Setelah disusun bertahun-tahun, akhirnya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengumumkan draf Peraturan Komisi tentang Pranotifikasi Penggabungan, Peleburan dan Pengabilalihan Badan Usaha (Perkom Merger dan Akuisisi). Draft ini nantinya akan dipublikasikan guna mendapat masukan dari berbagai kalangan terutama pengusaha.
Sejatinya, KPPU menunggu terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) tentang Merger dan Akuisisi. Namun, hingga akhir periode kepemimpinan SBY–JK, PP tersebut tak kunjung rampung. Saat ini PP Merger dan Akuisisi masih dibahas di Departemen Hukum dan HAM. Padahal KPPU sudah cukup memberi masukan. “Saya khawatir pemerintah tidak melaksanakan perintah Undang-Undang,” ujar Ketua KPPU Benny Pasaribu kepada wartawan di Jakarta, Kamis (19/3).
Benny menyatakan hingga kini KPPU masih menunggu pembentukan PP Merger dan Akuisisi sebagai pelaksana Pasal 28 dan Pasal 29 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Kedua pasal itu menyebutkan setiap badan usaha wajib melapor ke KPPU jika ingin melakukan merger dan akuisisi.
Sembari menunggu lahirnya PP, KPPU mengeluarkan pedoman (guideline) akuisisi dan merger. Secara umum ada dua hal diatur dalam pedoman, yakni prenotifikasi sebelum melakukan akuisisi dan merger, dan penilaian (preview) terhadap ada atau tidaknya pelanggaran dari suatu akuisisi dan merger. Setelah prenotifikasi, KPPU akan mengeluarkan surat keputusan. Isinya bisa berupa objection letter (keberatan terhadap rencana merger dan akusisi), conditional no objection letter (tidak keberatan dengan syarat-syarat) dan no objection letter (tidak keberatan).
“Saya berhadap pelaku usaha kooperatif dengan KPPU untuk melaksanakan guideline,” ujar Benny. Mantan anggota DPR itu menyatakan akan memberikan waktu satu bulan kepada masyarakat terhadap pedoman yang disusun KPPU sebelum diresmikan. “Pedoman ini tidak berlaku surut,” tegasnya.
Secara teoritis, merger dan akuisisi adalah satu aksi korporasi yang menggabungkan dua perusahaan atau lebih sehingga ada potensi untuk meningkatkan konsentrasi pasar dan perubahan pengendali perusahaan yang semakin terkonsentrasi.
Dalam dunia usaha, merger dan akuisisi adalah hal biasa. Namun untuk menjaga kepentingan publik hendaknya merger dan akuisisi jangan sampai merugikan kesejahteraan rakyat. Biasanya, merger dan akuisisi dilakukan lantaran ada resesi, depresi atau krisis untuk mempertahankan eksistensi perusahaan. Dalam keadaan normal, merger dan akuisisi dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing.
Dilihat dari sisi hukum persaingan, merger dan akuisisi berpotensi menimbulkan praktik monopoli. Kalau penguasaan pasar sudah lebih dari 50 persen KPPU harus turun tangan untuk mengawasi. Walaupun PP belum lahir, KPPU sudah bisa melakukan penindakan bagi pelaku usaha yang merger dan akuisisinya menimbulkan praktik monopoli atau persaingan tidak sehat. Instrumen pasal yang bisa dikenakan antara lain Pasal 17,19 dan 25 UU No. 5/1999.
Benny menghimbau agar pelaku usaha yang akan melakukan merger dan akuisisi segera melapor ke KPPU. Himbauan itu berlaku untuk semua sektor usaha, seperti perbankan, perusahaan emiten, BUMN maupun perusahaan swasta lain ataupun perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia. “Di berbagai negara aturan merger dan akusisi efektif dan KPPU-nya 80 persen menangani kasus itu, di Indonesia terbalik, malah kasus pengadaan yang 80 persen,” ujarnya.
Jika tidak ada aturan merger ia khawatir kapitalisme global akan memakan perusahaan domestik secara bebas. Selain itu, tidak ada jaminan bahwa merger dan akuisisi tidak akan merugikan masyarakat.
Threshold
Meski demikian tidak semua badan usaha wajib melaporkan rencana merger dan akusisi. Dalam pranotifikasi disebutkan kategori perusahaan yang wajib lapor. Salah satunya mengenai batas minimal (threshold) nilai aset dan laba badan usaha yang ingin merger dan akuisisi.
Untuk merger, badan usaha wajib lapor jika gabungan nilai aset non bank di atas Rp 2,5 triliun, sedangkan bank dan lembaga keuangan di atas Rp 10 triliun. Sementara untuk gabungan nilai omzet non bank di atas Rp 5 triliun, dan bank serta lembaga keuangan di atas Rp 15 trilun. Merger juga wajib dilaporkan jika gabungan pangsa pasarnya lebih dari 50 persen. Sedangkan untuk akuisisi, badan usaha yang wajib lapor jika akuisisi sahamnya di atas 25 persen (voting shares) atau di bawah 25 persen dengan kendali faktual.
Threshold Notifikasi
Merger | Akuisisi |
Gabungan nilai aset: - di atas Rp 2,5 triliun (non bank) - di atas Rp 10 triliun (bank dan lembaga keuangan), atau Gabungan nilai omzet: - di atas Rp 5 triliun (non bank) - di atas Rp 15 triliun (bank dan lembaga keuangan), atau Gabungan pangsa pasar di atas 50% | Saham: - di atas 25% voting shares atau - di bawah 25% dengan kendali faktual Aset: - tangible atau intangible - digunakan untuk melakukan kegiatan utama - beralihnya pengendalian Memenuhi nilai aset atau omzet atau pangsa pasar |
Kasubdit Pemberkasan KPPU Farid Nasution menjelaskan, penilaian threshold itu tidak berdasarkan perhitungan matematis ataupun statistik, melainkan setiap jenis usaha berbeda karakteristik dan omzetnya. Apalagi untuk mengukur aset dan laba sebuah bank, tidak bisa disamakan dengan jenis usaha lain. “Karena itu dicari jalan tengahnya,” ujar Farid.
Bank Indonesia sendiri pernah meminta agar akuisisi dan merger pada lembaga keuangan dan perbankan tidak disamakan dengan industri biasa dan manufaktur. Sebab lembaga keuangan dan perbankan memiliki aset yang besar karena menghimpun dana dari masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar