(khusus untuk BHP Penyelenggara dan BHP Masyarakat)
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 32/2009 yang dikeluarkan pada tanggal 17 Juli 2009 lalu (“Permendiknas No. 32/2009), diatur mengenai mekanisme:
1. Pendirian BHP baru
2. Perubahan dari Badan Hukum Milik Negara (BHMN) atau PT menjadi BHP
3. Pengakuan penyelenggara pendidikan tinggi (dalam hal ini Yayasan, Perkumpulan atau badan hukum lain yang sejenis) menjadi BHP
Perubahan tersebut berdasarkan amanat dari pasal 65, pasal 66 dan pasal 67 UU BHP, yang mengatur mengenai mekanisme perubahan atas:
1. Perguruan Tinggi yang mana:
- didirikan oleh Pemerintah, harus berubah menjadi BHPP dalam waktu 4 tahun (selambat-lambatnya tanggal 16 Januari 2013)
- berbentuk BHMN, harus berubah menjadi BHPP dalam waktu 3 tahun (selambat-lambat nya tanggal 16 Januari 2012)
2. Untuk Perguruan Tinggi yang berada dalam naungan Yayasan, Perkumpulan maupun badan hukum lainnya, akan berubah menjadi BHP Penyelenggara dan harus diubah Tata Kelola nya dalam waktu 6 tahun (selambat-lambatnya tanggal 16 Januari 2015).
Proses perubahan dari Perguruan Tinggi swasta yang diselenggarakan oleh masyarakat menjadi BHP Masyarakat berdasarkan pasal 9 Permendiknas No. 32/2009, pada prinsipnya step-stepnya hampir sama dengan pendirian baru, yaitu:
1. Penyelenggara menyusun rencana perubahan perguruan tinggi tersebut menjadi BHPM dan rancangan akta pendirian BHPM , yang dikonsultasikan dulu dengan notaries.
2. Rancangan perubahan tersebut disampaikan ke menteri melalui Dirjen untuk mendapat persetujuan
3. Apabila sudah disetujui, maka baru dibuatkan akta pendirian/perubahan anggaran dasar BHP tersebut di hadapan notaries yang bersangkutan.
4. akta pendirian tersebut disampaikan oleh Notaris kepada Menteri melalui Dirjen untuk mendapatkan pengesahan.
Bedanya antara perubahan dan pendirian baru untuk BHPM, terletak pada adanya kewajiban untuk membuat studi kelayakan (feasibility studies) bagi pendirian BHP baru. Sedangkan untuk perubahan dari PTS yang sudah ada, walaupun prosesnya hampir sama, tapi tidak usah membuat studi kelayakan lagi.
Dalam Permendiknas No. 32/2009 tersebut, juga dilampirkan contoh akta notaries yang sudah disahkan oleh Menteri dan dijadikan standard baku dalam:
1. Pendirian BHP Pertama kali.
Dalam draft tersebut terdapat keterangan yang membedakan mengenai:
a. Jika pendirinya orang perorangan
b. Jika pendirinya orang perorangan dengan badan hukum
c. Jika pendirinya orang perorangan dengan badan hukum privat/public
d. jika pendirinya adalah badan hukum
2. Penyesuaian tata kelola Yayasan menjadi tata kelola BHP.
Perlu untuk diwaspadai, bahwa draft akta notaries yang sudah baku dan dijadikan sebagai lampiran dalam Permendiknas No. 32/2009 tersebut adalah khusus untuk pendidikan tinggi. Sedangkan untuk pendidikan dasar dan menengah masih dalam taraf penggodogan.
Namun demikian, sempat tercetus dalam Upgrading tersebut, bahwa Ibu Dr. Herlien Budiono, SH sendiri yang merupakan salah satu anggota team perumus, menyebutkan bahwa ada sedikit dari draft tersebut yang masih belum sempurna dan sebaiknya disesuaikan.
Bagaimana teknis penrubahan dari Yayasan ataupun badan hukum lain menjadi BHP?
Berdasarkan pasal 11 Permendiknas No. 32/2009, Yayasan atau perkumpulan atau badan hukum lain yang sudah menyelenggarakan pendidikan, dapat melakukan perubahan TATA KELOLA nya dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Penyelenggara membuat rancangan perubahan akta pendirian/anggaran dasar khususnya bagian tata kelola.
Bagian Tata kelola itu yang sebelah mana ya? Tepatnya, di bagian kewenangan dari Pembina, Pengurus dan Pengawas.
Untuk bapak dan ibu Notaris, dalam prakteknya, penyesuaian TATA KELOLA tersebut dibuat dan diputuskan dalam Rapat Pembina Yayasan, dengan mata acara Rapatnya.
Jadi dalam Mata acara Rapat untuk perubahan akta Yayasannya adalah:
ACARA I:
Persetujuan menambah tugas/wewenang Pembina, Pengurus, Pengawasa yayasan untuk menyesuaikan dengan tata kelola yayasan pada tata kelola badan hukumpendidikan.
ACARA II:
Persetujuan pengubahan anggaran dasar Yayasan untuk:
1. Menambah 1 (satu) ayat pada Pasal 16 anggaran dasar Yayasan tentang tugas dan wewenang pengurus, yaitu ayat 7, dan
Catatan penulis: tambahan ayat 7 tersebut adalah:
“(7) Perbuatan Pengurus sebagaimana diatur ayat 5 huruf a,b,c,d,e,dan f dalam rangka pengurusan Yayasan yang diakui sebagai BHP Penyelenggara harus dilakukan bersama-sama dengan Rektor/Ketua/Direktur dan mendapat persetujuan tertulis dari Pembina.”
2. Menyisipkan 1 (satu) pasal di antara pasal 33 dan pasal 34 yaitu padal 33 A mengenai penyelenggaraan kegiatan pendidikan oleh Yayasabn dan penyesuaian tata kelola Yayasan pada tata kelola BHP (lihat contoh pada hlm 4 contoh AD BHP pada Lampiran Permendiknas No. 32/2009).
ACARA III:
Persetujuan menambah anggota Pembina yayasan sehubungan dengan penyesuaian tata kelola yayasan pada tata kelola BHP.
ACARA IV:
Persetujuan untuk menetapkan bagian kekayaan yayasan yang dierpuntukkan bagi kegiatan pendidikan.
Sebagai catatan, dalam hal BHP penyelenggara hanya punya 1 satuan pendidikan, maka seluruh kekayaan yayasan menjadi kekayaan BHP. Tapi kalau ada beberapa satuan pendidikan (misalnya ada SD, SMP, SMA), maka harus ada pemisahan kekayaan (masing-masing terpisah). Jadi harus ada ketentuan tambahan mengenai berapa jumlah kekayaan yang khusus untuk SD, berapa yang untuk SMP dan berapa yang untuk SMA.
Maksudnya begini:
Kalau misalnya ada Yayasan BINA BANGSA yang menyelenggarakan pendidikan SD, SMP, SMA punya kekayaan bersih Rp. 5 milyar. Maka harus dipisah2 kan menjadi masing-masing BHP, yaitu:
- BHP SD BINA BANGSAS, dengan jumlah kekayaan misalnya Rp. 2 Milyar
-BHP SMP BINA BANGSA dengan jumlah kekayaan misalnya Rp. 1 Milyar dan
-BHP SMA BINA BANGSA dengan jumlah kekayaan misalnya Rp. 2 Milyar.
Tapi, kalau ada Yayasan BINA WARGA yang hanya mengelola SD BINA WARGA saja, maka otomatis seluruh kekayaan YAYASAN BINA WARGA dipisahkan menjadi kekayaan SD BINA WARGA tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar