Imanuel Kant merupakan salah satu filsuf modern yang terbesar. Dia lahir pada tahun 1724 di sebuah kota di Prusia Timur yaitu Konigberg yang merupakan wilayah dari Negara Jerman.
Kant sempat hidup dalam masa-masa perang selama kurang lebih tujuh tahun, yaitu ketika Rusia menduduki Perusia Timur. Meskipun demikian Kant masih sempat mendapatkan kesempatan untuk menempuh pendidikan akademis. Kant mendapatkan didikan filsafat Leibniz versi wolfia
Selain itu, pengetahuan rohani juga menjadi besik didikan kant. Hal ini ditunjang bahwa dia dilahirkan dan dibesarkan dari keluarga yang saleh dan patuh terhadap agama. Mungkin faktor ini menjadi salah satu yang sangat mempengaruhi pemikiran pemikiran Kant.
Kant hidup antara tahun 1724 hingga tahun 1804. Semasa hidupnya, Kant banyak menelorkan berbagai macam karya dan pemikiran yang tersebar di berbagai tulisan-tulisannya. Karya Kant pada awalnya lebih terfokus pada ilmu pengetahuan dari pada filsafat. Karya-karya awal tersebut dapat dijumpai pada tulisan-tulisan Kant pasca gempa bumi Lizbon seperti teoi tentang gempa bumi, esay tentang apakah angin barat di Eropa basah karena melewati samudrah Atlantik dan lain sebagainya.
Yang terpenting dari karya-karya kant kategori ilmu adalah tulisan ilmiahnya pada tahun 1755 yaitu General Nature History and theory of the heafens. Tulisan ini bercerita tentang tata surya. Teory kant memang tidak dilandasi oleh argumen-argumen ilmiah yang kuat, Namun tulisan ini sangat fantastis.
Tidak sampai disitu berbagai karya-karya kant terus mengalir dan bergulir, seperti On the Commen Saying yang diterbitkan pada 1973, kedamaian abadi (Perpatual Peace) pada tahun 1795, metaphisics of moralas atau metaphysical elements of justice yang diterbitkan pada 1797 dan masih banyak lagi.
Manusia sebagai Subjek Hukum
Kant menilai manusia sebagai mahluk yang tidak jauh berbeda dengan mahluk bumi lain. Manusia merupakan mahluk hidup yang mmemiliki naluri untuk berbuat dan atau tidak berbuat sesuatu dalam rangka mencapai tujuan atau memenuhi kebutuhannya. Manusia juga memiliki ketergantungan terhadap alam atau bumi sebagai tempat berpijak sekaligus sebagai pemasok bahan dasar kebutuhan hidup mereka.
Alam yang terus bergerak dan berubah mengikuti perkembangtan sejarah secara tidak langsung akan membawa perubahan terhadap manusia. Perubahan yang muncul dapat berupa perubahan sifat, kebiasaan atau dapat mempengaruhi tingkat kecerdasan manusia dari generasi kegenarasi. Teori ini sejalan dengan konsep sejarah yang dibangun oleh Kant, bahwa manusia akan selalu bergerak mengikuti sejarah sebagai suatu hukum alam.
Secara tidak sadar manusia akan terseret sejarah menuju pada suatu kehidupan yang lebih maju atau lebih baik. Berangkat dari teori ini Kant secara umum sangat optimis tentang masa depan manusia. Dia yakin bahwa keadaan pada akhirnya akan memaksa manusia untuk hidup selaras satu sama lain.
Keadaan yang memaksa manusia untuk hidup selaras dapat ditafsir sebagai suatu keadaan dimana akan adanya suatu pranata yang mengatur manusia yang tidak lain juga merupakan buah ide manusia itu sendiri. Ide itu lahir sebagai refleksi terhadap perjalanan sejarah manusia yang melahirkan pembacaan-pembacaan kritis terhadap kebutuhan pokok manusia.
Pemikiran ini sejalan dengan teori hukum yang menganut aliran sejarah yang mengemukakan bahwa hukum itu tumbuh bersama-sama dengan pertumbuhan dan menjadi kuat bersama-sama dengan kekuatan dari rakyat. Tidak dapat dipungkiri bahwa memang hukum akan selalu berkembang mengikuti perkembangan umat manusia, sifat inilah yang menjadikan hukum akan selalu up to date.
Hal demikian didukung oleh sifat manusia yang memiliki kecenderungan utuk bebas dan hidup korup dan egois. Tetapi dalam hal ini Kant lebih melihat manusia sebagai mahluk yang tidak sepenuhnya buruk melainkan ada sisi-sisi baik yang merupakan fitrah manusia. Manusia merupakan mahluk rasional yang memiliki rasio sehingga kecenderungan untuk hidup lebih baik dan selaras lebih besar daripada sisi buruk atau sisi hewaninya. Keunggulan inilah yang menurut Kant merupakan potensi bagi manusia untuk hidup lebih teratur mengikuti sejarah yang akan melahirkan kesadaran akan kebutuhan suatu pranata atau aturan-aturan dalam masyarakat, yang lazim disebut sebagai hukum.
Hukum menjadi sesuatu yang penting mengingat manusia yang memiliki sifat ingin bebas yang harus diatur dengan peraturan yang juga lahir dari mereka. Manusia memang tergolong mahluk sosial yang juga sekaligus memiliki sifat tidak sosial. Keberadaan hukum sebagai tali sosial pengekang jiwa individualis diharapkan dapat menyentuh sisi rasionalis manusia sehingga mereka akan sadar akan hukum serta hak dan kewajiban mereka sebagai mahluk sosial dan sebagai individu yang memiliki kemerdekaan.
Asfek Moralitas dalam Hukum
Keadaan bahwa Kant dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang saleh ternyata memberi kontribusi yang cukup signifikan dalam perkembangan pemikirannya. Dalam pemikirannya tentang hukum Kant tidak segan-segan menempatkan moralitas sebagai salah satu variabel terpenting. Beliau beraggapan bahwa segala ruvolusi dan rekonstruksi hukum atau segala bentuk kemajuan dari peradaban manusia kesemuanya adalah atas motivasi moral.
Dengan demikian keyakinannya akan teori sejarah akan sejaan dengan teori moralitas yang dikembangkannya. Hal ini dikarenakan bahwa sejarah akan menggerakkan moralitas manusia menuju kemajuan sehingga manusia akan lebih maju. Manusia akan disadarkan oleh sejarah melalui pengalaman-pengalaman empiris dan proses berfikir hingga manusia akan tergerak oleh akal dan dorongan moralaitas yang telah dimilikinya secara pribadi.
Pemikiran ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh seorang ahli hukum pidana khusus bahwa faktor ekonomi atau kemiskinan bukanlah pemicu orang melakukan suatu kejahatan, melainkan faktor moralitas merupakan faktor penentu dalam segala tindakan. Calson mencontohkan white collar crime sebagai bentuk kejahatan berkerak putih atau yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kedudukan yang sudah jelas memiliki perekonomian baik, jika diamati maka faktor moral merupakan hal yang sangat berpengaruh dalam hal ini.
Aspek moral dalam hukum merupakan aspek yang sangat ditekankan oleh kant dalam pemikirannya terkait keteraturan dan perwujudan masyarakat yang berlandaskan hukum. Kant juga berendapat bahwa manusia tidak akan dapat memahami antara yang baik dan yang buruk secara baik tanpa adanya kesadaran dan moralitas. Tetapi meskipun demikian untuk membuat manusia tetap berlandas pada moral dan nilai etis hukum perlu dibuat untuk mengkondisikan manusia.
Bagi Kant aturan atau perangkat hukum paling tidak dapat melindungi seseorang dalam mempertahankan nilai-nilai moralnya dari ancaman manusia lain. Dapat kita lihat bahwa terkadang orang berbuat baik dan menghargai orang lain bukan karena kesadaran moral, melainkan karena ketakutan akan ancaman pidana atau hukum yang berlaku. Kondisi demikian jelas tidak mencerminkan konsep moral seperti yang Kant teorikan tetapi paling tidak hukum telah membantu manusia lain untuk mempertahankan moral sebagai suatu kunci pokok. Hal demikian diyakini akan membawa manusia pada mahluk bebas yang rasional dan bermoral. Yakni dimana manusia secara bebas dan rasional akan melakukan apa yang benar dan bukan apa yang dia mau.
