dahulu dengan ini memberitahukan:
bahwa para penghadap berniat untuk kawin, dan
bahwa para penghadap dalam akta ini hendak mengatur
harta-benda/kekayaan mereka sebagai suami-isteri. Berhubung dengan apa yang mereka beritahukan itu, maka para penghadap selanjutnya menerangkan, bahwa mereka telah bersepakat untuk mengatur harta-benda/kekayaan mereka sebagai akibat hukum dari perkawinan yang akan mereka langsungkan itu sebagai berikut:
Pasal 1.
Antara suami-isteri akan terdapat persatuan/percampuran hasil dan pendapatan.
Pasal 2.
Yang termasuk harta-campur itu ialah segala sesuatu yang menurut pasal 157 dan selanjutnya dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata diartikan sebagai untung, demikian pula harta yang diperoleh suami dan atau isteri karena kemujuran atau kebetulan.
Pasal 3.
Yang merupakan beban dari harta-campur itu ialah semua pengeluaran dan utang yang bertalian dengan urusan rumahtangga, demikian pula untuk keperluan memelihara dan mendidik anak-anak yang dilahirkan dalam perkawinan para
penghadap, semua beban dan pajak-tahunan dari suami dan atau isteri, semua biaya untuk pemeliharaan, perubahan dan pungut-hasil (vruchttrekking) dari harta, semua bunga dan pembayaran (uitkering) yang diwajibkan atau yang mungkin diwajibkan serta pada umumnya semua apa yang biasa harus dibayar oleh/dari persatuan /percampuran itu.
Pasal 4.
(1) Bilamana biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menambah harga-nilai harta dari suami atau isteri atau biaya-biaya lain tidak menyangkut persatuan/percampuran, akan tetapi hanya bertalian dengan salah seorang di antara suami-isteri itu, telah dibayar dari uang persatuan /percampuran, maka suami atau isteri yang dengan pembayaran biaya-biaya itu telah diuntungkan, harus menggantinya pada harta camp ur /persatuan.
(2) Dalam penggantian tersebut termasuk pula premi-premi dan iuran-iuran yang telah dibayar dari persatuan/percampuran untuk mendapatkan pembayaran dari maskapai asuransi-jiwa yang tidak jatuh dalam harta campur/persatuan.
Pasal 5.
(1) Jika harta yang dibawa ke dalam atau diperoleh selama perkawinan oleh suami atau isteri tidak terdapat lagi pada waktu putus/pecahnya persatuan, maka suami atau isteri itu berhak untuk mengambil harta yang karena penanaman kembali menggantikan harta yang tidak terdapat lagi itu.
(2) Apabila ternyata tidak terjadi penanaman kembali, maka uang yang telah diterima untuk itu harus dikembalikan.
(3) Bilamana besarnya uang yang diterima itu tidak pasti, maka oleh/dari persatuan akan diganti suatu jumlah yang sama dengan harga dari harta itu pada waktu dilangsungkannya perkawinan para penghadap, atau jika diperoleh kemudian, pada waktu perolehan harta itu.
Pasal 6.
Isteri akan mengurus harta-pribadinya; ia akan menyerahkan hasil dari harta itu kepada suami sebagai pengurus persatuan,
dengan ketentuan bahwa isteri tidak diwajibkan memberikan perhitungan dan tanggung-jawab.
Pasal 7.
Pakaian perlengkapan pribadi dan perhiasan-badan dari suami atau isteri yang terdapat pada waktu pecah/putusnya perkawinan, akan dianggap sebagai harta milik pribadi dari suami atau isteri yang memakai atau biasa memakainya dan pula akan dianggap sebagai pengganti dari barang-barang itu yang telah dibawa ke dalam perkawinan. '
Pasal 8.
(1) Harta-gerak yang diperoleh suami atau isteri selama perkawinan karena warisan, hibah wasiat atau hibahan akan ternyata dari catatan-catatan atau surat-surat lain.
(2) Jika catatan atau surat lain itu tidak ada, maka suami atau yang memperoleh hak daripadanya tidak berhak untuk mengambil sebagai harta-milik pribadinya.
(3) Isteri atau yang memperoleh hak daripadanya mengenai harta-gerak yang diperolehnya itu dapat mengambil sebagai harta-pribadinya dengan mempergunakan semua bukti yang bagi dia/mereka diberikan oleh undang-undang (peraturan hukum).
Pada akhirnya para penghadap menerangkan bahwa ke dalam perkawinan mereka itu dibawa oleh:
— penghadap tuan
— penghadap nona
DEMIKIAN dst.
18. Dalam contoh ini, calon/bakal suami-isteri yang telah membuat akta perjanjian kawin, mengadakan suatu perubahan dalam perjanjian kawin mereka itu.
(Baca ps. 148 BW).
Bandingkan dengan ketentuan ayat (4) ps 29 UU No. 1/1974.
PERUBAHAN PERJANJIAN KAWIN
Nomor: 18.
Pada dst. menghadap dst.
(I) tuan ... (pekerjaan /jabatan) bertempat tinggal
di
(II) nona (pekerjaan/jabatan) . bertempat tinggal,
di
Para penghadap, yang saya, notaris, kenal lebih dahulu dengan ini memberitahukan:
— bahwa mereka dalam akta perjanjian-kawin tertanggal
nomor , yang telah dibuat di hadapan saya,
notaris, telah saling berjanji bahwa berhubung dengan perkawinan yang akan mereka langsungkan, harta-benda/ kekayaan mereka akan terpisah samasekali, dengan ketentuan bahwa suami akan mengurus karts pribadi isteri; dan
— bahwa mereka telah memutuskan, bahwa isteri akan tetap mengurus harta pribadinya itu.
Berhubung dengan apa yang telah diberitahukan lebih dahulu itu, maka para penghadap selanjutnya menerangkan, dengan ini merubah akta perjanjian kawin tertanggal .... nomor .... tersebut di atas demikian rupa, bahwa penghadap nona .... tetap berhak untuk mengurus harta-pribadinya dan dengan bebas memungut hasil/pendapatannya; sehingga isteri dalam mengurus harta pribadinya itu tidak perlu mendapat bantuan atau kuasa dari suami, dan untuk seperlunya suami dengan ini memberi kekuasaan yang tidak dapat dicabut kembali kepada isteri, untuk melakukan pengurusan itu tanpa diperlukan bantuan dari suami. Jika suami ternyata mengurus harta-pribadi isteri, maka mengenai hal itu suami bertanggung-jawab.
DEMIKIAN dst.
19. Dalam contoh ini suami-isteri melaksanakan pemisahan hartakekayaan (scheiding van goederen) berdasarkan putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak.
(Baca ps 191 BW).
Bandingkan dengan ketentuan ps 37 UU No. 1/1974.
PEMISAHAN HARTA-KEKAYAAN
Nomor: 19
Pada dst menghadap dst
tuan (pekerjaan /jabatan) dan
nyonya . (pekerjaan /jabatan) . - .,
suami-isteri, kedua-duanya bertempat tinggal di
Para penghadap, yang saya -- notaris — kenal, lebih dahulu memberitahukan:
(1) bahwa para penghadap pada tanggal di telah kawin, tanpa membuat akta perjanjian -kawin, sehingga antara mereka terjadi persatuan harta bulat (lengkap);
(2) bahwa tuntutan penghadap untuk terjadinya pemisahan harta persatuan antara para penghadap tersebut telah dikabulkan oleh Pengadilan Negeri di , demikian menurut putusannya tertanggal . . . . nomor yang telah memperoleh kekuatan mutlak; dan
(3) bahwa sekarang para penghadap hendak melaksanakan pemisahan harta-kekayaan mereka itu dengan nyata, sehubungan dengan ketentuan pasal 191 Kitab Undangundang Hukum Perdata.
Berhubung dengan apa yang telah diberitahukan tersebut di atas, maka para penghadap selanjutnya menerangkan, dengan ini lebih dahulu menetapkan, bahwa harta persatuan mereka terdiri dari:
— aktiva
— pasiva
Selanjutnya para penghadap menerangkan, dengan ini memisah dan membagikan:
- kepada penghadap tuan
- dst,
dan
- kepada penghadap nyonya
dst.
DEMIKIAN dst.
20. Dalam contoh ini dimisalkan sebagai berikut:
A, seorang janda yang telah kawin dalam percampuran harta
(gemeenschap) dengan almarhum B, memberi kuasa kepada C untuk melepaskan hak (afstand doen) atas harta campur (persatuan/kumpul/persekutuan) itu di Kantor Panitera Pengadilan Negeri yang berwenang, yaitu (bekas) tempat tinggal suami-isteri (A dan B) bersama (terakhir).
(Baca antara lain pasal-pasal 132 dan 133 BW).
KUASA MELEPASKAN HAK ATAS HARTA CAMPUR
Nomor: 20
Pada dst menghadap dst
Nyonya A, . . . (pekerjaan /jabatan) bertempat tinggal
di , Jalan nomor janda dari tuan B, yang
telah meninggal dunia pada tanggal di tempat
tinggalnya yang terakhir.
Penghadap menerangkan dengan ini memberi tugas dan kuasa kepada:
Tuan C, (pekerjaan /jabatan) bertempat tinggal
di Jalan nomor
khusus
untuk dan atas nama penghadap (pemberi kuasa) menyatakan di Kantor Panitera Pengadilan Negeri di bahwa pemberi kuasa melepaskan' haknya atas harta campur dari penghadap dengan almarhum suaminya, B tersebut di atas, karena perkawinan mereka.
Untuk keperluan tersebut maka yang diberi kuasa diberi hak dan wewenang untuk meminta dibuatkan akta pelepasan yang bersangkutan, mendaftarkan dan turut menandatangani serta menyelesaikannya.
Penghadap telah dikenal oleh saya, notaris.
DEMIKIAN dst.
21. Dalam contoh ini, suami dan isteri sebelum mengajukan permohonan pemisahan meja dan ranjang kepada Hakim (Pengadilan Negeri), mengatur syarat-syaratnya terlebih dahulu.
(Baca ps 237 BW).
ATURAN SYARAT-SYARAT PISAH
MEJA DAN RANJANG
Nomor: 21
Pada dst menghadap dst
1. tuan (pekerjaan /jabatan) pihak kesatu, selanjutnya akan disebut suami,
dan
2. nyonya .... (pekerjaan /jabatan) pihak kedua, selanjutnya akan disebut isteri,
kedua-duanya bertempat tinggal di
Para penghadap, yang saya — notaris — kenal, lebih dahulu memberitahukan:
(1) bahwa para penghadap pada tanggal di telah
melangsungkan perkawinan, demikian menurut
(2) bahwa menurut akta perjanjian kawin tertanggal
nomor yang telah dibuat di hadapan saya, notaris,
mereka kawin dalam persatuan/percampuran untung dan rugi;
(3) bahwa dari perkawinan para penghadap itu telah lahir .... orang anak, yaitu -
(4) bahwa para penghadap akan mengajukan permohonan pisah meja dan ranjang kepada Pengadilan Negeri di dan
(5) bahwa para penghadap sekarang dengan akta ini hendak mengatur syarat-syarat tentang pisah meja dan ranjang tersebut, sehubungan dengan ketentuan pasal 237 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Berhubung dengan apa yang diuraikan tersebut di atas, maka para penghadap selanjutnya menerangkan, dengan ini mengatur syarat-syarat pisah meja dan ranjang yang mereka niatkan itu sebagai berikut:
Pasal 1.
Mengenai harta kekayaan mereka, baik harta persatuan (bersama) dari sebab adanya persatuan untung dan rugi, maupun harta lainnya yang merupakan harta pribadi masing-masing, akan diurus, dikuasai dan diatur sebagai berikut:
(Baca ps. 243 dan 244 BW).
Pasal 2.
Suami-isteri akan bebas dari kewajiban untuk bertempat tinggal bersama-sama, sehingga mereka boleh memilih tempat tinggal sesuai dengan kemauan masing-masing.
Pasal 3.
Terhadap ke orang anak mereka tersebut di atas, suami-
isteri mengaturnya demikian:
akan diurus, dipelihara dan dididik oleh
sedangkan
. . . akan diurus, dipelihara dan dididik oleh
tanpa mengurangi kewajiban suami untuk memberi bantuan
sebesar guna membiayai pendidikan dan nafkah untuk
anaknya bernama tersebut.
Pasal 4.
Terhitung mulai tanggal isteri mendapat izin secara
tegas dan tidak akan dicabut lagi dari suami dan sejak itu pula diberi kuasa tetap untuk menangani dan mengamati kepentingannya tanpa bantuan suami, mengajukan serta membela haknya dan untuk itu melakukan segala tindakan, baik yang menyangkut pengurusan/pengelolaan maupun yang berurusan dengan pemilikan, termasuk menjual atau secara apapun mengalihkan dan atau melepaskan hak, menjaminkan harta kekayaan yang menjadi bagian isteri, baik secara gadai, hipotik ataupun secara lainnya, juga melakukan perdamaian (dading).
Pasal 5.
Perj anj ian/ syarat-syarat pisah meja dan ranjang berdasarkan akta ini akan berlaku baik selama pemeriksaan Hakim maupun sesudah/jatuhnya putusan yang bersangkutan.
Pasal 6.
Tentang hal-hal tersebut di atas dengan semua akibatnya para penghadap/pihak telah memilih domisili umum yang tetap dan tidak berubah lagi pada Kantor Panitera Pengadilan Negeri di
DEMIKIAN dst.
22. Dalam contoh ini suami-isteri yang telah berpisah meja dan ranjang mengadakan perdamaian dan ingin hidup rukun kembali (verzoening).
(Baca ps. 248 dan 249 BW).
PERDAMAIAN ANTARA SUAMI DAN ISTERI YANG TELAH PISAH MEJA DAN RANJANG
Nomor: 22.
Pada dst.
menghadap dst.
Tuan . . . . (pekerjaan/jabatan) . bertempat tinggal
di .pihak kesatu,
dan
Nyonya (pekerjaan/jabatan) . bertempat tinggal
di pihak kedua.
Para penghadap, yang saya — notaris
- kenal, lebih dahulu dengan ini memberitahukan
(1) bahwa mereka pada tanggal
, telah kawin dalam
persatuan harta lengkap, akan tetapi berdasarkan putusan
Pengadilan Negeri di tertanggal nomor . . . .,
atas permohonan mereka sendiri, antara mereka telah terjadi perpisahan meja dan ranjang;
(2) bahwa putusan Pengadilan Negeri tersebut telah dilaksanakan disertai pemisahan harta-benda/kekayaan, menurut akta saya, notaris, tertanggal . nomor ; dan
(3) bahwa para penghadap karena timbulnya rasa saling kasihsayang dan cinta kembali, dengan ikhlas yang satu dengan/ terhadap lainnya saling memaafkan, dan mereka bersepakat untuk membatalkan putusan Pengadilan Negeri tersebut di atas, sehingga mereka akan bertempat tinggal bersama-sama lagi dan memulihkan persatuan harta mereka, kembali seperti terjadi sebelum adanya pisah meja dan ranjang tersebut.
Berhubung dengan apa yang telah diberitahukan lebih dahulu tersebut, maka para penghadap telah bersepakat untuk menetapkan syarat-syarat perdamaian yang mereka kehendaki itu sebagai berikut:
Pasal 1.
Terhitung mulai hari ini, perpisahan meja dan ranjang antara suami-isteri itu berakhir, sehingga oleh karena itu penghadap pihak kedua, segera setelah penyelesaian akta ini, kembali kepada penghadap pihak kesatu, yang menyatakan menerima kembali isterinya itu ke atas pangkuannya.
Pasal 2.
Persatuan harta/kekayaan, sebagaimana telah terjadi antara suami-isteri itu, sejak hari ini pulih kembali, sehingga para penghadap mengembalikan semua harta bersama mereka ke dalam persatuan dan penghadap pihak kesatu akan melakukan pengurusan terhadap harta-benda tersebut sesuai dengan undang-undang atau peraturan hukum yang berlaku untuk itu.
Pasal 3
Agar perjanjian perdamaian ini diketahui dan berlaku serta mempunyai kekuatan hukum bagi pihak ketiga (derden), maka akan diumumkan, sesuai dengan ketentuan undangundang, tanpa mengurangi akan terus berlakunya perbuatan perdata terhadap pihak ketiga itu, yang kiranya dilakukan dalam tenggang antara perpisahan dan perdamaian ini.
Pasal 4.
Ketentuan-ketentuan mengenai anak-anak para penghadap, demikian juga tentang pemberian nafkah oleh penghadap pihak kesatu kepada penghadap pihak kedua dan hal-hal lain
yang tercantum dalam akta saya, notaris, tertanggal
nomor tentang aturan perpisahan meja dan ranjang
antara suami-isteri, yang dikuatkan dengan putusan Pengadilan tersebut di atas, dengan ini secara tegas ditarik kembali dan dibatalkan.
Pasal 5.
Para penghadap saling berjanji untuk menaati dan melaksanakan perjanjian perdamaian ini dengan sungguh-sungguh dan konsekuen.
DEMIKIAN dst.
23. Dalam contoh ini seorang suami mengingkari (ontkennen) keabsahan seorang anak yang kelahirannya disembunyikan oleh isterinya.
(Baca ps 253 dan 254-BW).
KEINGKARAN SAHNYA ANAK
Nomor: 23
Pada dst. menghadap dst.
Tuan (pekerjaan/jabatan) bertempat tinggal
di
Penghadap yang saya notaris kenal, dengan ini menerangkan:
(1) bahwa penghadap pada tanggal telah kawin dengan
nyonya , demikian menurut
(2) bahwa perkawinan tersebut telah putus karena perceraian, demikian menurut
(3) bahwa penghadap selama tahun telah merantau ke luar negeri dan selama itu tidak pernah pulang ke tempat tinggalnya di
(4) bahwa isterinya tersebut di atas tahun sesudah kepergian penghadap ke luar negeri itu telah melahirkan seorang anak laki-laki, yang oleh isterinya itu diberi nama
dan yang pada tanggal didaftarkan di Kantor
Catatan Sipil di
(5) bahwa penghadap belum lama ini baru mengetahui tentang kelahiran anak tersebut, oleh karena kelahirannya itu ternyata telah disembunyikan oleh isterinya tersebut; dan
(6) bahwa oleh karena/alasan tersebut di atas, maka dengan ini penghadap mengingkari sahnya anak, bernama tersebut di atas.
DEMIKIAN dst.
24. Dalam contoh ini seorang pria mengakui seorang anak luar kawin sebagai anaknya sendiri. Wanita yang melahirkan anak tersebut menyetujui pengakuan termaksud.
(Baca ps. 281 dan 284 BW).
Bandingkan dengan ketentuan ps 55 jis ps 42, 43 dan 44 UU No. 1/1974.
PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN
Nomor: 24
Pada dst.
menghadap dst.
tuan ..... (pekerjaan/jabatan) ...., bertempat tinggal
di
Para penghadap saya - notaris — kenal.
Penghadap tuan menerangkan, dengan ini mengakui
sebagai anaknya seorang anak laki-laki yang lahir di luar kawin
dari penghadap nona pada tanggal dan yang telah diberitahukan serta didaftarkan di Kantor Catatan Sipil di pada tanggal , sebagaimana ternyata dari
Kepada anak tersebut diberi nama
Penghadap nona selanjutnya menerangkan dengan ini menyetujui pengakuan anak . tersebut oleh penghadap tuan sebagaimana diuraikan di atas.
DEMIKIAN dst.
25. Dalam contoh ini seseorang (pria/wanita) mengangkat seorang wali dari seorang anak yang belum dewasa (masih di bawah umur).
(Baca ps. 355 dst. BW).
PENGANGKATAN WALI
Nomor: 25
Pada dst.
menghadap dst.
tuan/nyonya (pekerjaan/jabatan) . . . ., bertempat
tinggal di
Penghadap yang telah dikenal oleh saya, notaris, menurut keterangannya duda/janda dari nyonya /tuan yang telah meninggal dunia di tempat tinggalnya terakhir, pada tanggal
Penghadap mana menerangkan dengan ini mengangkat tuan .... (pekerjaan/jabatan) . . ., bertempat tinggal di sebagai wali dari anaknya laki-laki yang masih di bawah umur
(belum dewasa), bernama ., dan yang lahir dari perka-winannya dengan almarhumah/almarhum nyonya /tuan
tersebut di atas.
DEMIKIAN dst.
26. Dalam contoh ini seorang wanita bersuami, yang sebelum dewasa (kawin) pernah berada di bawah perwalian, menyatakan pengakuannya, bahwa ia menerima perhitungan disertai acquit et decharge, dari/kepala Balai Harta Peninggalan selaku wali-pengawas.
(Baca ps. 412 dst. BW).
Bandingkan dengan ketentuan dalam Bab XI (ps 50 s/d 54) tentang Perwakilan UU No. 1/1974.
PENGAKUAN TERIMA PERHITUNGAN
DAN PEMBEBASAN TANGGUNG JAWAB
Nomor: 26
Pada dst.
menghadap dst
Nyonya ..... (pekerjaan/jabatan) isteri dari dan dalam hal ini untuk seperlunya dibantu dan diperkuat oleh Tuan ... (pekerjaan/jabatan) . . ., kedua-duanya ber-tempat tinggal di dan yang telah dikenal oleh saya, notaris.
Penghadap tersebut, dengan bantuan dan perkuatan suaminya itu, menerangkan sebagai berikut:
1. Pada tanggal penghadap telah menerima dari Balai Harta Peninggalan di Jakarta:
perhitungan dan pertanggungan jawab mengenai pengurusan yang telah dilakukan oleh Balai tersebut atas harta-benda/kekayaan penghadap.
2. Penghadap telah meneliti dengan seksama perhitungan tersebut dan ternyata cocok dengan tanda-tanda bukti yang bersangkutan, sehingga penghadap dengan ini mengakui kebenarannya tanpa syarat.
3. Sisa (saldo) dari perhitungan tersebut sebesar Rp
telah diterima pada dari Balai tersebut, untuk pene-
rimaan mana akta ini dinyatakan berlaku pula sebagai kwitansinya.
4. Kepada Balai Harta Peninggalan dengan ini penghadap
memberikan pembebasan dan tanggung jawab seperlunya [volledig acquit et decharge] untuk pengurusan yang telah dilakukan oleh Balai itu atas harta-benda/kekayaan penghadap, dengan janji untuk membebaskannya dari semua tuntutan tanpa syarat, kecuali mengenai bunga yang belum dibayar dan baru akan dibayar sesudah ditentukannya angka-bunga [rentecijfer] untuk tahun yang bersangkutan.
DEMIKIAN dst.
27. Dalam contoh ini seseorang yang sudah dewasa (cukup umur) mengaku telah menerima perhitungan bekas walinya. (Baca ps. 412 BW).
Bandingkan dengan ketentuan ayat (4) dan (5) ps 51 UU No. 1/1974.
PENGAKUAN TERIMA PERHITUNGAN WALI
Nomor: 27
Pada dst.
menghadap dst.
Tuan .... (pekerjaan/jabatan) bertempat tinggal
di
Penghadap yang saya — notaris — kenal, dengan ini menerangkan:
(1) bahwa penghadap kini sudah berumur 21 (dua puluh satu) tahun, sehingga sudah menjadi dewasa;
(2) bahwa pada hari ini, tanggal , penghadap menerima baik dari ibunya dan juga bekas walinya, yaitu nyonya . . . . . suatu perhitungan dan pertanggungan jawab mengenai pengurusan yang telah dilakukan oleh ibunya itu atas harta kekayaan penghadap dengan semua tanda bukti yang bersangkutan; dan
(3) bahwa untuk tindakan hukum tentang perhitungan-perwalian.tersebut di atas penghadap memilih domisili umum dan tetap di Kantor Panitera Pengadilan Negeri di [atau di kantor penyimpan minuta akta ini] .
DEMIKIAN dst.
28. Contoh ini menggambarkan seseorang yang telah dewasa (cukup umur) membebaskan bekas walinya dari tanggung jawab pengurusan atas harta kekayaannya (voogdijdecharge). (Baca ps 412 dst BW).
Bandingkan dengan ketentuan ps 51 ayat (4) dan (5) UU No. 1/1974.
PEMBEBASAN WALI DARI TANGGUNG JAWAB
Nomor: 28
Pada dst
menghadap dst
Tuan, (pekerjaan/jabatan) ber-
tempat tinggal di
Penghadap saya, notaris, kenal.
Penghadap dengan ini menerangkan sebagai berikut:
1. Pada hari tanggal .... jadi lebih daripada sepuluh
hari yang lalu dari hari ini, penghadap telah menerima dari
ayah/bapaknya, bekas wali penghadap, yaitu tuan
perhitungan dan pertanggungan jawab dari pengurusan atas harta kekayaan penghadap beserta semua tanda buktinya.
2. Penghadap telah memeriksa/menyelidiki perhitungan tersebut dan membandingkannya dengan surat-surat bukti yang bersangkutan dan ternyata cocok yang satu dengan lainnya, sehingga penghadap mengakui kebenaran dari perhitungan bekas wali-bapaknya itu.
3. Sisa/saldo perhitungan sejumlah Rp serta semua harta lainnya telah diterima oleh penghadap dari bekas wali-bapaknya tersebut dan dengan ini membebaskan secara lengkap (acquit et decharge) bekas walinya dari tanggung jawab mengenai pengurusan yang telah dilakukannya itu dan dengan ini pula penghadap melepaskan haknya untuk menerima perhitungan ulang.
DEMIKIAN dst.
29. Dalam contoh ini dimisalkan orang-orang warganegara keturunan Tionghoa, yaitu 0 dan P — suami isteri — mengadoptir/mengangkat X seorang anak laki-laki, anak sah S dan T — suami isteri — di hadapan seorang Notaris.
PENGANGKATAN ANAK
(ADOPSI)
Nomor: 29.
Pada dst. menghadap dst.
I. (1) Tuan 0, . . . (pekerjaan/jabatan) . . dan
(2) Nyonya P.... (pekerjaan/jabatan)
suami-isteri, (kedua-duanya) bertempat tinggal di
, Jalan nomor
— yang mengangkat/mengadoptir anak,
selanjutnya akan disebut pihak pertama, dan
II. (1) Tuan S, (pekerjaan/jabatan) dan
(2) Nyonya T.... (pekerjaan/jabatan) . .,
suami-isteri, (kedua-duanya) bertempat tinggal di
, Jalan , nomor
— orangtua yang menyerahkan anak untuk diangkat/diadoptir, selanjutnya akan disebut pihak kedua.
Para penghadap lebih dahulu dengan ini menerangkan/ memberitahukan:
— bahwa para penghadap pihak pertama hingga sekarang tidak mempunyai anak laki-laki yang lahir dari perkawinan mereka, pula tidak pernah mengadoptir/mengangkat anak laki-laki lainnya;
— bahwa oleh karena itu para penghadap pihak pertama ingin dan bermaksud men gad op tir/ mengangkat seorang anak laki-laki bernama X, dilahirkan di pada
tanggal , jadi baru berumur tahun/bulan,
yaitu anak sah dari para penghadap S dan T, suamiisteri; dan
bahwa adopsi/pengangkatan anak ini terjadi sesuai dengan, mengindahkan dan tunduk pada ketentuan-ketentuan sebagaimana tercantum dalam Bab kedua dari Ketentuan-ketentuan untuk seluruh Indonesia tentang hukum perdata dan dagang bagi orang-orang termasuk golongan Tionghoa, menurut Staatsblad (Stb)
tahun 1917 (seribu sembilan ratus tujuh belas) nomor 129 sehubungan dengan Stb. 1919 (seribu sembilan ratus sembilan belas) nomor 81, Stb. 1924 (seribu sembilanratus dua puluh empat) nomor 557 dan Stb. 1925 (seribu sembilan ratus dua puluh lima) nomor 92.
Berhubung dengan apa yang diterangkan/diberitahukan lebih dahulu tersebut di atas, maka para penghadap pihak kedua selanjutnya menerangkan bahwa mereka selaku orang tua dengan ini mengizinkan dan menyatakan sama sekali tidak berkeberatan tentang pengangkatan/adopsi terhadap anak mereka X tersebut di atas oleh para penghadap pihak kedua selaku suami-isteri. -
Para penghadap . pihak pertama menerangkan, bahwa mereka dengan ini mengangkat (mengadoptir) anak lakilaki X tersebut di atas sebagai anak yang seolah-olah dilahirkan dari perkawinan mereka sendiri, dan anak tersebut selanjutnya diberi nama menjadi
Pada akhirnya para penghadap menerangkan, bahwa mereka benar-benar memaklumi akibat daripada penyerahan dan'pengangkatan (adopsi) anak tersebut, sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku, terutama/khusus mengenai akibat-akibat yang tercantum dalam pasal-pasal 11, 12, 14 dan 15 Peraturan tersebut di atas.
Para penghadap telah dikenal oleh saya, notaris.
DEMIKIAN dst.
30. Dalam contoh ini sepanjang suami-isteri yang tidak mempunyai anak laki-laki mengadoptir seorang anak laki-laki dari orang tuanya, kedua pihak warganegara Indonesia keturunan Tionghoa.
— Baca Stb. 1917 no. 129.
— Bandingkan dengan Contoh No. 29.
PENGANGKATAN ANAK (adoptie)
Nomor: 30.
Pada dst. menghadap dst.
I. tuan , berumur tahun, (pekerjaan/
jabatan) dan
nyonya berumur tahun.... (pekerjaan/
jabatan)
suami-isteri, kedua-duanya bertempat tinggal di
dan warganegara Indonesia keturunan Tionghoa menu-
rut dst.,
— selanjutnya akan disebut pihak kesatu, dan
II tuan .... (pekerjaan/jabatan) dan
nyonya , . . . (pekerjaan/jabatan)
suami-isteri, kedua-duanya bertempat tinggal di
dan warganegara Indonesia keturunan Tionghoa menu-
rut dst.,
— selanjutnya akan disebut pihak kedua.
Para penghadap, yang satu dan lainnya diperkenalkan kepada saya, notaris, oleh kawan-kawan penghadap lainnya secara bergiliran, lebih dahulu memberitahukan:
— bahwa para penghadap pihak pertama tidak mempunyai anak laki-laki yang lahir dari perkawinan mereka dan tidak pernah mengangkat atau memungut anak lebih dahulu;
— bahwa para penghadap pihak pertama bermaksud mengadoptir seorang anak laki-laki bernama
yang dilahirkan di pada tanggal yaitu
anak sah dari para penghadap tuan dan nyonya
demikian menurut akta kelahiran tertanggal
nomor yang dibuat/dikeluarkan oleh
Pegawai luar biasa Catatan Sipil di , yang — ber-
meterai cukup — diperlihatkan kepada saya, notaris; dan
— bahwa para penghadap pihak kedua memberi izin dan tidak berkeberatan anak mereka, tersebut, diangkat sebagai anak (diadopsi) oleh para penghadap pihak kesatu itu.
Berhubung dengan apa yang telah diterangkan (diberitahukan) lebih dahulu itu, maka para penghadap selanjutnya menerangkan bahwa para pihak bersepakat untuk menya-
takan tentang pengangkatan anak termaksud dalam akta ini sebagai berikut:
1. Para penghadap pihak kedua dengan ini memberi izin (menyetujui), tidak berkeberatan dan menyerahkan anak mereka — tersebut di atas — untuk diangkat sebagai anak (gesdopteerd) oleh para penghadap pihak kesatu.
2. Para penghadap pihak kesatu dengan ini mengangkat (]an menerima sebagai anak mereka sendiri (adopteren), anak laki-laki para penghadap pihak kedua, bernama tersebut di atas.
3. Kedua pihak telah benar-benar memahami dan tunduk pada ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Bab dua (pasal-pasal 5 dan seterusnya) dari Peraturan tentang hukum perdata dan hukum dagang untuk golongan Tionghoa di Indonesia (Staatsblad seribu sembilanratus tujuhbelas nomor 129), terutama/khususnya akibat-akibat dari penyerahan dan pemungutan anak tersebut, sebagaimana tercantum dalam pasal-pasal 11, 12, 14 dan 15 dari Peraturan tersebut.
DEMIKIAN dst. Bagian dua
Pemungutan anak (umum)
Menurut pengalaman dan pengamatan penulis di kalangan masyarakat Indonesia, sering terjadi pemungutan anak yang tidak didasarkan pada peraturan tsb. dalam Stb. 1917 — 129 dsb.
31. Contoh ini adalah contoh akta pemungutan biasa (umum) seorang anak oleh sepasang suami-isteri dari orangtua anak itu, semata-mata demi kepentingan anak itu.
PEMUNGUTAN ANAK
Nomor: 31.
Pada hari dst. menghadap dst.
(I) 1) tuan 2) nyonya....
suam-isteri, kedua-duanya .... (pekerjaan/jabatan) ... dan bertempat tinggal di ,
— selanjutnya akan disebut pula pihak pertama, dan
(H) 1) tuan 2) nyonya ....
suami-isteri, kedua-duanya ... (pekerjaan/jabatan) dan bertempat tinggal di
— selanjutnya akan disebut pula pihak kedua.
Para penghadap pihak pertama lebih dahulu dengan ini menerangkan:
— bahwa para penghadap pihak pertama adalah orang tua (ayah dan ibu) kandung dari:
anak laki-laki bernama , dilahirkan di pada
tanggal demikian menurut akta kelahiran yang
dibuat oleh dst. yang diperlihatkan ke-
pada saya, notaris, dan
bahwa sekarang para penghadap pihak pertama, semata-mata untuk kepentingan anak tersebut hendak menyerahkan anak itu kepada para penghadap pihak kedua untuk dipungut sebagai anak para penghadap pihak kedua sendiri, yang menerangkan menyatakan kesanggupan dan kesediaan para penghadap pihak kedua untuk memungut anak tersebut di atas.
Berhubung dengan apa yang diterangkan lebih dahulu itu, maka para penghadap pihak pertama selanjutnya menerangkan, dengan tidak mengurangi izin atau pengesahan dari Hakim atau Penjabat/Instansi yang berwajib (berwenang), apabila izin atau pengesahan/persetujuan itu diperlukan, bersama ini menyerahkan anak tersebut di atas kepada para penghadap pihak kedua, untuk dipungut dan dengan ini pula menyerahkan kepada para penghadap pihak kedua, segala hak dan kewajiban mereka terhadap anak tersebut, baik mengenai harta benda (kekayaan) maupun mengenai hal-hal lainnya, di antaranya hak-hak para penghadap pihak pertama sebagai ahliwaris dari
anak itu, hak-hak mana untuk selanjutnya menjadi hak-hak dari para penghadap pihak kedua dan apabila anak itu meninggal dunia lebih dahulu, maka hal-hak itu akan jatuh kepada (keluarga dari) para penghadap pihak kedua, yang mulai hari ini dianggap sebagai orang tua atau keluarga dari anak tersebut.
Kemudian para penghadap pihak kedua menerangkan dengan ini secara demikian telah memungut anak tersebut di atas dan kepada anak itu mereka tetap memberi nama sebagaimana tersebut di atas, yang oleh mereka dianggap sebagai anak mereka sendiri, dengan kesanggupan bahwa oleh mereka kepada anak itu akan diberikan segala hak yang mungkin didapat oleh anak itu sebagai anak yang telah dilahirkan dari perkawinan mereka sendiri, terutama yang bersangkutan dengan pemeliharaan dan pendidikan sampai saat meninggalnya para penghadap pihak kedua. Para penghadap telah dikenal oleh saya, notaris.
DEMIKIAN dst.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar