Sabtu, 24 Juli 2010

SUAMI – ISTRI MEMBUAT WASIAT, BOLEHKAH?

Pernah terjadi beberapa Notaris diantaranya ternyata membuat Surat Wasiat yang diperbuat oleh suami-istri. dan diadukan Pengacara bahwa kliennya telah dirugikan oleh seorang notaris yang membuatkan Surat Wasiat istrinya tanpa seijin/sepengetahuan yang bersangkutan sebagai suaminya.

Atas dasar Pasal 875 KUHPerdata/BW :
“Surat Wasiat atau testamen adalah sebuah akta berisi pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya terjadi setelah ia meninggal, yang dapat dicabut kembali olehnya.”
 
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa wasiat adalah kehendak terakhir dari seseorang. Logika mudahnya adalah bagaimana pelaksanaannya jika wasiat dibuat oleh suami-istri, tetapi kemudian yang meninggal dunia lebih dahulu sang suami misalnya, apakah surat wasiat itu boleh dibuka ataukah harus menunggu sang istri juga meninggal dunia. Apabila menunggu sang istri meninggal dunia, padahal dengan meninggalnya sang suami seharusnya telah terjadi waris-mewaris (suami meninggalkan warisan yang menjadi bagiannya kepada istri dan anak-anaknya). Namun apabila dengan meninggalnya sang suami kemudian surat wasiat dibuka, maka berarti telah terjadi pelanggaran privasi seseorang yaitu sang istri yang masih hidup yang juga ikut bersama-sama membuat surat wasiat (wasiat yang diperbuat sang istri belum berlaku). Memang alasan suami-istri dalam membuat wasiat bersama, karena menyangkut pesan pembagian harta bersama/harta gono-gini mereka. Namun bukankah apabila salah seorang diantaranya meninggal dunia lebih dahulu akan mewariskan separoh dari harta bersamanya kepada kawan kawinnya dan anak-anak kandung mereka. Artinya hak/harta kawan kawinnya yang masih hidup tidak akan dibagi waris.

Dengan demikian  apabila suami-istri akan membuat Surat Wasiat menyangkut harta bersama mereka, maka berarti harus dibuat 2 (dua) surat wasiat, yaitu wasiat atas nama suami dan wasiat atas nama istri, walau isinya sama. Begitu pun apabila misalnya sang istri diam-diam membuat wasiat di hadapan Notaris tanpa seijin/sepengetahuan suaminya, itu sah-sah saja karena yang diwasiatkan toh hanya hak bagiannya dalam harta bersama tersebut. 
 
Dengan kata lain, walau dalam wasiat menyangkut harta bersama (misalnya rumah), maka pelaksanaannya harus diparoh/dibagi dua dulu, barulah dibagi menurut wasiatnya. Jadi yang dimaksud disini adalah nilainya, bukan wujud barang.

Mari kita cermati pula  Pasal 903 KUHPerdata/BW :
“Suami dan isteri hanya diperbolehkan menghibahwasiatkan barang-barang dari harta kekayaan persatuan mereka, sekadar barang-barang itu menjadi bagian mereka masing-masing dalam persatuan itu. Jika sementara itu suatu barang tertentu oleh salah seorang mereka dihibahwasiatkannya, maka si yang berhak menerimanya, tak dapat menuntut barang itu dalam ujudnya, jika, setelah si yang menghibahwasiatkan meninggal, barang itu tidak menjadi bagian para ahli warisnya. Dalam hal yang demikian si yang berhak menerima hibah harus mendapat ganti rugi dari barang-barang yang nyata dibagikannya kepada ahli waris tersebut, dan jika ini tak mencukupi, dari barang-barang mereka pribadi.” 
 
Pemahaman yang kita tangkap dari hal di atas adalah  penerima hibah wasiat tetap dapat barang pengganti atau senilai barang yang diwasiatkan. Pasal ini pula yang oleh sebagian Notaris berpendapat bahwa suami-istri secara bersama-sama boleh membuat hibah wasiat terhadap harta persatuan mereka. Namun pasal itu seharusnya tidak dapat diartikan secara sepenggal-sepenggal. Sebab didalamnya juga tersurat : “……………….jika, setelah si yang menghibahwasiatkan meninggal……….”. Jadi ada syarat “meninggal dunia” khan ?. Prinsip yang harus dipegang adalah wasiat hanya berlaku jika yang berwasiat telah meninggal dunia.

Harus difahami bahwa Wasiat dibagi 2 (dua) yaitu :
(1) wasiat itu sendiri dan
(2) hibah wasiat.

Disebut wasiat, jika berisi prosentase atau angka pembagian. Disebut hibah wasiat, jika menyebut secara spesifik terhadap barang yang akan diberikannya. Ingat, hibah adalah peralihan seketika khan ?. Kalau wasiat (dalam kaitan dengan hibah wasiat), maka peralihan hanya berlaku setelah yang membuat wasiat meninggal dunia. Definisi Hibah Wasiat yaitu suatu penetapan wasiat khusus berupa pemberian beberapa benda dari suatu jenis tertentu kepada seseorang atau lebih (Ps. 957 BW) ;

Tidak ada komentar:

Posting Komentar