Memaknai keadilan
Pendekatan Kant terhadap keadilan adalah suatu pendekatan yang sangat universal dan general. Keadilan dicerminkan diamana suatu kondisi setiap manusia dapat memperoleh hak-haknya dan dapat menjalankan kewajibannya secara seimbang sesuai dengan kapasitas masing-masing.
Pemenuhan hak ini dapat berupa pemberian ataupun pemaksaan-pemaksaan yang secara umum untuk mensinergikan hak seseorang dengan hak orang lain serta mensingkronisasikannya dengan hukum yang berlaku dalam suatu negara dimana orang tersebut bermukim. Pendapat ini diilhami bahwa dalam menjalankan kewajiban tidak berarti melangkar hak atau merintangi orang lain untuk menjalankan kewajiban, serta dalam hak seseorang terdapat juga hak orang lain. Dengan demimikian keselarasan dan keharmonisan sebagai sesuatu yang agung merupakan hal mutlak untuk keadilan.
Sangat jelas Kant menempatkan menempatkan keadilan pada posisi keharmonisan hak antar manusia sebagai mahluk yang memiliki hak dan kewajiban. Beliau mengatakan bahwa konsep keadilan tidak ada hubungannya dengan kehendak bebas terhadap keinginan orang lain. Pernyataan ini mensiratkan bahwa kebebasan mutlak atau keegoisan hati manusia bukanlah sumber dari keadilan melainkan sebaliknya.
Keberadaan konsep keadilan tidak lain adalah untuk mengatur hubungan antar individu atau antar kelompak manusia yang merupakan mahluk sosil yang juga memilki sifat tidak sosial dan cenderung memiliki tujuan yang masing-masing dipertahankan. Dalam konsep keadilan, kata kompromi atau kesepakatan serta perjanjian merupakan bagian-bagian yang sangat diperhatikan untuk mencapai keadilan yang dimaksud. Konsep keadilan yang dibangun oleh Kant sangat bertentangan dengan paham liberalisme yang menuntut kebebasan penuh.
Konsep Kepemilikan
Sebelum keberadaan Kant, konsep kepemilikan telah menjadi objek pembahasan yang sangat menarik dan cukup diperhatikan oleh pemikir-pemikir sebelumnya. Maslah kepemilikan memang merupakan masalah yang sangat pokok untuk dibahas. Masalah kepemilikan dapat berhubungan dengan cara mendapatkan sesuatu yang bersifat eksternal dari diri kita untuk dimiliki.
Dalam konsep kepemilikan Kant memiliki sifat kehati-hatian dalam memulai pembahasannya. Secara rinci beliau membagi dua cara dimana kita dapat dikatakan memiliki suatu benda. Pertama adalah kepemilikan fisik suatu benda yaitu akan menjadi milik jika secara gamblang, saya miliki jika berada ditangan saya secara fisik. Kedua adalah kepemilikan de yure, yakni kepemilikan yang tidak tergantung pada kepemilikan fisik. Artinya sesuatu tetap milik kita meskipun sesuatu tersebut tidak berada ditangan kita.
Jika diamati secara mendalam, maka bentuk kepemilikan yang kedua ini justru merupakan bentuk kepemilikan yang lebih penting. Tetapi kedua konsep tersebut, hingga kini masih tetap teraplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Lebh lanjut Kant menerpakan analisis ini pada yang menurutnya dapat menjadi milik seseorang yakni: benda lain diluar fisik kita, hal yang dapat diperoleh dengan kesepakatan, status orang lain kaitannya dengan diri kita.
Benda lain di luar fisik kita terkait dengan kepemilikan kita terhadap benda diluar kita yang kita dapatkan sendiri. Seperti sebuah buku yang akan menjadi milik kita ketika buku tersebut ada pada diri kita namun tentunya kepemilikan secara fisik tidak lah cukup.
Jenis lain yang dapat dimiliki adalah kesepakatan yakni dapat mencakup kehendak orang laian yang ada dalam diri kita ataupun hasil komjpromi orang lain dalam diri kita. Hasil kesepakatan ini tentunya akan menjadi hak kita tidak tergantung ada saat orang yang diajak bersepakat ada. Dengan kata lain hasil kesepakatan tersebut akan menjadi hak kita yang sah, meskipun orang atau pihak yang diajak bersepakat sedang tidak ada.
Terkait dengan semua itu, yang terpenting adalah kepemilikan sesuatu yang tidak bebas melainkan harus sesuai berdasar pada ketentuan hukum. Kepemilikan atas sumber daya alam atau bagian dari bumi tidak boleh berdasarkan kehendak melainkan atas suatu dasar hukum yang sah. Hal ini dimaksudkan agar membuka peluang yang sama bagi setiap manusia untuk menggunakan alam.
Pemidanaan dan Pelanggaran
Jika berangkat dari teori moralitas, maka menurut Kant manusia yang berbuat a moral adalah manusia yang melanggar hati nuraninya sekaligus melanggar orang lain termasuk kepentingan masyarakat dan negara. Manusia dianggap sebagai mahluk rasional dan bermoral sehingga dengan perilaku tersebut dianggap tidak dapat menghargai dirinya sendiri, orang laian dan masyarakat dengan tidak mengindahkan aturan hukum yang telah diatur oleh masyarakat atau negaranya.
Atas pemikiran demikian Kant tidak kompromi terhadap penghukuman suatu pelanggaran. Penghukuman dilakukan atas nama penyelamatan nilai kemanusiaan dan harga diri sebagai mahluk rasional dan bermoral sebagai mana dikatakan dimuka. Oleh karena itu hukuman harus tetap diterapkan kepada pelaku kejahatan dengan anggapan bahwa ia telah melakukan suatu kejahatan.
Teori Kant terhadap konsep hukuman memiliki karakter ritributif yang bersifat ganti rugi. Perinsip Jus talionis (hukum ganti rugi) yang dipertahankannya berstandar pada hukuman yang setimpal dengan pelanggaran yang diperbuat. Sekecil apapun pelanggaran itu harus dihukum dengan besaran hukuman yang ditetapkan dengan mengacu pada tingkat besaran pelanggaran yang dilakukan.
Tetapi atas pemahaman bahwa meskipun si pelaku telah melanggar dan menodahi kehidupan yang aman, ia juga masih tetap berkeinginan hidup aman. Maka negara hanya dapat melindungi hidup si pelaku jika ia berjanji tidak akan mengulangi perbuatan dan telah menjalani hukuman yang layak baginya.
Mungkin teori penghukuman ala Kant ini lebih mirip dengan Qishos dalam hukum pidana Islam. Tetapi dalam penerapannya penghukuman retributif semacam ini sebagaian ahli mnganggap akan mengalami kendala dalam penentuan kadar hukuman yang layak diterima
Negara Hukum
Dalam konsepnya tentang negara Hukum Immanuel Kant mengemukakan sebuah konsep negara hukum murni. Menurut Kant suatu negara hukum akan diposisikan sebagai penjaga malam. Yakni hanya mengurusi masalah-masalah perlindungan hak asasi warganya, tanpa ikut campur terhadap masalah-maalah bersifat ekonomi.
Tentunya konsep ini sangat berbeda dengan konsep rule of law ataupun rech staat dengan sisitem welfare staat (negara kesejahteraan) yang menempatkan negara hukum tidak hanya sebagai penjaga malam. Cakupan tugas negara dalam hal ini adalah tidak terbatas pada penjaga keamanan sebagaimana dalam konsep negara hukum murni yang dikemukakan oleh Kant. Negara selain mengurusi masalah Kemanan juga berupaya menciptakan kesejahteraan yang mencakup masalah sosial, politik termasuk masalah-masalah ekonomi.
Meskipun demikian sesuatu yang positif dapat kita temukan dalam teori Kant tentang negara adalah mengenai gambaran umum mengenai negara hukum serta arti pentingnya hukum bagi suatu negara. Meurut Kant suatu negara harus membentuk hukum dengan tujuan untuk melindungi hak dan kemerdekaan warga negaranya. Adanya hukum yang dirumuskan dalam bentuk perturan dan perundang-undangan dipandang sebagai sebuah volonte generate (kehendak umum). Kehendak umum ini merupakan hasil siergi dan konfromi dari kehendak individu-individu dala negara.
Pemahaman Kant tentang perundang-undangan sebagai kehendak semua warga negara menjadikan hukum merupakan kekuasaan yang tertinggi dalam negara. Perundang-undangan diyakini bersumber dari rasa keadilan dan nilai-nilai luhur dalam masyarakat yang diakumulasikan dalam bentuk aturan-aturan yang mengikat.
Secara rinci Kant menyebutkan bahwa suatu negaradapat dikatakan sebagai negara hukum apa bila memenuhi beberapa ciri antara alain pengakuan jaminan atas hak asasi manusia, pemisahan kekuasaan, pemerintahan berdasar hukum, dan adanya pengadilan yang adil.
Keempat unsur di atas dianggap merupakan konsekwensi logis atas adanya hukum dalam suatu negara. Oleh karena itu keberadaan keempat ciri terbut merupakan sesuatu yang mutlak harus ada dalam suatu negara khusnya negara hukum.
Kontribusi Kant Terhadap Hukum Positif Indonesia
Hukum Indonesia dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk hukum yang unik dan berbeda dengan yang lain. Negara indonesia sering dikatakan menganut sistem hukum campuran. Artinya dalam penerapan hukum pidana Indonesia kembali menanamkan tradisi “mengambil yang baik dan meninggalkan yang buruk”.
Selama kurang lebih tiga ratus lima puluh tahun dijajah oleh Belanda bukanlah waktu yang singkat. Oleh karena itu corak Belanda dalam hukum Indonesia masih sangat jelas terlihat. Sampai sekarang cukup banyak istilah-istilah hukum indonesia yang menggunakan istilah Belanda. Namun kembali ke awal bahwa hukum indonesia juga tidak murni hukum Belanda karena telah disesuaikan dengan keperibadian bangsa sehingga sebagaian yang tidak sesuai dengan keperibadian bangsa telah dihilangkan.
Penerapan hukum seperti di Indonesia tidak dapat diartikan sebagai sebuah ketidak kensekwenan dalam mengaplikasikan sebuah teori. Hal ini dilakukan sebagai upaya selektif untuk menselaraskan segala bentuk hukum dengan keperibadian bangsa.
Atas dasar argumen tersebut diatas pada bab ini penulis akan menunjukan secara umum kesesuaian kesesuaian teori-teori tokoh yakni Imanuel Kant dengan sistem hukum Indonesia . Kesesuaian tersebut memang tidak serta merta menbuat kitta harus berkesimpulan bahwa hukum indonesia yang sama dengan pemikiran Kant adalah hasil adopsi dari Kant. Tepai paling tidak kita akan mencoba melihat bahwa ternyata sebagain teori yang dibagun oleh Kant khususnya di bidang hukum memiliki kesamaan dengan indonesia .
a. Hukum pidana
Jika kita membaca dan melihat bentuk teori yang dikemukakan oleh Kant tentang pemidanaan, maka kita akan menyimpulkan bahwa teori hukum Kant sama sekali tidak sama dengan hukum pidana yang diberlakukan di Indonesia. Indonesia bukanlah negara yang menganut sistem retributif atau penghukuman yang setimpal. Bahkan hukum pidana demikian munkin akan lebih akrab denga Qishos atau hukum pidana islam.
Perbedaan ini harus diakaui oleh setiap orang. Namun jika kita pandang secara umum maka sebenarnya nilai-nilai yang dibangun olah Kant dalam hukum pidana yang bersumber pada keadilan dapat dikatakan cukup akrab dengan hukum indonesia . Kant berangkat dari pemikiran bahwa setiap yang bersalah harus dihukum karena telah melanggar martabat dirinya sebagai mahluk rasional dan bermoral serta melanggar martabat orang laian dan masyarakat atau negara.
Pemikiran ini menjadikan tidak ada alasan untuk membebaskan seorang pelaku kejahatan. Jika hubungan kesalahannya dengan orang lain dapat termaafkan namun terhadap masyarakat dan negara tentu saja harus tetap dipertanggung jawabkan.
Di Indonesia juga dikenal perinsip persamaan kedudukan didepan hukum yang menjadikan tidak adanya yang kebal hukum. Yang membedakan hanyalah pada pemahaman setimpal dimana di Indonesia setimpal tidak dimaknai sama beratnya dengan kejahatan. Tetapi akan kita temui kesamaan lagi jika kita lihat dari tujuan pemidanaannya. Tujuan pemidanaan pada perinsipnya memberikan efek jera pada pelaku dan masyarakat.
Selain itu Kant dalam penemuan-penemuan atau teori-teorinya selalu memperhatikan aspek transendensi dan moralitas. Inilah yang menjadi jiwa setiap kebijakan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang religius.
b. Hukum Perdata
Kant termasuk ilmuan yang berfikir maju, selain dalam filsafat dan sains ia juga sangat memikirkan manusia dari segi sosial terkait hubungannya dengan sesama individu (orang dengan orang) atau dikenal dengan istilah keperdataan. Dalam melihat manusia Kant berpendapat bahwa manusia tidak sepenuhnya baik dan tidak sepenuhnya buruk. Manusia akan hidup bersama dengan manusia lain sehingga diantara mereka akan timbul interaksi sebagai sesama mahluk sosial.
Manusia sebagai mahluk sosial sangat tergantung pada manusia lain, namun terkadang sifat tidak sosial manusia akan muncul sebagai konsekwensi sifat egois dan kepentingan individu-individu. Kepentingan tersebut dapat berupa perdagangan, pewarisan dan perkawainan. Hal demikian tentunya akan menimbulkan konflik sehingga perlu hukum untuk mengatur dan mengkondisikannya.
Paparan tersebut merupakan gambaran sederhana pemikiran kant sehingga perlunya pengturan hubungan antar individu idividu. Cukup banyak pemikiran Kant terkait dengan keperdataan yang memiliki kesamaan dengan hukum perdata Indonesia baik dalam perkawinan maupun perjanjian dan kontrak.
Dalam perkawinan Kant mengemukakan bahwa satau-satunya bentuk hubungan seksual manusia adalah bentuk yang ada dalam perkawinan . Dari pernyataan ini jelas bahwa Kant termasuk orang yang bersepakat akan penghapusan seks bebas dan tidak membolehkan kimpul kebo bahkan antar sesama jenis sebagaimana di negara-negara lain dapat kita temui.
Bagi Kant hubungan seksual manusia harus terlepas dari unsur-unsur hewani (tanpa hubungan perkawinan yang sah) mengingat tujuan perkawinan merupakan sesuatu yang mulia.
c. Ketatanegaraan
Perlu diingat bahwa negara indonesia bukan negara hukum murni sebagaimana yang dikemukakan Kant. Indonesia merupakan negara yang juga turut mengatur masalah perekonomian selain keamanan dalam mewujudkan keadilan bagi warganya. Indonesia sadar betul akan kelemahan teori negara hukum murni ala Kant.
Jika negara menganut negara hukum murni, maka negara akan kehilangan sifat aktifnya dalam menegakkan keadilan. Negara akan mejadi pasif dengan hanya mengurusi masalah ketertiban keamanan tanpa mengurusi masalah lain . Sementara masalah hukum tidak berkutat pada keamanan dan ketertiban saja.
Dalam penerapan negara hukum, Indonesia memang tidak sependapat dengan Kant tetapi juga tidak sepenuhnya menolak teori-teori pemikir jerman ini.
Dalam pemahamannya tentang negara hukum, ada hal-hal tertentu yang merupakan titik temu antar keduanya. Seperti dalam memposisikan hukum, pemerintah Indonesia juga memposisikan hukum sebagai kekuasaan tertinggi. Hukum dipandang sebagai representasi kehendak rakyat sehingga dalam pelaksanaannya perlu pelibatan rakyat. Maka tidak heran jika kita dapat menemukan forum-forum penjaringan aspirasi masyarakat seperti Musrembang dan jaring asmara .
Selain dalam hal syarat negara hukum seperti dikemukakan di awal juga ada kesamaan dalam masalah kekuasaan negara yang menghendaki adanya pembagian kekuasaan. Hal ini dimaksudkan agar tidak adanya kekuasaan tunggal yang absolut sehingga fungsi kontrol dapat berjalan. Dengan demikian dinamisasi pemerintahan akan berjalan secara sehat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar