Definisi Hak Tanggungan sesuai dengan Undang - undang no. 4 tanggal 9 April 1996 pasal 1 ayat 1 adalah:
" Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu terhadap kreditor-kreditor lain."
Obyek Hak Tanggungan adalah :
Hak - hak atas tanah yaitu Hak Milik (HM),
Hak Guna Bangunan (HGB),
Hak Guna Usaha (HGU),
Hak Pakai (HP) dan
Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (HMASRS).
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), adalah pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. [[Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, tanggal 5 Maret 1998, Pasal 1 atat (1)
1. Dalam pemberian HT, pemberi HT wajib hadir dihadapan PPAT. Jika karena suatu sebab tidak dapat hadir sendiri, ia wajib menunjuk pihak lain sebagai kuasanya dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) yang berbentuk akta otentik. Pembuatan SKMHT selain kepada notaris, ditugaskan juga kepada PPAT yang keberadaannya sampai pada wilayah kecamatan.
2. Untuk memudahkan dan menyederhanakan pelaksanaan ketentuan UU ini bagi kepentingan pihak2 yang bersangkutan, kepada Ketua Pengadilan Negeri diberikan kewenangan tertentu yaitu penetapan memberikan kuasa kepada kreditor untuk mengelola obyek HT, penetapan hal2 yang berkaitan dengan permohonan pembersihan obyek HT dan pencoretan HT.
3. Jika HT dibebankan pada beberapa hak atas tanah, dapat diperjanjikan dalam APHT yang bersangkutan bahwa pelunasan utang yang dijamin dapat dilakukan dengan angsuran yang besarnya sama dengan nilai masing2 hak atas tanah yang merupakan bagian dari obyek HT, yang akan dibebaskan dari HT tersebut, sehingga selanjutnya HT itu hanya membebani sisa obyek HT untuk menjamin sisa utang yang belum dilunasi.
Ini merupakan pengecualian dari asas bahwa HT mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi dan hal ini harus diperjanjikan secara tegas dalam APHT yang bersangkutan.
4. Pembebanan HT atas bangunan, tanaman dan hasil karya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah yang pemiliknya lain daripada pemegang hak atas tanah, wajib dilakukan bersamaan dengan pemberian HT atas tanah yang bersangkutan dan dinyatakan didalam satu APHT, yang ditandatangani bersama oleh pemiliknya dan pemegang hak atas tanahnya, atau kuasa mereka, keduanya sebagai pihak pemberi HT.
5. Pemberian kewenangan kepada pemegang HT untuk menyelamatkan obyek HT, dalam hal ini termasuk pemberian kewenangan kepada pemegang HT untuk atas biaya pemberi HT mengurus perpanjangan hak atas tanah yang dijadikan obyek HT guna mencegah hapusnya HT karena hapusnya hak atas tanah, dan melakukan pekerjaan lain yang diperlukan untuk menjaga agar obyek HT tidak berkurang nilainya yang mengakibatkan berkurangnya harga penjualan sehingga tidak cukup untuk melunasi hutang yang dijamin.
6. Atas kesepakatan pemberi dan pemegang HT, penjualan obyek HT dapat dilaksanakan dibawah tangan jika dengan demikian itu dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak.
Syarat2nya :
-setelah lewat 1 bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau pemegang HT kepada pihak2 yang berkepentingan, mis: pemegang HT kedua, ketiga dan kreditor lain dari pemberi HT.
-diumumkan sedikit2nya dalam 2 surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan/atau media massa setempat.
-tidak ada pihak yang menyatakan keberatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar